Data Tenaga Kerja AS Masih Kuat, Wall Street Dibuka Ambles

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street dibuka cenderung tergelincir pada perdagangan Jumat (3/2/2023), karena investor mencerna data tenaga kerja AS yang masih cukup kuat dan beberapa rilis laporan pendapatan yang cenderung mengecewakan.

Read More

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dibuka melemah 0,3% ke posisi 33.951,699, S&P 500 ambles 1,1% ke 4.133,86, dan Nasdaq Composite ambruk 2,03% menjadi 11.953,44.

Investor menyerap laporan pekerjaan periode Januari 2023 yang jauh lebih kuat dari perkiraan. Berdasarkan data dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS, penggajian non-pertanian (non-payroll farm/NFP) melonjak menjadi 517.000, dari sebelumnya sebesar 260.000 pada Desember 2022.

Angka ini tentunya juga lebih tinggi dari perkiraan pasar dalam polling Dow Jones yang memperkirakan NFP AS turun menjadi 187.000.

Selain itu, data tingkat pengangguran AS periode Januari 2023 juga dilaporkan mengalami penurunan, yakni menjadi 3,4%, dari sebelumnya sebesar 3,5% pada Desember 2022.

Hal ini menandakan bahwa sektor tenaga kerja di Negeri Paman Sam masih cukup kuat meski sebelumnya ada ancaman resesi ekonomi global dan masih tingginya inflasi global.

“Hari ini benar-benar akan menjadi ujian apakah kita dapat melihat kabar baik dalam aliran data ekonomi sebagai kabar baik bagi pasar atau tidak. Reaksi pertama terhadap jumlah pekerjaan yang jauh lebih baik ini dibungkam. Jika kita melihat jumlah pekerjaan yang eksplosif seperti ini di tengah siklus pendakian, pasar akan runtuh. Sekarang kita mendekati akhir siklus pendakian, kabar baik dapat mulai dianggap sebagai kabar buruk,” kata Art Hogan dari B. Riley Financial, dikutip CNBC International.

Masih kuatnya data tenaga kerja AS terjadi setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan kembali suku bunga acuannya pada Kamis dini hari waktu Indonesia, di mana kenaikan ini tentunya sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.

The Fed menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) ke kisaran 4,5% – 4,75%. Hal ini berarti The Fed kembali memperlambat laju kenaikan setelah sebelumnya menaikkan 50 bp pada Desember 2022 dan 75 basis pada empat pertemuan sebelumnya.

Namun, The Fed tidak memberikan indikasi jeda yang akan datang dalam kenaikan suku bunga. Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa kebijakan perlu tetap restriktif untuk beberapa waktu dan bahwa para pejabat akan memerlukan bukti yang jauh lebih banyak untuk yakin bahwa inflasi berada di jalur yang menurun ke target 2%.

“Komite mengantisipasi bahwa kenaikan berkelanjutan dalam kisaran target akan sesuai untuk mencapai sikap kebijakan moneter yang cukup ketat guna mengembalikan inflasi menjadi 2 persen dari waktu ke waktu,” kata The Fed dalam pernyataannya, Rabu (1/2/2023) siang waktu setempat.

Para pejabat The Fed telah mengatakan bahwa data inflasi Oktober, November dan Desember 2022 yang stabil merupakan berita yang disambut baik. Namun mereka masuk perlu menantikan lebih banyak data lagi, terutama terkait data ketenagakerjaan.

Dengan data tenaga kerja AS yang masih cukup kuat, maka The Fed cenderung masih akan bersikap hawkish dan cenderung belum akan mengubah sikapnya menjadi dovish, meski sikapnya tersebut tidak seagresif pada tahun lalu.

Di lain sisi, koreksi Wall Street juga terjadi karena saham teknologi berbalik arah ke zona koreksi terkena aksi profit taking setelah saham teknologi sempat melesat ditopang oleh kenaikan suku bunga The Fed yang makin diperlambat.

Saham Alphabet ambles lebih dari 4% pada awal perdagangan, sedangkan saham Apple merosot lebih dari 2%, dan saham Amazon juga ambrol lebih dari 5%.

Ketiganya berjatuhan setelah melaporkan kinerja keuangan kuartal IV-2022 yang cenderung meleset dari prediksi pasar.

Tak hanya saham teknologi ‘trio A’ saja, saham non-teknologi seperti Ford dan Starbucks juga ambles setelah merilis laporan pendapatan kuartal IV-2022. Saham Ford ambruk 8,14% di awal perdagangan, sedangkan saham Starbucks tergelincir 3,73%.

Sementara itu, investor masih menanti rilis data aktivitas jasa AS pada periode Januari 2023, yang akan dirilis pada hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Investor Menanti Rilis Data Inflasi, Wall Street Dibuka Cerah

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts