Bukannya Menakuti, Awal Pekan Besok Bakal Berat!

Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar finansial Indonesia mencatat kinerja yang cukup bagi sepanjang pekan ini. Namun, di pekan depan perjalanan akan lebih berat, terutama pengaruh dari eksternal.

Read More

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat naik 0,18% ke 6.911,73, rupiah menguat 0,6% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.890/US$. Mata Uang Garuda bahkan berada di dekat level terkuat dalam nyaris 5 bulan terakhir.

Pasar obligasi juga kembali menarik bagi investor asing. Imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) turun 15,9 poin ke 6,568% yang menjadi level terendah sejak Maret 2022 lalu.

Untuk diketahui, harga obligasi berbanding terbalik dengan yield. Ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.

Saat harga naik, artinya permintaan sedang tinggi.

Bukti investor asing kembali tertarik dengan SBN terlihat dari capital inflow di pasar sekunder yang nyaris mencapai Rp 49,7 triliun sepanjang Januari lalu.

Besarnya inflow ke pasar obligasi sudah dimulai sejak November lalu, sejak pelaku pasar melihat bank sentral AS (The Fed) akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya, dan ternyata benar kejadian.

The Fed Kamis kemarin menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 4,5% – 4.75%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 50 basis poin.

Meski demikian, hal ini bisa saja berubah. Sebab pasar tenaga kerja AS masih sangat kuat, dan ini bisa berdampak pada pasar finansial Indonesia Senin (6/5/2023). IHSG, rupiah dan SBN berisiko terpuruk.

Secara mengejutkan perekonomian Paman Sam mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 517 ribu orang sepanjang Januari, berdasarkan data dari Departemen Tenaga Kerja AS. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi di atas survei Reuters sebanyak 185 ribu orang,

Kemudian, tingkat pengangguran yang diprediksi naik menjadi 3,6% malah turun menjadi 3,4%. Rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Pasar tenaga kerja yang kuat, begitu juga dengan rata-rata upah berisiko membuat inflasi semakin sulit turun ke target bank sentral AS (The Fed) sebesar 2%. Artinya ada risiko The Fed kembali akan agresif menaikkan suku bunga, dan dolar AS pun melesat lebih dari 1% pada perdagangan Jumat, membuatnya mencatat penguatan mingguan setelah menurun dalam 3 pekan beruntun.

Pergerakan the greenback tentunya bakal menekan rupiah besok. Kemudian bursa saham AS (Wall Street) rontok pada Jumat, yang memberikan sentimen negatif ke IHSG.

Yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun juga melesat 13,4 basis poin, dampaknya akan terasa di pasar SBN Senin besok.

Awal pekan yang bakal berat.

Besok dari dalam negeri akan dirilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03% year-on-year (yoy). Jika terealisasi, maka produk domestik bruto tersebut akan melambat dari pada kuartal III-2022 sebesar 5,72% ( yoy).

Data pertumbuhan ekonomi tersebut tentunya akan berdampak pada pergerakan pasar finansial Indonesia. Jika realisasinya di bawah 5% maka akan memberikan dampak negatif, sementara jika jauh di atas konsensus bisa memberikan dampak yang bagus.

Meski demikian, efeknya tidak akan berkepanjangan, alias hanya di awal pekan saja. Sebab pelaku pasar kini berfokus pada pertumbuhan ekonomi tahun ini. 2022 sudah lewat dan jadi masa lalu.

Beberapa indikator yang bisa menentukan arah perekonomian ke depannya akan dirilis pekan ini, dan akan memberikan dampak lebih panjang.

Data cadangan devisa yang akan dirilis pada hari Selasa bisa berdampak pada pergerakan rupiah. Seperti diketahui pemerintah sedang gencar berupaya menarik devisa hasil ekspor (DHE) yang banyak parkir di luar negeri. Jika sukses, maka cadanga devisa akan meningkat, dan berdampak positif ke rupiah.

Stabilitas rupiah akan menjadi sangat penting untuk mengarungi 2023. Bagi investor asing stabilitas rupiah akan memberikan kenyamanan berinvestasi, sebab meminimalisir kerugian kurs. Hal ini bisa memberikan dampak positif ke IHSG dan SBN.

Kemudian pada hari Rabu (8/2/2022) akan ada laporan tingkat keyakinan konsumen Indonesia. Pada bulan Desember angka indeksnya mencapai 120, dan jika meningkat artinya konsumen semakin optimistis, dan belanja rumah tangga bisa meningkat.

Mengingat konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 50% dari PDB, maka kenaikan tingkat keyakinan konsumen bisa memberkan sentimen positif.

Di hari yang sama, Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dijadwalkan akan merilis laporan keuangannya. Sebelumnya Bank Negara Indonesia (BBNI) dan Bank Central Asia (BBCA) mampu membukukan kinerja yang impresif.

Rilis laporan keuangan BBRI diharapkan mampu mendongkrak sektor finansial yang memiliki bobot paling besar di IHSG. Selanjutnya data penjualan ritel Januari akan dirilis pada hari Kamis. Data ini juga memberikan gambaran konsumsi di awal tahun, sehingga bisa menggerakkan pasar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Rupiah & IHSG Ambruk Berjamaah, Capital Outflow Berlanjut?

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts