AS Biang Kerok, Rupiah Resmi Turun 3 Hari Berturut-turut

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah Fitch menurunkan rating surat utang AS dan data ketenagakerjaan AS yang masih ditunggu pasar.

Read More

Dilansir dari Refinitiv, Rupiah ditutup melemah 0,07% terhadap dolar AS ke level Rp 15.180/US$1. Pelemahan ini terjadi secara berturut-turut sejak 1 Agustus 2023.



Sentimen penggerak pasar dalam negeri datang dari faktor eksternal, khususnya AS.

Pada Rabu pagi waktu Indonesia, lembaga pemeringkat rating yakni Fitch Ratings mengumumkan untuk menurunkan peringkat surat utang AS dari AAA menjadi AA+ yang merupakan konsekuensi dari dampak persoalan plafon utang pada Mei lalu.

Penurunan atau downgrade peringkat utang AS dapat membuat ketidakpastian global kembali meninggi dan tentunya membuat volatilitas pasar semakin membesar, termasuk di pasar keuangan Indonesia.

Selain itu, sentimen lain yang bisa menggerakkan pasar hari ini adalah data tenaga kerja terbaru di AS.

Data terbaru menunjukkan bahwa sektor tenaga kerja masih cukup kuat dan dapat membuat The Fed belum akan merubah sikap hawkish-nya.

Perusahaan pemrosesan penggajian ADP melaporkan perolehan pekerjaan mencapai 324.000 pada bulan lalu, dengan 201.000 berasal dari pekerjaan perhotelan dan rekreasi. Itu jauh di atas 175.000 tambahan yang diperkirakan ekonomi Dow Jones.

Meski begitu, angka ini lebih rendah dari periode Juni lalu, di mana ada 455.000 lapangan kerja yang tersedia. Namun, masih ada beberapa data tenaga kerja di AS yang akan dirilis pada pekan ini, sehingga data-data berikutnya akan terus dipantau oleh pasar dan tentunya Bank Sentral AS (The Fed).

Hari ini, data klaim pengangguran yang berakhir pada pekan 29 Juli 2023 diprediksi bisa meningkat ke 227.000 dibandingkan sebelumnya di 221.000. Sementara besok akan rilis data penggajian selain di sektor pertanian atau non-farm payroll yang diperkirakan bisa turun ke 200.000 dari bulan sebelumnya 209.000. Serta, tingkat pengangguran di negeri paman Sam diharapkan bisa bertahan di level 3,6%.

Beralih ke benua biru, Inggris hari ini melalui Bank Sentral (Bank of England/BoE) akan mengumumkan hasil rapat pertemuan kebijakan moneter terbarunya.

Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan BoE akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bp menjadi 5,25%.

Kenaikan ini mungkin kembali terjadi setelah BoE mengejutkan pasar dengan peningkatan besar-besaran pada Juni lalu.

BoE yang diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga acuannya kembali hari ini juga disebabkan karena inflasi di Inggris masih cukup tinggi dan juga masih cukup jauh dari target yang ditetapkan sebesar 2%, meski inflasi Juni lalu sudah tampak mereda.

Dengan berbagai gempuran sentimen eksternal yang kurang baik, namun Indonesia dapat sedikit lebih tenang dengan kondisi fundamental yang cukup baik.

Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan optimis jika ketidakpastian ini hanya sementara.

“Mudah-mudahan sentimennya lebih bersifat temporer. Kondisi supply-demand valas di pasar domestik tetap terkendali, BI tetap akan berada di pasar untuk tetap memastikan keseimbangan supply-demand tersebut,” tutur Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Edi Susianto, kepada CNBC Indonesia.

Direktur Surat Utang Negara (SUN) Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan indikator ekonomi RI sangat baik sehingga bisa menjadi ‘senjata’ kuat untuk melawan gejolak eksternal.

Contohnya yakni inflasi yang terus melandai, pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, dan outlook defisit APBN 2023 yang lebih rendah yakni 2,28% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

‘Senjata’ ini diharapkan bisa kembali menarik investor saat kepanikan mereka reda.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Rupiah Menguat ke Rp 14.750/USD, Efek Investor “Buang” Dolar?

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts