Apes! Rupiah Melemah 5 Hari Beruntun Terhadap Dolar AS

Jakarta, CNBC Indonesia – Mata uang Garuda terperosok pada pekan ini dengan penurunan selama lima hari beruntun.

Read More

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.685/US$, melemah 0,16% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam sepekan, rupiah tercatat melemah 1,26%. Mata uang Garuda kembali mendekati level terlemah dalam dua setengah tahun terakhir di Rp 15.745/US$ yang dicapai pada 4 November lalu.


Suku bunga acuan Bank Indonesia yang naik masih belum mampu menguatkan rupiah.

“Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate sebesar50 menjadi 5,25%,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (17/11/2022).

Adapun suku bunga deposit facility menjadi 4,5% dan suku bunga lending facility sebesar menjadi 6%.

Dengan demikian, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 175 bps hanya dalam waktu 4 bulan beruntun. BI juga menaikkan suku bunga dengan cukup agresif, 50 basis poin dalam 3 bulan beruntun.

Langkah BI tersebut belum mampu mendongkrak kinerja rupiah.

Selain itu, pasokan valuta asing, khususnya dolar AS yang tiris di dalam negeri menjadi salah satu penyebab loyonya rupiah. Ketika jumlah dolar di dalam negeri berkurang, dan permintaannya tinggi, harganya tentunya akan menanjak.

Masalah kelangkaan dolar AS ini juga diungkapkan langsung oleh Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti dalam pengumuman hasil RDG hari ini.

“Apa yang terjadi di global saat ini memang dolarshortage, dalam kondisi di manafed fund rate(suku bunga The Fed) terus mengalami peningkatan kemudian bondyield-nya tingginya sehingga mendorong arus balik dari US$ dollar dari beberapa negara emerging market termasuk Indonesia,” kata Destry.

Salah satu penyebab devisa tersebut tidak berada di dalam negeri yakni suku bunga valas yang kurang kompetitif. Eksportir pun lebih memilih menempatkan dolar-nya di luar negeri.

Destry juga mengakui devisa tersebut banyak yang parkir di luar negeri.

“Kepatuhan para eksportir untuk menempatkan dananya di rekening khusus sudah sangat baik, kurang lebih 93% itu kita sudah bisa men-trace dana tersebut dari hasil ekspor dengan menggunakan dokumen dari bea cukai. Nah, masalahnya dana tersebut tidak dalam berada di rekening khusus tersebut,” kata Destry.

Destry menambahkan suku bunga yang kalah kompetitif menjadi masalah yang membuat eksportir banyak memarkir dolarnya di luar negeri.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Artikel Selanjutnya


Rupiah Nyaris Rp 15.000/US$, Begini Suasana Money Changer

(ras/luc)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts