Awal Pekan Bursa Asia Loyo, Cuma Nikkei yang Bergairah

Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup terkoreksi pada perdagangan Senin (21/11/2022) awal pekan ini, di tengah meningkatnya kembali kekhawatiran Covid-19 di China

Read More

Hanya indeks Nikkei 225 Jepang yang ditutup di zona hijau pada hari ini, yakni menguat 0,16% ke posisi 27.944,79.

Sedangkan sisanya berakhir di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup ambles 1,87% ke posisi 17.655,91, Shanghai Composite China melemah 0,39% ke 3.085,04, Straits Times Singapura terkoreksi 0,66% ke 3.250,62, ASX 200 Australia turun 0,17% ke 7.139,3, KOSPI Korea Selatan merosot 1,02% ke 2.419,5, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terdepresiasi 0,27% menjadi 7.063,25.

Dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga loan prime rate (LPR) acuannya hari ini.

Suku bunga LPR tenor satu tahun bertahan di level 3,65%, sedangkan LPR lima tahun berada di 4,3%. Hal ini sesuai dengan prediksi pasar dalam survei Reuters.

Sebelumnya, PBoC terakhir kali memangkas suku bunga LPR-nya pada Agustus lalu, sehingga PBoC telah menahan suku bunga acuanya selama 3 bulan terakhir.

Langkah PBoC ini terjadi di tengah banyaknya bank sentral yang telah bersikap hawkish dengan menaikkan suku bunga acuannya demi menjinakkan inflasi yang masih memanas.

Namun, mata uang yuan offshore melemah di 7,1376 terhadap dolar AS menjelang keputusan suku bunga PBoC pagi hari ini.

Masih dari China, pada Minggu kemarin, menemukan kematian baru pertamanya akibat Covid-19 dalam hampir setengah tahun. Hal ini terjadi tatkala langkah-langkah baru yang ketat diberlakukan di Beijing dan di seluruh negeri untuk menangkal gelombang infeksi terbaru.

Kematian pria Beijing berusia 87 tahun adalah yang pertama dilaporkan oleh Komisi Kesehatan Nasional sejak 26 Mei, sehingga jumlah total kematian menjadi 5.227. Sebelumnya, kematian terdeteksi di Shanghai dalam gelombang wabah pada musim panas lalu.

Sementara China memiliki tingkat vaksinasi keseluruhan lebih dari 92% untuk takaran satu dosis, jumlah itu jauh lebih rendah di kalangan orang tua. Ini terutama bagi golongan yang berusia di atas 80 tahun.

“Komisi tidak memberikan perincian tentang status vaksinasi orang yang meninggal,” lapor media Channel News Asia.

Hampir 3 tahun setelah pandemi, sementara sebagian besar dunia telah terbuka dan dampaknya terhadap ekonomi China mulai semakin terasa, Beijing justru tetap menutup perbatasannya dan melarang perjalanan bahkan di dalam negeri.

Di ibu kota Beijing, penduduk diberitahu untuk tidak melakukan perjalanan antardistrik kota, dan sejumlah besar restoran, toko, mal, gedung perkantoran. Sejumlah blok apartemen juga telah ditutup atau diisolasi.

Adapun, China pada Minggu kemarin mengumumkan 24.215 kasus baru. Kasus ini sebagian besar dari warga yang tidak merasakan gejala.

Di lain sisi, investor juga cenderung merespons negatif dari pernyataan beberapa pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang menyatakan bahwa kenaikan suku bunga masih akan terjadi dalam beberapa waktu kedepan.

Sejak Kamis pekan lalu, Presiden The Fed St Louis, James Bullard mengatakan dalam pidatonya Kamis bahwa “tingkat kebijakan belum berada di zona yang dapat dianggap cukup membatasi (tingginya inflasi).”

Sedangkan menurut pemimpin The Fed Boston, Susan Collins mengatakan bahwa dengan sedikit bukti tekanan harga berkurang. The Fed mungkin perlu memberikan kenaikan suku bunga 75 basis poin (bp) lagi ketika berupaya mengendalikan inflasi.

Kini, pasar menanti, mengamati, hingga mencerna berbagai pernyataan pejabat The Fed berkaitan dengan sinyal kenaikan suku bunga.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, probabilitas suku bunga naik 50 (bp) menjadi 4,25% – 4,5% pada Desember kini sebesar 75,8%, sementara naik 25 bp menjadi 4,5 – 4,75% sebesar 24,2%.

Saat pelaku pasar percaya bahwa The Fed akan tetap agresif, perdagangan saham-saham yang rentan terhadap resesi dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi patut dicermati.

Bank sentral Negeri Paman Sam tersebut juga mengakui sulit untuk menghindarkan perekonomian dari resesi atau soft landing.

Ketua The Fed, Jerome Powell menambahkan untuk bisa menghindarkan perekonomian AS dari resesi di 2023 adalah pekerjaan yang sangat berat, sebab suku bunga masih perlu dinaikkan tinggi guna meredam inflasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Bursa Asia Dibuka Bangkit, Kabar Baik Buat IHSG

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts