Cadangan Devisa RI Sudah Naik, Rupiah Tetap Keok!

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah melemah 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (7/12/2022), padahal cadangan devisa Indonesia akhirnya mengalami kenaikan.

Read More

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,1%, tetapi tidak lama langsung berbalik melemah 0,14% ke Rp 15.642/US$.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 15.635/US$, melemah 0,13% di pasar spot.

Bank Indonesia (BI) hari ini melaporkan cadangan devisa pada November naik sebesar US$ 3,8 miliar menjadi US$ 134 miliar. Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak Agustus 2021 lalu.

“Peningkatan posisi cadangan devisa pada November 2022 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penerimaan devisa migas,” tulis BI dalam keterangan resmi hari ini.


Sebelumnya cadangan devisa Indonesia mengalami penurunan dalam 7 bulan beruntun, digunakan BI untuk melakukan intervensi agar menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

“Kami intervensi dalam jumlah yang besar. Cadangan devisa kami turun dari US$ 139,9 miliar menjadi sekitar US$ 130,1 miliar,” papar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (21/11/2022).

Artinya, untuk melakukan intervensi demi stabilitas rupiah, BI menghabiskan cadangan devisa sebesar US$ 8,8 miliar.

Bahkan, jika dilihat sejak mencapai Rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar pada September lalu, nilainya sudah turun US$ 16,7 miliar.

Selain itu, devisa hasil ekspor (DHE) yang tidak ditempatkan di dalam negeri juga menjadi salah satu pemicu penurunan cadangan devisa.

Untuk diketahui, neraca perdagangan Indonesia sudah surplus dalam 30 bulan beruntun. Pada periode Januari – Oktober saja nilai surplusnya sebesar US$ 45 miliar, tetapi tidak tercermin dalam cadangan devisa Indonesia.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengakui devisa tersebut banyak yang parkir di luar negeri.

“Kepatuhan para eksportir untuk menempatkan dananya di rekening khusus sudah sangat baik, kurang lebih 93% itu kita sudah bisa men-trace dana tersebut dari hasil ekspor dengan menggunakan dokumen dari bea cukai. Nah, masalahnya dana tersebut tidak dalam berada di rekening khusus tersebut,” kata Destry saat pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) November lalu.

Destry menambahkan suku bunga yang kalah kompetitif menjadi masalah yang membuat eksportir banyak memarkir dolarnya di luar negeri.

“Kami lihat dan kami coba telaah, ternyata reward-nya itu atau pun interest rate kalah kompetitif, jadi sebenarnya masalah kompetisi. Pada kondisi normal mungkin diberikan rate relatif di bawah peer kita relatif masih oke, tetapi dengan kondisi sekarang pada saat dolar itu menjadi shortage dan negara-negara lain juga berusaha untuk menarik dolar sehingga dengan rate yang diberikan oleh perbankan saat ini menjadi tidak kompetitif,” tambahnya.

Ia menambahkan BI bersama kementerian, lembaga dan perbankan mencoba program khusus yang menarik bagi eksportir guna mau menempatkan valuta asingnya di dalam negeri.

Pemerintah dan BI telah sepakat menegakkan kembali memberlakukan sanksi untuk eksportir yang tidak menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri pada September lalu.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta BI untuk membuat kebijakan yang dapat menahan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri.

Masalah DHE yang parkir di luar negeri menjadi salah satu alasan tirisnya cadangan devisa. Padahal, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus 30 bulan beruntun. Bahkan, pada periode Januari – Oktober 2023 surplus tercatat sebesar US$ 45 miliar, sementara cadangan devisa malah terus menurun.

“Tentunya dari BI bisa buat sebuah mekanisme sehingga ada periode tertentu cadangan devisa yang bisa disimpan dan diamankan di dalam negeri,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai Sidang Kabinet Paripurna, Kantor Presiden, Selasa (6/12/2022).

Dengan mekanisme ini, pemerintah berharap bisa melihat hasil jelas dari devisa yang dihasilkan setelah neraca perdagangan domestik mencetak surplus selama 30 bulan berturut-turut.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Dolar Makin Perkasa, Rupiah Terkapar ke Atas Rp 15.000/USD

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts