Buang Dolar! BI Ajak Negara ASEAN Gunakan Mata Uang Lokal

Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia membawa misi khusus dalam Keketuaan ASEAN 2023. Salah satunya adalah mengajak negara-negara ASEAN untuk memanfaatkan mata uang lokal masing-masing saat bertransaksi atau local currency transaction (LCT), tak lagi harus mengkonversikan lagi ke dolar AS.

Read More

Direktur Eksekutif Departemen Internasional Rudy Brando Hutabarat mengatakan, pemanfaatan LCT ini merupakan salah satu dari tiga agenda prioritas yang BI bawa dalam ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (AFMGM) sepekan ini.

Dua agenda prioritas lain selain mendorong penerapan LCT adalah mendorong penggunaan bauran kebijakan atau policy mix dalam kebijakan moneter, serta mendorong konektivitas sistem pembayaran antar negara, seperti memanfaatkan QRIS.

“Yang ketiga bagaimana penggunaan LCT itu diberlakukan di negara-negara ASEAN. Itu tiga agenda prioritas yang ada di keketuaan ASEAN yang ada di jalur keuangan finance track yang diusung BI,” kata Rudy saat ditemui di JCC, Selasa (22/8/2023).

Khusus untuk pemanfaatan LCT yang otomatis akan semakin mereduksi penggunaan dolar AS saat bertransaksi, menurut Rudy, semakin penting saat ini karena akan membuat biaya transaksi menjadi murah antar negara-negara kawasan.

“Menjadi lebih efisien, jadi dari transaksinya bukan saja transaksi sekarang, misal dengan Malaysia tidak dulu konversi ke USD, baru kemudian Ringgit, tapi bisa langsung menjadi rupiah,” ucap Rudy.

Ketika seluruh transaksi antar negara semakin efisien atau murah, maka menurut Rudy produktivitas negara-negara di ASEAN otomatis juga akan meningkat, sehingga ujung-ujungnya juga akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi masing-masing negara di kawasan.

“Dan ini membuat transaksi efisien, kalau transaksi efisien maka produktivitas akan meningkat, kalau produktivitas akan meningkat, maka tentunya pertumbuhan ekonomi negara kawasan akan semakin meningkat,” tegasnya.

Selain mampu efisiensi biaya transaksi, Rudy menilai, LCT juga mampu membuat diversifikasi mata uang dalam bertransaksi. Dengan demikian, para pengusaha tidak lagi bergantung pada satu mata uang dominan, yakni dolar AS, sehingga harga produknya tidak akan terganggu ketika ada gejolak terhadap dolar.

“Jadi seperti yang kita ketahui kalau diversifikasi dilakukan maka risiko akan semakin menurun,” ucap Rudy.

Untuk kerja sama LCT di kawasan ASEAN, Indonesia sebetulnya baru menjalin kerja sama dengan Malaysia dan Thailand, sedangkan sisanya dengan Jepang dan China. Terbaru ada dengan Korea Selatan yang tinggal menunggu implementasi dan sosialisasi di masing-masing negara.

Hingga Juni 2023, transaksi yang menggunakan LCT setara dengan US$ 3,2 miliar. Nilai tersebut jauh lebih baik dibandingkan transaksi LCT sepanjang tahun lalu, yang baru mencapai US$ 4,1 miliar.

“Jadi kita perkiraan akan jauh melampaui 2022,” ungkap Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Selasa (25/7/2023).

Dari data BI, Desty mengatakan jumlah transaksi terbanyak mencapai 1,2 miliar atau 38% terjadi di Malaysia. Lalu diikuti oleh Jepang pada posisi kedua sebesar 23% dan Thailand 20%. Sementara itu, China yang biasa mendominasi justru berada di posisi terakhir karena ekonomi sedang melemah.

Destry pun mengungkapkan bahwa jumlah pengusaha yang menggunakan skema LCT juga bertambah. Tahun lalu, jumlahnya mencapai 1.741 pengusaha, baik skala besar dan kecil. Per Juni 2023, penggunanya telah bertambah hingga 2.014 pengusaha.

“Kami optimis ini akan terus bertambah karena sosialisasi makin baik dan intens,” kata Destry.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Wow! Asing Serbu RI Saat Amerika Ribut Soal Utang

(mij/mij)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts