Banyak Kabar Positif, Rupiah Malah Loyo Pekan Ini


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Sepanjang pekan ini, pergerakan rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) malah loyo, padahal banyak sentimen positif yang mengalir ke Tanah Air.

Melansir data Refinitiv, sepanjang minggu yang berakhir Jumat (24/11/2023), mata uang Garuda melemah 0,46% ke posisi Rp15.560/US$. Pelemahan ini membuat rupiah mengakhiri tren penguatan yang sudah terjadi selama tiga minggu beruntun.


Kendati pekan ini melemah, sebenarnya tren besar rupiah sepanjang November ini masih dalam penguatan. Bulan ini mencatatkan tren penguatan yang cukup pesat sejak rupiah anjlok paling dalam di akhir bulan lalu nyaris ke Rp16.000/US$.

Tren penguatan rupiah bulan ini juga sejalan dengan sentimen makro yang positif megalir ke Tanah Air. Pertama dari global, dolar AS sudah mulai melandai, terlihat dari data kemarin, Jumat (25/11/2023), indeks DXY turun ke posisi 103,40, nilai ini menyusut dibandingkan posisi hari sebelumnya sebesar 103,77.

Pelemahan dolar AS terjadi lantaran efek inflasi yang melandai lebih baik dari perkiraan dan mendinginnya kondisi pasar tenaga kerja. Data terbaru hingga Oktober 2023, menunjukkan arah inflasi sudah makin melandai ke posisi 3,2% secara tahunan (yoy). Nilai tersebut lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,7% (yoy) dan proyeksi pasar yang melandai di 3,3% (yoy).

Sementara dari sisi pasar tenaga kerja yang mendingin tercermin dari data pekerjaan yang tercatat di luar sektor pertanian atau non-farm payroll hingga Oktober 2023 berada di angka 150.000, menyusut dari bulan sebelumnya sebesar 297.000 dan lebih rendah dari perkiraan pasar sebesar 180.000. Tingkat pengangguran juga sudah naik ke angka 3,9% dari sebelumnya 3,8%.

Kedua indikator tersebut menjadi kesatuan yang cukup memungkinkan prospek kebijakan moneter akan melunak paling tidak hingga akhir tahun ini. Menurut alat pemeringkat FedWatch Tool, peluang pemangku kebijakan dalam bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan kembali menahan suku bunga pada rapat FOMC 13 Desember 2023 mendatang sudah berada di 95,50%.

Beralih ke domestik, Bank Indonesia (BI) diketahui mempertahankan suku bunga acuan BI-7 day reverse repo rate, sebagai hasil rapat dewan gubernur pada 22-23 November 2023. BI rate dipertahankan di level 6%, sama seperti level saat kenaikan bulan lalu sebesar 25 basis points (bps) pada 19 Oktober 2023.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan ini tetap konsisten dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah pencegahan untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor atau imported inflation. Dengan demikian diharapkan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1% pada 2023 dan 2,5±1% pada 2024.

Ekonom senior sekaligus eks Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai ada sejumlah alasan di balik keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan pada level 6%.

Bambang meyakini BI tengah mencoba menyeimbangkan upaya menjaga pertumbuhan ekonomi pada sisa 2023 sembari menyiapkan landasan pertumbuhan ekonomi tahun depan.

“Saya lihat keputusan BI itu mencoba menyeimbangkan upaya untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di sisa waktu tahun 2023 ini dan juga menyiapkan landasan pertumbuhan ekonomi tahun depan, dan di sisi lain tetap menjaga agar inflasi dalam sasaran,” kata dia kepada CNBC Indonesia, Jumat, (24/11/2023).

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


The Fed Kerek Suku Bunga Lagi, Awas Rupiah Turun Hari Ini!

(tsn/tsn)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts