BUMI Tetap Ganas Jadi Produsen Batu Bara Terbesar di Usia 50

Jakarta, CNBC Indonesia – PT Bumi Resources Tbk (BUMI) masih tercatat sukses mempertahankan statusnya sebagai emiten pertambangan batu bara terbesar di usianya yang menginjak 50 tahun pada pertengahan Juni 2023 ini.

Read More

Bahkan di tahun 2023 ini, BUMI masih berniat meningkatkan produksi batu bara dengan target di kisaran 75-80 juta ton. Usaha tersebut pun telah mendapat restu dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memproduksi batu bara hingga 81,35 juta ton.

Dari total target produksi itu, sebanyak 70% atau 52-55 juta ton di antaranya bakal dipenuhi dari anak usaha BUMI yaitu, PT Kaltim Prima Coal (KPC) dengan harga US$ 100-110 per ton. Sedangkan sisanya sebanyak 30% bakal dipenuhi dari PT Arutmin Indonesia.

Adapun sebagian produksi batu bara perusahaan itu diketahui akan difokuskan untuk suplai domestik terutama untuk PLN, dan 25% untuk ekspor.

Seperti diketahui, perjalanan BUMI menjadi yang terdepan sebagai produsen batu bara di tanah air bisa dibilang tidak selalu menemui jalan mulus. BUMI tercatat sempat jatuh bangun.

Awal berdiri, BUMI sendiri bernama PT Bumi Modern pada 1973 dengan fokus usaha yang bergerak di bidang industri perhotelan dan pariwisata. Sementara untuk kepemilikannya mayoritas saham masih dipegang oleh AJB Bumiputera.

Beberapa tahun kemudian, BUMI tercatat sukses melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya (saat ini menjadi Bursa Efek Indonesia) pada 1990.

Setelah itu, baru pada 1997 PT Bakrie Capital Indonesia mengambil alih 58,15% saham Perseroan dari Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Kemudian melalui RUPS Luar Biasa pada 31 Agustus 1998, diputuskan untuk mengubah bisnis utama Perseroan dari bidang perhotelan dan pariwisata menjadi bidang minyak, gas alam, dan pertambangan.

Taji BUMI sebagai produsen batu bara terbesar tanah air mulai terlihat semenjak perseroan melakukan akuisisi 80% saham PT Arutmin Indonesia (AI), produsen batu bara terbesar keempat di Indonesia pada November 2001. Tidak hanya itu, BUMI kemudian juga membeli 100% saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) pada Oktober 2003.

Masuknya Grup Bakrie disertai berbagai manuver membawa saham BUMI pada 2007 melesat dari Rp 890 per saham naik hampir 1.000 persen ke level tertingginya Rp 8.750 per saham pada Juni 2008.

Namun, kinerja BUMI kian merosot saat ada badai krisis ekonomi dunia dan melemahnya harga batu bara. Adapun pada 2011 harga batu bara dunia anjlok ke titik terendahnya di level US$49 per ton pada April 2016. Hal ini karena di Eropa tengah memulai penggunaan sumber energi lain yang lebih hijau untuk menghindari pemanasan global.

Lalu di sisi lain, utang BUMI juga terus membengkak hingga mencapai Rp 45 triliun di 2014. Alhasil saham BUMI pun terjun bebas hingga titik terendahnya di level Rp 50.

Untungnya, sosok Anthony Salim datang bak superhero menyelamatkan keuangan BUMI melalui ketertarikannya untuk memiliki saham BUMI dalam jumlah besar. Anthony masuk ke saham BUMI lewat Mach Energy Pte. Ltd. pada Oktober 2022 dengan menyerap private placement hingga maksimal Rp 24 triliun.

Anthony Salim menjadi penyelemat BUMI karena perusahaan juga sedang mencari pinjaman untuk refinancing utang yang jatuh tempo pada 11 Desember 2022 senilai US$ 1,56 miliar.

Terbukti, usai Anthony Salim masuk, utang BUMI terus dipangkas hingga lunas. Hal tersebut membuat lembaga pemeringkat Moody’s Investors Service mengubah outlook BUMI menjadi stabil, dari outlook under review.

Pemeringkatan ini mencerminkan peningkatan subtansial dalam struktur permodalan BUMI setelah pembayaran utang sekitar US$1,6 miliar dengan hasil penerbitan saham baru.

Hilirisasi

Selain andil menjadi produsen batu bara terbesar, BUMI juga terus konsisten ikut dalam proyek hilirisasi batu bara sebagai upaya adaptasi dan pengembangan bisnis. Yang terbaru BUMI saat ini sedang berencana menggandeng partner asal China. Saat ini pencarian partner masih berlangsung, dan proyek gasifikasi ini ditargetkan selesai konstruksi dalam tiga tahun setelah pembangunan dimulai.

Presiden Direktur PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Adika Nuraga mengatakan proyek hilirisasi ini akan dilakukan oleh dua anak usahanya yakni PT Kalrim Prima Coal (KPC) dan juga PT Arutmin Indonesia. Hingga saat ini kebutuhan investasi untuk proyek tersebut dalam perhitungan dan masih mencari stand by buyer. Saat ini perusahaan juga tengah melakukan uji kelayakan untuk proyek ini.

Meski demikian, dia memastikan penjualan amonium nitrat akan diprioritaskan untuk pasar dalam negeri. Seperti diketahui amonium nitrat bisa digunakan sebagai bahan baku pupuk, bahan baku peledak, atau produk turunan petrokimia lainnya.

“Sebagian besar akan menjadi amonium nitrat dengan penjualan prioritas di dalam negeri, sedangkan sisanya akan diserahkan pada open market,” ujar Adika dikutip Senin (26/6/2023).

Sebelumnya Adika mengatakan target groundbreaking proyek hilirisasi batu bara pada awal 2024. Semula kedua anak usaha BUMI ini berencana mengembangkan produk hilirisasi batu bara menjadi metanol.

Menurut Adika, perubahan produk hilirisasi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Salah satunya yakni pasar. Diketahui, perushaan juga sedang mengkaji terkait mitigasi emisi yang akan ditimbulkan oleh gasifikasi.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Video: Private Placement Lagi, Utang BUMI Lunas?

(dpu/dpu)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts