Daftar Emiten Batu Bara RI yang Paling Cuan & Boncos

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga komoditas batu bara mengalami penurunan tajam pada hari Jumat (4/5/2023). Melansir Refinitiv, Ice Newcastle ambruk 5,5% ke US$ 170,65 per ton. Anjloknya harga batu bara acuan akan menjadi sentimen negatif yang akan berdampak langsung terhadap penurunan laba bersih emiten batu bara.

Read More

Sejak awal tahun 2023, harga batu bara telah mengalami penurunan 57% dari US$ 404. Harga batu bara sempat mengalami titik tertingginya pada September 2022, sehingga laba bersih emiten batu bara pada kuartal-IV 2022 cukup tinggi.

Laba Bersih Kuartal-I 2023 Emiten Batu Bara (dalam Miliar)

Data tersebut menunjukkan laba bersih emiten batu bara pada kuartal I 2023 dibanding kuartal-IV 2022 hampir seluruhnya menurun. Situasi tersebut sejalan dengan pergerakan harga batu bara yang berada di titik tertingginya pada kuartal tersebut.

Penurunan harga batu bara menyebabkan adanya harga jual (average selling price/ASP) dan juga berdampak pada volume permintaan. Namun, beban pokok penjualan atau cost of goods sold (COGS) setiap ton cenderung tidak dapat turun signifikan, karena beban tersebut akan beriringan dengan volume.

Berdasarkan hal tersebut, urutan perubahan laba bersih terburuk emiten pertambangan batu bara secara kuartalan (qoq) yaitu BUMI (-66%), PTBA (-55%), INDY (-54%), BYAN (-31%), ADRO (-31%), ABMM (-2%), UNTR (+4%).

Memang secara tahunan atau dibanding Kuartal-I 2022 mayoritas masih mengalami pertumbuhan. Hal tersebut didukung oleh fakta adanya larangan ekspor batu bara selama bulan Januari 2022 untuk memenuhi permintaan dalam negeri (DMO).

Pemenuhan DMO akan mengikuti harga domestik yang sudah ditentukan, sehingga ASP tidak dapat setinggi saat ekspor.

Secara tahunan atau kuartal-I 2022 dibanding kuartal-I 2023 urutan perubahan laba bersih terburuk emiten pertambangan batu bara secara kuartalan (qoq) yaitu PTBA (-49%), INDY (-18%), BYAN (+18,6%), ADRO (+19,4%), UNTR (+23%), BUMI (+45%), ABMM (+248%).

Kinerja emiten batu bara berkorelasi dengan harga batu bara acuan, sehingga perlu memperhatikan persediaan dan permintaan komoditas secara global.

Prospek Harga Batu Bara

Lonjakan harga pasir hitam disebabkan keterbatasan persediaan pasaca covid diperparah pecahnya perang Russia dan Ukraina.

Batu bara sempat bertahan lama di level US$ 400 sebelum turun pada awal tahun dan kini harganya kembali ke era sebelum perang dan mendekati pandemi Covid.

Harga batu bara sebenarnya sempat kembali melonjak dua pekan lalu setelah gelombang panas menghantam kawasan Asia.

Namun, kenaikan itu hanya sesaat dan batu bara kini kembali melemah karena sejumlah faktor. Di antaranya adalah kenaikan produksi di China dan India, ancaman resesi di Amerika Serikat (AS), diiringi ambruknya harga sumber energi subsitusi.

Produksi batu bara China dan India diperkirakan melonjak tahun ini sehingga permintaan impor bisa ditekan.

Produksi batu bara India menembus 893,08 juta ton pada tahun fiskal April 2022/Maret 2023. Produksi melonjak 23% dalam lima tahun terakhir.

Produksi batu bara China juga meningkat drastis mencatat rekor pada Maret dengan jumlah 417,22 juta ton, Jumlah itu setara dengan 13,46 juta ton per hari yang merupakan rekor tertinggi.

Harga sumber energi mulai dari minyak mentah hingga gas jeblok setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,0-5,25% pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (4/5/2023).

Kenaikan suku bunga terjadi di tengah krisis perbankan AS serta kekhawatiran terjadinya resesi. Hal itu dikhawatirkan membuat ekonomi AS terus melambat yang pada akhirnya berdampak kepada ekonomi global.

Jika ekonomi global melambat maka permintaan akan sumber energi akan berkurang.

Persediaan yang sudah mulai mengalami perbaikan ditambah kenaikan suku bunga yang mendorong penurunan permintaan menyebabkan suramnya prospek batu bara di masa depan.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Hah, United Tractors Buyback Saham Rp 3,1 T! Kenapa Ya?

(mza/mza)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts