Ada Pesan Ngeri di Risalah Rapat FOMC, Rupiah Dibuka Melemah

Jakart

a, CNBC Indonesia –
Pasar keuangan RI pada perdagangan hari ini, Rabu (6/7) kembali dibuka 0,27% menjadi Rp15.050/US$ di pasar spot. Pelemahan ini melanjutkan perdagangan hari sebelumnya, Selasa (5/7) yang terkoreksi 0,13% ke posisi Rp 15.010/US$. Pembukaan hari ini menjadi yang terendah sejak 30 Maret 2023 atau 3 bulan lebih.

Read More

Mata uang Garuda sejauh ini masih diwarnai tekanan dari eksternal, salah satunya pada dini hari tadi the Fed mengeluarkan risalah FOMC yang berisi isyarat kenaikan suku bunga tetapi dalam tingkatan yang lebih rendah atau tempo yang lebih lambat.

Berdasarkan risalah tersebut, hanya dua dari 18 partisipan yang menginginkan kenaikan sekali lagi. Sebanyak 12 partisipan menginginkan kenaikan dua kali lagi atau lebih.

Selain itu, perkembangan terbaru yang masih ‘panas’ dari China dan Amerika Serikat juga bisa menjadi sentimen penggerak pasar keuangan hari ini. Melansir Wall Street Journal(WSJ), Senin (4/7), China menerapkan pembatasan ekspor pada dua mineral yang menurut AS sangat penting untuk produksi semikonduktor, sistem rudal, dan sel surya. Ini bisa jadi bentuk pamer ‘otot’ ala China menjelang pembicaraan ekonomi antara dua negara tersebut.

Mineral yang dimaksud, yakni gallium dan germanium, bersama dengan lebih dari lusinan material terkait lainnya akan tunduk pada kontrol ekspor yang tidak dijelaskan secara rinci mulai 1 Agustus mendatang, seperti yang diumumkan oleh Kementerian Perdagangan Beijing pada Senin.

Ketegangan AS dan China tersebut membuat pelaku pasar keuangan global khawatir sehingga investor menarik modal dan investasi mereka dari Asia dan Emerging Market. Capital outflow pun membuat mata uang rupiah goyang.

Sependapat dengan hal tersebut, Eko Listiyanto, Wakil Direktur INDEF, memandang dinamika rupiah disebabkan oleh tantangan global sepanjang 2023 ini. Kendati begitu, beliau menambahkan pergerakan rupiah akan cukup stabil berada di kisaran Rp 15.000/US$.

Eko mengatakan, “Dari sisi nilai tukar fluktuasinya, tidak seganas tahun lalu sampai akhir tahun.” Secara jangka panjang, beliau merasa mata uang rupiah akan cukup stabil yang didukung oleh penurunan inflasi yang konsisten.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, inflasi utama Juni berada di 3,52% secara tahunan (yoy). Nilai ini menjadi level inflasi terendah dalam 14 bulan. Inflasi di Indonesia berangsur-angsur mereda sejak mencapai puncaknya September lalu sebesar 5,95%.

Ke depan, BI juga meyakini inflasi tetap terkendali di dalam sasaran 2% – 4% pada sisa tahun 2023. Hal ini menjadi potensi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunganya lebih awal, menurut beberapa ekonom.

Namun, ekonom melihat BI masih belum ada tanggapan untuk memangkas suku bunga tahun ini. Dalam jajak pendapat Reuters yang dilakukan pada 14-19 Juni lalu, hampir dua pertiga dari responden, 15 dari 23, mengatakan, BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di angka 5,75% selama sisa tahun ini. Adapun, 8 ekonom memperkirakan ada pemangkasan suku bunga pada 2023.

CNBC Indonesia Research
[email protected] 

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Rupiah Menguat ke Rp 14.750/USD, Efek Investor “Buang” Dolar?

(tsn/tsn)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts