Abis Nanjak 3 Hari, Rupiah Tertekan Lagi!

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar kembali terkoresi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (25/11), menghentikan relinya selama tiga hari beruntun.

Read More

Mengacu pada data Refinitiv, pada pembukaan perdagangan rupiah terapresiasi 0,15% ke Rp 15.640/US$. Sayangnya, rupiah kembali terkoreksi sebanyak 0,06% ke Rp 15.672/US$ pada pertengahan hari. Namun, pada penutupan perdagangan rupiah berakhir terkoreksi 0,04% ke Rp 15.670/US$.

Padahal, indeks dolar AS melemah di pasar spot, mendekati level terendah sejak tiga bulan atau Agustus 2022. Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS melemah 0,25% ke posisi 105,8. Kian menjauh dari rekor tertinggi 20 tahunnya di 114,7. Dalam sepekan, indeks dolar AS telah terkoreksi 0,99% secara (point-to-point/ptp).

Hal tersebut terjadi setelah rilis risalah pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengindikasikan bahwa Fed akan menurunkan besaran kenaikan suku bunga acuannya pada Desember 2022.

“Kami masih memiliki sentimen risiko positif hari ketiga berturut-turut… Saya pikir itu membuat dolar AS tetap lemah secara keseluruhan,” kata Ray Attrill, kepala strategi FX di National Australia Bank dikutip Reuters.

Hal serupa di ungkapkan analis UBS Paul Donovan bahwa dolar AS diprediksikan akan tertekan sedikit lebih lama.

Sejak awal Januari hingga per 22 November 2022, sebanyak Rp 167,45 triliun dana asing keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia. Hal tersebut dipicu oleh gejolak ekonomi global yang memberikan sentimen negatif terhadap pasar obligasi Tanah Air.

Data tersebut diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada konferensi pers APBN Kamis (24/11/2022).

Hingga 22 November 2022, porsi kepemilikan asing di pasar SBN hanya 14,06%, menurun dibandingkan sejak 2019 yang porsi kepemilikan asing mencapai 38,57%.

Adapun hingga 22 November 2022, pemegang obligasi pemerintah didominasi oleh Bank Indonesia (BI) dengan porsi 25,74%, perbankan 24,74%, asuransi dan dana pensiun 16,88%, dan investor domestic dengan porsi 18,58%.

Menurut Sri Mulyani, fenomena tersebut juga tidak lepas dari keagresifan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menaikkan suku bunga acuannya. Di sepanjang tahun ini, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan hingga 375 basis poin (bps) dan mengirim tingkat suku bunga menjadi 3,75%-4%.

Pasar obligasi Indonesia sejak awal November (month-to-date/mtd) mencatatkan inflow Rp 10,66 triliun, sementara pada Oktober terjadi Outflow Rp 17,03 triliun (mtd).

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Rupiah Tertekan Hingga Tengah Hari, Mendekati Level Rp 15.000

(aaf/aaf)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts