Bursa Asia Ditutup Merana, Kecuali Nikkei-Shanghai

Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup di zona merah pada perdagangan Selasa (6/12/2022), di tengah kekhawatiran bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) akan kembali bersikap agresif.

Read More

Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 0,4% ke posisi 19.441,18, Straits Times Singapura terkoreksi 0,46% ke 3.252,37, ASX 200 Australia terpangkas 0,47% ke 7.291,3, KOSPI Korea Selatan merosot 1,08% ke 2.393,16, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir ambles 1,36% menjadi 6.892,57.

Sedangkan untuk indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menguat 0,24% ke posisi 27.885,87 dan Shanghai Composite China naik tipis 0,02% menjadi 3.212,53.

Dari China, kebijakan ketat terkait Covid-19 perlahan-lahan mulai longgar, di mana Pemerintah Kota Beijing mengumumkan bahwa tes Covid tidak lagi diwajibkan untuk memasuki sebagian besar area publik, mal atau area perumahan, dan area publik lainnnya.

Secara terpisah, Reuters melaporkan bahwa China dapat mengumumkan pelonggaran lebih lanjut dari pembatasan Covid-19 paling cepat pada Rabu mendatang.

Laporan itu mengatakan akan ada 10 langkah baru selain 20 langkah yang dikeluarkan pada November. Tak hanya Beijing saja, beberapa kota di China telah melonggarkan aturan pengujian Covid dalam beberapa hari terakhir.

Jika China benar-benar konsisten memperlonggar kebijakan pembatasan Covid-19, maka bukan tidak mungkin perekonomian China akan kembali pulih.

Sementara itu dari Australia, bank sentral (Reserve Bank of Australia/RBA) kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 3,1% pada pertemuan hari ini, di mana kenaikan ini juga telah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.

Hal ini menjadi kenaikan suku bunga RBA kedelapan kalinya pada tahun ini dan kenaikan ketiga berturut-turut sebesar 25 bp sejak Oktober lalu.

Dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan November, RBA mengatakan “efek penuh” dari serangkaian kenaikan suku bunga ada di depan, menandakan bahwa kenaikan suku bunga RBA sepertinya masih belum berhenti hingga tahun depan.

Namun, inflasi di Australia tetap jauh di atas target RBA antara 2% dan 3%, meskipun sedikit berkurang pada Oktober lalu, menurut indikator harga konsumen bulanan RBA.

Di lain sisi, investor cenderung kembali khawatir akan sikap bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang akan agresif kembali setelah data tenaga kerja dan data aktivitas jasa yang masih terpantau cukup baik.

Survei Supply Management (ISM) menunjukkan bahwa PMI sektor jasa melompat ke 56,5 pada November 2022. Nilai tersebut jauh di atas ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan 53,3 ataupun 54,4 yang tercatat pada Oktober 2022.

Sebanyak 13 sektor jasa di AS tumbuh pesat, termasuk sektor konstruksi, kesehatan, dan perdagangan eceran. Tiga sektor terkontraksi yakni informasi, managemen perusahaan dan sektor jasa pendukung.

Lonjakan PMI sektor jasa ini menunjukkan aktivitas ekonomi AS masih kencang sehingga inflasi terancam masih tinggi. Kondisi ini tentu saja tidak diinginkan pelaku pasar karena bisa membuat The Fed mempertahankan kebijakan agresifnya.

Membaiknya data PMI sektor jasa menegaskan sinyal jika laju ekonomi AS masih kencang sehingga inflasi masih ‘panas’. Sehari sebelumnya, data tenaga kerja non-pertanian (non-farm payroll/NFP) juga menunjukan hasil yang di luar ekspektasi pasar.

AS melaporkan tambahan tenaga kerja mencapai 263.000 pada November 2022. Angka ini lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yakni 200.000.

Membaiknya dua data tersebut bisa membuat The Fed berbalik arah. Pelonggaran kebijakan moneter yang diharapkan pelaku pasar juga makin jauh.

Seperti diketahui, Chairman The Fed, Jerome Powell pekan lalu mengisyaratkan untuk menaikkan kebijakan suku bunga secara moderat. Pelaku pasar pun meyakini jika The Fed hanya akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) pada 14-15 Desember mendatang.

The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 375 bp menjadi 3,75-4,0% pada tahun ini, termasuk kenaikan sebesar 75 bp masing-masing pada empat pertemuan terakhir.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Sinyal Nggak Enak Buat IHSG Nih… Bursa Asia Loyo Lagi

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts