Amsyong! Rupiah KO Sepekan Ini, Apa Penyebabnya?

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini, meski ekspektasi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat menurun.

Melansir data Refinitiv, rupiah melemah 0,51% sepanjang pekan ini ke Rp 14.745/US$. Ekspektasi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat menurun setelah inflasi terus melandai. Meski demikian, rupiah yang menguat tajam di tahun ini, bahkan menjadi yang terbaik ketiga di dunia tentunya rentang mengalami koreksi, dan terjadi di pekan ini.

Read More

Inflasi pada April dilaporkan tumbuh 4,9% year-on-year (yoy) lebih rendah dari ekspektasi ekonom sebesar 5%. Inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 5,5%, lebih rendah dari bulan sebelumnya 5,6% tetapi sesuai ekspektasi.

Rilis data tersebut membuat ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) pada bulan depan menurun. Data terbaru dari perangkat FedWatch milik CME Group menunjukkan pelaku pasar kini melihat probabilitas sebesar 9% The Fed akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,25% – 5,5% pada 14/15 Juni mendatang.

Probabilitas tersebut menurun drastis ketimbang sebelum rilis data inflasi, sebesar 21%. Data-data yang dirilis belakangan pun mendukung ekspektasi tersebut.


Foto: detik.com
rupiah detik

Indeks harga produsen dilaporkan tumbuh 0,2% pada April dari bulan sebelumnya. Rilis tersebut lebih rendah dari ekspektasi Dow Jones sebesar 0,3%. Secara tahunan atau year-on-year (yoy), indeks harga produsen tumbuh 4,9%, juga lebih rendah dari ekspektasi.

Selain itu klaim tunjangan pengangguran bertambah sebanyak 246.000 orang dalam sepekan yang berakhir 6 Mei, bertambah 22.000 orang dari pekan sebelumnya. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi sejak akhir Oktober 2021.

Ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) pada bulan depan juga cukup rendah, tetapi dolar masih tetap kuat. Sebabnya, peluang pemangkasan suku bunga di akhir tahun juga mengecil. Artinya, The Fed diperkirakan akan menahan suku bunga tinggi dalam waktu yang lama.

“Saya pikir pasar mulai memikirkan kembali outlook pemangkasan suku bunga The Fed setelah rilis data inflasi, meski menurun, tetapi masih di level tinggi. Dolar AS mampu menguat jika pasar melihat peluang suku bunga dipangkas semakin kecil,” kata Joe Manimbo, analis pasar senior Convera di Washington, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (11/5/2023).

Analis pasar senior Oanda, Ed Moya mengatakan ke depannya inflasi masih akan terus menurun, tetapi untuk mencapai 2% akan cukup sulit.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Video: Menguat Lebih Dari 1%, Rupiah Tembus Rp 14.985/USD

(pap/wur)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts