Catat! Di RUU PPSK Tidak Ada Lagi Istilah ‘Bank Gagal’

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengganti istilah ‘Bank Gagal’ menjadi ‘Bank Dalam Resolusi. Istilah ini akan berlaku saat RUU PPSK resmi disahkan menjadi undang-undang.

Read More

Hal tersebut tertuang di dalam draft Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) yang sudah disepakati dan ditandatangani bersama oleh pemerintah dan Komisi XI DPR.

Di dalam draft terbaru RUU PPSK tertanggal 8 Desember 2022 yang diterima CNBC Indonesia, pemerintah mengganti istilah ‘Bank Gagal’ dengan istilah ‘Bank dalam Resolusi’. Berlaku saat RUU ini disahkan menjadi undang-undang.

Pengertian mengenai Bank dalam Resolusi, dimuat di dalam Pasal 1 ayat (7) pada bagian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Dijelaskan bahwa Bank dalam Resolusi adalah bank yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan oleh OJK sesuai dengan kewenangannya.

Tertulis dalam Pasal 337, dijelaskan bahwa pada saat undang-undang ini berlaku:

“Semua istilah ‘Bank Gagal’ dan ‘Bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan wewenang yang dimilikinya’, yang sudah ada sebelum undang-undang ini berlaku diganti menjadi ‘Bank dalam Resolusi’,” seperti dikutip Pasal 337 huruf C pada Jumat (9/12/2022).

Selain itu, di dalam RUU PPSK, pemerintah dan DPR juga menyepakati bahwa semua istilah ‘Bank Gagal yang Berdampak Sistemik’ yang sudah ada sebelum undang-undang ini berlaku, diganti menjadi ‘Bank Sistemik yang ditetapkan sebagai Bank dalam resolusi’.

Kemudian juga semua istilah ‘Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik’ yang sudah ada sebelum undang-undang ini berlaku diganti menjadi ‘Bank selain bank sistemik yang ditetapkan sebagai bank dalam resolusi’.

Adapun nantinya, LPS bertugas untuk merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan resolusi bank yang ditetapkan sebagai Bank dalam Resolusi.

Kewenangan LPS dalam menangani Bank Dalam Resolusi diantaranya mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS.

Selain itu, LPS juga berhak menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Dalam Resolusi, serta dapat meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank Dalam Resolusi, dengan pihak ketiga yang merugikan tersebut.

Adapun penanganan bank sistemik yang ditetapkan sebagai Bank Dalam Resolusi, dilakukan dengan melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.

“Penanganan Bank Dalam Resolusi hanya dapat dilakukan apabila pemegang saham Bank Dalam Resolusi telah menyetor modal paling sedikit 20% dari perkiraan biaya penanganan,” tulis Pasal 33 di dalam Bagian LPS.

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penanganan Bank Dalam Resolusi akan diatur dalam Peraturan LPS.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Sri Mulyani Jawab Kritik Soal Omnibus Law Keuangan, Simak!

(cap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts