Astaga, Harga Emas Berbalik Merana Pekan Ini, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas dunia pada perdagangan pekan ini terpantau ambles lebih dari 3%, diperberat oleh data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang masih cukup kuat.

Read More

Sepanjang pekan ini, harga emas ambruk 3,21% secara point-to-point (ptp). Pada penutupan perdagangan Jumat (4/2/2023) kemarin, harga emas acuan dunia di pasar spot tercatat US$ 1.865,5 per troy ons, ambles 2,45% dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Harga emas tertekan oleh laporan data ketenagakerjaan bulanan Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat dari perkirakan pada periode Januari 2023 dan memicu aksi ambil untung pada reli panjang logam kuning.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan gaji non-pertanian (non-payroll farm/NFP) melonjak menjadi 517.000, dari sebelumnya sebesar 260.000 pada Desember 2022.

Angka ini tentunya juga lebih tinggi dari perkiraan pasar dalam polling Dow Jones yang memperkirakan NFP AS turun menjadi 187.000.

Selain itu, data tingkat pengangguran AS periode Januari 2023 juga dilaporkan mengalami penurunan, yakni menjadi 3,4%, dari sebelumnya sebesar 3,5% pada Desember 2022.

Hal ini menandakan bahwa sektor tenaga kerja di Negeri Paman Sam masih cukup kuat meski sebelumnya ada ancaman resesi ekonomi global dan masih tingginya inflasi global.

Data tenaga kerja AS yang masih cukup kuat dapat membuat prospek pengurangan laju kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berkurang dan pasar kembali khawatir jika The Fed akan kembali agresif lagi.

Sebelumnya pada Rabu siang waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) ke kisaran 4,5% – 4,75%.

Hal ini berarti The Fed kembali memperlambat laju kenaikan setelah sebelumnya menaikkan 50 bp pada Desember 2022 dan 75 basis pada empat pertemuan sebelumnya.

Namun, The Fed tidak memberikan indikasi jeda yang akan datang dalam kenaikan suku bunga. Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa kebijakan perlu tetap restriktif untuk beberapa waktu dan bahwa para pejabat akan memerlukan bukti yang jauh lebih banyak untuk yakin bahwa inflasi berada di jalur yang menurun ke target 2%.

“Komite mengantisipasi bahwa kenaikan berkelanjutan dalam kisaran target akan sesuai untuk mencapai sikap kebijakan moneter yang cukup ketat guna mengembalikan inflasi menjadi 2 persen dari waktu ke waktu,” kata The Fed dalam pernyataannya, Rabu (1/2/2023) siang waktu setempat.

Para pejabat The Fed telah mengatakan bahwa data inflasi Oktober, November dan Desember 2022 yang stabil merupakan berita yang disambut baik. Namun mereka masih perlu menantikan lebih banyak data lagi, terutama terkait data ketenagakerjaan.

Dengan data tenaga kerja AS yang masih cukup kuat, maka The Fed bisa saja kembali makin agresif menaikkan suku bunga acuannya, jika The Fed hanya berfokus pada data tenaga kerja.

Namun sebaliknya, The Fed juga bisa terus memperlambat laju kenaikan suku bunga acuannya jika mereka juga melihat data ekonomi lainnya.

Data pekerjaan bulanan yang jauh lebih baik dari perkiraan mendorong indeks dolar AS. Kemarin, indeks dolar yang mengukur The Greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, terangkat 1,16% menjadi 102,93.

Alhasil, emas juga kurang diuntungkan dengan naiknya kembali sang greenback, karena keduanya memiliki korelasi negatif. Artinya, pergerakan emas dan dolar AS saling berlawanan.

Ketika dolar AS menguat, maka harga emas cenderung tertekan. Begitu pun sebaliknya ketika dolar AS melemah, maka harga emas cenderung meningkat.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Mayday Mayday! Harga Emas Ambrol Nyaris 2%

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts