Boikot & Anti-Israel ‘Sukses’, Laba McDonald’s Nyusut di Q1 2024


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – McDonald’s melaporkan sedikit laba pada Kuartal I (Q1) 2024. Hal ini terjadi saat perusahaan makanan cepat saji itu dihantam boikot dengan tudingan terkait Israel, yang saat ini masih menyerang Gaza.

Dalam pengumuman Selasa (30/4/2024) waktu AS, laba pada Q1 2023 mencapai US$ 1,9 miliar (Rp 308 triliun). Ini ditopang oleh peningkatan pendapatan sebesar 5% menjadi US$ 6,2 miliar (Rp 1.000 triliun) akibat penjualan yang kuat di wilayah Jepang, Amerika Latin, dan Eropa.

CEO McDonald’s, Chris Kempczinski, mengakui bahwa boikot yang diberlakukan di Timur Tengah dan negara muslim lainnya telah menurunkan penjualan di kelompok negara itu. Bahkan, ini terjadi hingga 0,2%.

“Kami memperkirakan tidak akan ada perbaikan yang berarti dalam dampaknya sampai perang selesai,” katanya kepada para analis dikutip AFP.

Penjualan McDonald’s mengalami kemerosotan setelah waralabanya di Israel pada bulan Oktober mengumumkan bahwa mereka telah memberikan ribuan makanan gratis kepada tentara Israel. Langkah tersebut pun telah memicu boikot restoran waralaba itu di Timur Tengah.

Tak hanya itu, negara-negara Muslim seperti Malaysia dan Indonesia. Hal tersebut juga terjadi di beberapa wilayah di Eropa khususnya Perancis yang populasi Muslimnya tinggi.

“Sebagian besar restoran McDonald’s di Timur Tengah dioperasikan berdasarkan perjanjian waralaba di mana induk perusahaan tidak menginvestasikan modalnya,” kata McDonald’s dalam laporan sekuritasnya.

Sementara itu, selain boikot, penjualan McDonald’s juga terpengaruh oleh inflasi. Kempczinski menyebut hal ini telah mempengaruhi perilaku konsumen menjadi lebih sensitif terhadap harga.

“Konsumen semakin melakukan diskriminasi terhadap setiap dolar yang mereka belanjakan karena mereka menghadapi kenaikan harga dalam belanja sehari-hari, yang memberikan tekanan pada industri,” tambahnya.

Hal serupa juga disampaikan Chief Financial Officer McDonald’s Ian Borden. Ia mengatakan penjualan di Amerika Serikat dan banyak pasar besar lainnya tidak akan begitu kuat seiring data inflasi yang masih tinggi.

“Keterjangkauan jelas merupakan area dimana ekspektasi konsumen meningkat,” kata Borden. “Jelas (konsumen) terkena dampak inflasi terhadap seluruh barang dan jasa mereka.”

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Produk Populer di RI Ternyata Mesin Uang Orang Terkaya Israel

(sef/sef)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts