Bukan Resesi & Perang, Hal Kecil Ini Bisa Bikin Dunia Chaos!

Jakarta, CNBC Indonesia – Memasuki 2023, isu resesi mulai meredup. Inflasi yang mulai menurun di berbagai negara membuat banyak ekonom, analis, hingga pelaku pasar melihat perekonomian akan lebih baik dari prediksi sebelumnya. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan sudah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 2,9%, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 2,7%.

Read More

Inflasi di berbagai negara sudah mulai mengalami penurunan mengikuti pergerakan harga energi. Perang Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung sampai saat ini tidak lagi membuat harga energi meroket.

Pelaku pasar pun semakin optimis perekonomian dunia akan cukup kuat setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,5% – 4,75%. Kenaikan tersebut lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 50 basis poin.

Bursa saham global langsung merespon positif langkah The Fed tersebut. Kekhawatiran akan resesi dunia 2023 seakan sirna. Namun, hal tersebut bisa jadi malapetaka baru, khususnya jika Amerika Serikat tidak mengalami resesi. Hal ini diungkapkan oleh analis JPMorgan, Mike Bell.

Bell menyebut, seandainya Amerika Serikat tidak mengalami resesi, dan kenaikan upah masih kuat, maka The Fed berpeluang terus menaikkan suku bunga, dipertahankan pada level tinggi dalam waktu yang lama.

Dengan kata lain, tidak ada pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.

Jika itu terjadi, dunia akan runyam kembali. Saat ini pasar melihat puncak suku bunga The Fed di 4.75% – 5% pada Maret nanti, artinya akan ada kenaikan suku bunga satu kali lagi sebesar 25 basis poin.

Selain itu, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat The Fed akan memangkas suku bunganya pada akhir 2023.

Ketika The Fed menaikkan suku bunga lebih tinggi lagi, maka pasar finansial akan bergejolak lagi. Aliran modal bisa kembali keluar dari negara emerging market seperti Indonesia, dolar AS menjadi perkasa lagi dan nilai tukar mata uang lainnya berisiko kembali terpuruk.

Guna menstabilkan nilai tukar, bank sentral negara lain tentunya akan ikut mengerek suku bunga, alhasil perekonomian akan kembali merosot.

Rilis data tenaga kerja AS Jumat lalu menjadi tanda buruk. Secara mengejutkan perekonomian Paman Sam mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 517 ribu orang sepanjang Januari, jauh lebih tinggi di atas survei Reuters sebanyak 185 ribu orang.

Kemudian, tingkat pengangguran yang diprediksi naik menjadi 3,6% malah turun menjadi 3,4%. Rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Pasar tenaga kerja yang kuat, begitu juga dengan rata-rata upah berisiko membuat inflasi semakin sulit turun ke target The Fed 2%. Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin satu langkah kecil The Fed dengan bertindak agresif lagi akan membuat dunia runyam kembali.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Tak Peduli PHK Massal, The Fed Bakal Terus Kerek Suku Bunga!

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts