Ada Kejutan Dari Bank Sentral Jepang, Bursa Asia Ambruk

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa Asia-Pasifik ditutup berjatuhan pada perdagangan Selasa (20/12/2022), di mana pasar saham Jepang menjadi yang paling parah koreksinya setelah bank sentral Jepang mengubah sedikit kebijakan moneternya.

Read More

Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup ambruk 2,46% ke posisi 26.568,03, Hang Seng Hong Kong ambles 1,33% ke 19.094,8, Shanghai Composite China ambrol 1,07% ke 3.073,77, dan ASX 200 Australia tergelincir 1,54% menjadi 7.024,3.

Berikutnya Straits Times Singapura turun tipis 0,08% ke 3.253,97, KOSPI Korea Selatan merosot 0,8% ke 2.333,29, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah 0,17% menjadi 6.768,32.

Dari Jepang, bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) mengubah sedikit kebijakan moneternya dengan memodifikasi kisaran toleransi kontrol kurva imbal hasil (yield) sembari mempertahankan suku bunga acuan ultra-longgarnya.

BoJ memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level -0,1% pada hari ini. Tetapi, kebijakan yield curve control (YCC) diperlebar menjadi 50 basis poin (bp) dari sebelumnya 25 bp.

YCC merupakan kebijakan BoJ yang menahan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun dekat dengan 0%. Ketika yield mulai menjauhi 0%, maka BoJ akan melakukan pembelian obligasi.

Pembelian tersebut artinya BoJ menyuntikkan likuiditas ke perekonomian.

Kini dengan YCC diperlebar menjadi 50 bp, kebijakan BoJ menjadi lebih fleksibel, likuiditas yang disuntikkan ke perekonomian menjadi lebih kecil.

“Ini di luar perkiraan, kami melihat mereka (BoJ) mulai menguji respon pasar dari exit strategy yang akan diambil,” kata Bart Wakabayashi, branch manager di State Street Tokyo, sebagaimana dilansir Reuters.

Pasar sebenarnya melihat BoJ belum akan merubah kebijakannya hingga Maret 2023.

Jika benar BoJ akan bertindak agresif ke depannya, maka era suku bunga rendah resmi berakhir di Jepang.

Sekali lagi semakin tinggi suku bunga, maka risiko resesi semakin besar. BoJ pun bakal menambah derita dunia yang diramal mengalami resesi tahun depan. Semua demi meredam inflasi.

Pasar saham pun merespon negatif, sementara yen langsung melesat.

Sementara itu dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) pada hari ini juga mengumumkan suku bunga acuan, di mana loan prime rate (LPR) tenor 1 dan 5 tahun tidak berubah sebesar 3,65% dan 4,3%.

Memang hasil survei Reuters menunjukkan PBoC akan mempertahankan LPR, tetapi pasar tetap berharap ada kejutan.

Sebelumnya di awal bulan ini, PBoC sudah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 25 bp guna menambah likuiditas ke perekonomian.

Kebijakan tersebut membuat perbankan bisa mengalirkan dana senilai US$ 70 miliar, dan dikatakan memberikan ruang untuk penurunan LPR tenor 5 tahun.

“Penurunan GWM pada Desember menciptakan ruang untuk pemangkasan LPR dalam waktu dekat, khususnya tenor 5 tahun. Kami pikir upaya untuk membantu perekonomian (khususnya pasar perumahan) harus dilakukan secepatnya ketimbang ditunda,” kata analis Citi dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters, Senin (19/12/2022).

Analis Citi tersebut memperkirakan LPR tenor 5 tahun yang saat ini sebesar 4,3% akan dipangkas sebesar 10 bp. Sementara LPR tenor 1 tahun tetap sebesar 3,65%.

Citi menjadi salah satu analis dari 27 analis yang disurvei Reuters terkait suku bunga PboC. Dari semua analis tersebut, sebanyak 17 orang memprediksi PBoC masih akan mempertahankan LPR di semua tenor.

Sementara itu 8 analis memprediksi LPR tenor 5 tahun akan dipangkas, dan 2 analis melihat pemangkasan di semua tenor.

Namun nyatanya PBoC tetap mempertahankan LPR, dan ada kemungkinan baru akan dipangkas pada awal tahun depan.

Di lain sisi, investor masih mencerna pernyataan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang masih akan bersikap hawkish hingga tahun depan.

Ketua The Fed, Jerome Powell sebelumnya mengatakan suku bunga akan terus dinaikkan, meski belakangan inflasi sudah mulai menurun.

“Data inflasi yang kita lihat pada Oktober dan November menunjukkan penurunan kenaikan harga secara bulanan. Tetapi masih diperlukan bukti yang substansial agar yakin inflasi berada pada jalur penurunan,” kata Powell dalam konferensi pers Kamis pekan lalu.

Pernyataan Powell tersebut mengindikasikan kampanye The Fed menurunkan inflasi masih jauh dari kata selesai, suku bunga meski sudah berada di level tertinggi dalam 15 tahun terakhir akan kembali dinaikkan dan ditahan pada level tinggi dalam waktu yang lama.

“Pada awal pekan (minggu lalu) kita memiliki harapan, melihat rilis data inflasi, kita akan berharap The Fed, dan beberapa bank sentral lainnya di dunia akan menjadi kurang hawkish, kata founder Bokeh Capital, Kim Forrest, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat pekan lalu.

Sebelumnya pada pekan lalu, The Fed pada Kamis pelan lalu menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% – 4,5%.

Kenaikan tersebut memang lebih rendah dari sebelumnya yakni 75 bp selama 4 kali berturut-turut. Tetapi memproyeksikan suku bunga ke depannya berada di kisaran 5% – 5,25% dan akan dipertahankan hingga 2024.

Artinya, higher for longer. Bank sentral lainnya pun sama, tetap berkomitmen menaikkan suku bunga sampai inflasi menurun.

Alhasil, ancaman dunia resesi tahun depan kian nyata dan semakin dekat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Kabar Baik Buat IHSG, Wall Street Cerah, Bursa Asia Meroket!

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts