penyebabsakit.com

Bursa Saham Argentina Melesat Dekati Rekor, Wall Street Turun

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa saham Argentina (Merval) menguat cukup tajam pada perdagangan Senin (19/12/2022), sehari setelah Lionel Messi Cs berhasil menjadi juara pada Piala Dunia 2022.

Melansir data Refinitiv, di awal perdagangan waktu setempat indeks Merval naik 0,6% ke 166.089,14, mendekati lagi rekor tertinggi sepanjang masa di kisaran 171.462 yang dicapai pada awal Desember.

Kemenangan Argentina melawan Prancis di partai final tentunya disambut dengan suka cita.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Selain itu keberhasilan menjadi juara lagi setelah 36 tahun bisa berdampak positif ke perekonomian Argentina.

Makalah yang ditulis oleh Marco Mello dari University of Surrey Inggris menunjukkan negara pemenang piala dunia akan mendapat keuntungan peningkatan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,25% dalam dua kuartal setelah turnamen.

Melansir Bloomberg, kenaikan PDB tersebut ditopang oleh kenaikan ekspor karena pemenang mendapatkan visibilitas internasional yang lebih besar. Dalam risetnya, Mello melihat lonjakan ekspor terjadi saat Brasil menang Piala Dunia 2002.

Sementara itu bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street kembali melemah. Indeks Down Jones turun kurang dari 0,1%, S&P 500 turun 0,18%, Nasdaq memimpin penurunan sebesar 0,43%.

Perhatian pelaku pasar masih tertuju pada kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) Kamis pekan lalu sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% – 4,5%.

The Fed memang menaikkan suku bunga lebih rendah dari sebelumnya yakni 75 basis poin 4 kali berturut-turut, tetapi memproyeksikan suku bunga ke depannya berada di kisaran 5% – 5,25% dan akan dipertahankan hingga 2024.

Artinya, higher for longer. Bank sentral lainnya pun sama, tetap berkomitmen menaikkan suku bunga sampai inflasi menurun.

Alhasil, ancaman dunia resesi tahun depan kian nyata dan semakin dekat.

“Kebijakan moneter secara cepat menjadi restriktif sekarang, The Fed menaikkan suku bunga 400 basis poin dalam tempo 9 bulan. Risiko resesi akan semakin meninggi sekarang setelah Ketua The Fed Jerome Powell mengindikasikan kita harus bersiap untuk kenaikan selanjutnya,” kata Ed Moya, strategist pasar senior di Oanda dalam catatannya kepada klien yang dikutip CNBC International.

Powell sebelumnya mengatakan suku bunga akan terus dinaikkan, meski belakangan inflasi sudah mulai menurun.

“Data inflasi yang kita lihat pada Oktober dan November menunjukkan penurunan kenaikan harga secara bulanan. Tetapi masih diperlukan bukti yang substansial agar yakin inflasi berada pada jalur penurunan,” kata ketua The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers Kamis pekan lalu.

Pernyataan Powell tersebut mengindikasikan kampanye The Fed menurunkan inflasi masih jauh dari kata selesai, suku bunga meski sudah berada di level tertinggi dalam 15 tahun terakhir akan kembali dinaikkan dan ditahan pada level tinggi dalam waktu yang lama.

“Pada awal pekan (minggu lalu) kita memiliki harapan, melihat rilis data inflasi, kita akan berharap The Fed, dan beberapa bank sentral lainnya di dunia akan menjadi kurang hawkish, kata founder Bokeh Capital, Kim Forrest, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat pekan lalu.

Sebagai catatan, inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Amerika Serikat sudah mengalami penurunan 5 bulan beruntun, pada November tumbuh 7,1% year-on-year (yoy). Angka itu turun jauh dari puncaknya 9,1% pada Juni lalu yang merupakan level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir.

“Tetapi nyatanya tidak dan mereka dengan tegas memberikan pesan ke investor maupun konsumen jika bank sentral fokus untuk menurunkan inflasi secepatnya. Harapan jika perekonomian akan mengalami soft landing (pelambatan ekonomi yang tidak tajam) menjadi sirna,” kata Forrest.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Inflasi AS Masih Panas, Wall Street ‘Nyungsep’ di Pembukaan

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version