Akhir Pekan Bursa Asia Gak Kompak, IHSG Juara

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa Asia-Pasifik ditutup beragam pada perdagangan Jumat (21/7/2023), karena investor mencerna rilis beberapa data di Jepang dan Amerika Serikat (AS).

Read More

Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup menanjak 0,78% ke posisi 19.075,26, Straits Times Singapura naik 0,12% ke 3.278,3, KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,37% ke 2.609,76, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat 0,24% menjadi 6.880,8.

Sedangkan untuk indeks Nikkei 225 Jepang melemah 0,57% ke 32.304,301, Shanghai Composite China turun tipis 0,06% ke 3.167,75, dan ASX 200 Australia terkoreksi 0,15% menjadi 7,313.9.

Dari Jepang, inflasi pada Juni 2023 kembali mengalami kenaikan dan sudah berada di atas target bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ).

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Jepang periode Juni lalu naik sedikit menjadi 3,3% (year-on-year/yoy), dari sebelumnya tumbuh 3,2% pada Mei lalu. Angka ini juga lebih rendah dari perkiraan pasar yang tumbuh sebesar 3,5%.

Secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI Jepang pada bulan lalu juga naik sedikit menjadi 0,2% (mtm), dari sebelumnya pada Mei lalu yang stabil 0%.

Sedangkan CPI inti, yang tidak termasuk biaya makanan segar yang fluktuatif, tumbuh 3,3% pada bulan lalu, sesuai dengan prediksi pasar dan naik sedikit dari 3,2% pada Mei lalu.

Tetapi pembacaan inti lainnya, yang tidak termasuk harga makanan segar dan energi, tumbuh 4,2% di Juni 2023, tetap mendekati level tertinggi 40 tahun yang dicapai di bulan sebelumnya.

Angka tersebut merupakan indikator kondisi inflasi yang mendasari di Jepang dan diawasi ketat oleh BoJ dalam pertimbangan kebijakan moneter.

Namun, meredanya inflasi utama mengurangi tekanan pada BOJ untuk segera mulai memperketat kebijakan moneter dan mengubah mekanisme kontrol kurva imbal hasil (YCC).

BoJ telah memberikan sedikit sinyal bahwa mereka bermaksud untuk mulai mengubah YCC-nya dalam waktu dekat, tetapi telah mengisyaratkan perubahan pada akhirnya di akhir tahun atau awal tahun 2024, karena pertumbuhan upah menjadi stabil.

Gubernur BoJ, Kazuo Ueda baru-baru ini mencatat bahwa inflasi akan memakan waktu untuk mencapai target 2%. Namun nyatanya, sudah lima bulan inflasi Jepang bertahan di atas sedikit dari target BoJ.

Di lain sisi, pasar cenderung merespons sedikit kecewa terkait data tenaga kerja di Amerika Serikat (AS) yang masih cukup kuat meski ada tanda-tanda perlambatan ekonomi.

Jumlah pekerja AS yang mengajukan klaim pengangguran juga hanya turun 9.000 menjadi 228.000 pada pekan yang berakhir pada 15 Juli. Jumlah tersebut lebih baik dibandingkan ekspektasi pasar yakni 242.000.

Klaim pengangguran yang hanya turun sedikit tersebut menunjukkan jika pasar tenaga kerja AS masih panas. Data tenaga kerja juga menjadi pertimbangan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan kebijakan suku bunga, selain data inflasi.

Jika data tenaga kerja masih panas maka sulit bagi The Fed untuk melunak.

Pekan depan merupakan pekan penting sekaligus pekan penentuan apakah The Fed konsisten dengan pernyataannya terkait inflasi untuk sikap kebijakan moneter berikutnya atau justru cenderung tidak konsisten, dengan alasan data tenaga kerja masih cukup kuat.

Saat ini, pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan lagi suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp), setelah pada pertemuan sebelumnya The Fed menahan suku bunga.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch, sebanyak 99,8% pasar berekspektasi The Fed akan kembali menaikan suku bunga pada pertemuan pekan depan, sedangkan sisanya hanya 0,2% yang memprediksi The Fed akan kembali menahan suku bunga acuannya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Bursa Asia Dibuka Loyo, IHSG Bakal Pesta Sendirian Lagi?

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts