Bos Tambang Pusing, Harga Batu Bara Ambruk 60% Semester-I

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara terpantau kembali berada di zona hijaumenutup perdagangan akhir semester-I 2023 (30/6/2023). Data Refinitiv mencatat kontrak Juli di pasar ICE Newcastle ditutup pada posisi US$ 149,7 per ton, melesat 2,3%.

Read More

Sejak Senin (26/6/2023) harga batu bara telah melonjak 7,3%. Ini menjadi hari kelima hari peningkatan beruntun di tengah koreksi harga batu bara sejak awal tahun. Semester-I 2023 ini, batu bara telah terkoreksi dalam nyaris 60%, atau lebih tepatnya turun hingga 58%.

Faktor penurunan harga ’emas hitam’ sepanjang semester pertama ini datang dari Negeri Tirai Bambu. China sebagai konsumen batu bara terbesar masih mengalami tekanan perekonomian pasca kebijakan lockdown untuk menurunkan angka penyebaran pandemi.

Melansir TradingEconomics, permasalahan ini menyebabkan adanya kelebihan pasokan batu bara. Bahkan, pembangkit listrik berbasiskan batu bara China tercatat mengakumulasi stok tertinggi pada akhir Mei.

Banyaknya pasokan China tercermin dari aktivitas impornya yang mengalami penurunan pada Bulan Mei. Berkurangnya permintaan China menyebabkan persediaan global mengalami lonjakan signifikan.

Sementara itu, di Eropa, kelebihan stok dan permintaan musim dingin yang lebih rendah dari perkiraan telah menyebabkan impor batubara berkurang signifkan selama kuartal pertama tahun 2023.

Di tengah koreksi mendalam, harga batu bara mulai kembali menunjukkan penguatan dalam beberapa hari terakhir. Faktor penguatan tersebut didukung sentimen produksi baja China yang menunjukkan penguatan.

Sebagai informasi salah satu bahan baku produksi baja merupakan batu bara dengan kadar tinggi (high rank coal) atau biasa disebut coking coal. Mengutip wawancara CNBC Indonesia, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan”Coking coal atau high rank coal memang lebih banyak untuk keperluan industri besi baja yang basis teknologinya adalah smelter.”

Pada dasarnya, hukum supply-demand menjelaskan semakin tinggi persediaan dan permintaan menurun menyebabkan penurunan harga dan sebaliknya.

Berdasarkan hal tersebut, pergerakan harga batu bara masih akan cukup volatil yang ditengarahi berbagai faktor domestik maupun global.

Dari Indonesia sendiri sebagai salah satu negara eksportir batu bara terbesar, menetapkan target produksi batu bara berada di 695,4 juta ton.

Mengutip wawancara SInggih Widagdo, Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) dalam program MiningZone CNBC Indonesia, Beliau menyatakan penetapan target tersebut tidak perlu disesuaikan. Beliau menambahkan “Saya yakin tekanan harga juga tidak akan sampai turun di bawah 100, tapi juga tidak akan naik di atas 200.”

Singgih juga menambahkan kemungkinan harga dapat melampaui batas tersebut, apabila terjadi disrupsi pasar seperti perang Rusia Ukraina lalu.

Direktur PT Samindo Resources Tbk (MYOH), Gilbert Nisahpih juga mengatakan bahwa dari aspek keuangan mengalami penurunan yang disebabkan oleh penurunan harga batu bara. Namun dari sisi volume, kurang lebih masih tetap akan sama.

Gilbert menambahkan bahwa harga batu bara pada semester kedua akan bangkit yang didukung oleh peningkatan ekonomi China. Beliau juga memproyeksi akan terjadi El Nino yang berpotensi menyebabkan permintaan batu bara India juga akan mengalami peningkatan.

Secara kinerja keuangan, beliau melihat bahwa kinerja tahun 2022 mayoritas emiten batu bara yang sangat baik disebabkan sempat menyentuh sekitar US$400 per ton, sedangkan 2023 tidak akan sebaik itu. “Saya tidak tahu angka persisnya, tapi saya melihat (2023) akan separuhnya lah dibanding 2022,” ungkapnya.

Gilbert yakin bahwa di tengah penurunan tersebut perusahaan batu bara masih akan mendapat keuntungan, mengingat harga batu bara masih tetap tinggi di tengah koreksi dan beban produksi masih jauh di bawahnya. Ia menambahkan bahwa World Bank juga telah memproyeksi bahwa harga batu bara akan tetap tinggi hingga 2024 di US$150 per ton.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Breaking News! Harga Batu Bara Terbang 9% Lebih

(mza/mza)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts