Detik-detik Resesi, Bursa Asia Dibuka Beragam

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Senin (19/12/2022), di tengah terus meningkatnya kekhawatiran pasar akan potensi resesi global yang bakal terjadi di awal tahun depan.

Read More

Indeks Nikkei Jepang dibuka merosot 0,9%, ASX 200 Australia melemah 0,21%, Shanghai Composite China turun 0,11%, dan KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,39%.

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong dibuka menguat 0,47% dan Straits Times Singapura melesat 1%.

Dari China, pemerintah berjanji untuk menstabilkan ekonomi China pada tahun 2023 dan mempertahankan likuiditas yang cukup di pasar keuangan untuk memenuhi target utama, menurut sebuah pernyataan setelah Konferensi Kerja Ekonomi Pusat pengaturan anggaran tahunan pekan lalu.

Masih dari China, pemerintah kota Shanghai mengumumkan akan menutup kembali sebagian besar sekolah di kota tersebut pada hari ini, karena jumlah kasus Covid-19 yang kembali melonjak.

Sementara itu dari Jepang, pemerintah dan bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) berencana merevisi pernyataan yang berkomitmen pada target inflasi 2% sedini mungkin, menurut Kyodo News. BoJ pun akan mengadakan pertemuan kebijakan moneter pada Jumat akhir pekan ini.

Bursa Asia-Pasifik cenderung mengikuti pergerakan bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu, yang kembali terkoreksi, karena investor makin khawatir bahwa resesi bakal terjadi di AS dan berimbas ke global.

Pada Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup merosot 0,85%, S&P 500 ambles 1,12%, dan Nasdaq Composite terjerembab 0,97%.

Sepanjang pekan lalu, Dow Jones ambles 3,19%, sedangkan S&P 500 ambrol 3,47%, dan Nasdaq ambruk 3,93%.

Investor di AS masih mencerna kampanye bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menegaskan bahwa mereka masih akan bersikap hawkish selama inflasi belum mendekati target yang ditetapkan yakni sebesar 2%.

“Data inflasi yang kita lihat pada Oktober dan November lalu menunjukkan penurunan kenaikan harga secara bulanan. Tetapi masih diperlukan bukti yang substansial agar yakin inflasi berada pada jalur penurunan,” kata ketua The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers Kamis pekan lalu.

Pernyataan Powell tersebut mengindikasikan kampanye The Fed menurunkan inflasi masih jauh dari kata selesai, suku bunga meski sudah berada di level tertinggi dalam 15 tahun terakhir akan kembali dinaikkan dan ditahan pada level tinggi dalam waktu yang lama.

Alhasil, Wall Street rontok dua pekan beruntun.

Sebagai catatan, inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) AS sudah mengalami penurunan 5 bulan beruntun, pada November tumbuh 7,1% (year-on-year/yoy). Angka itu turun jauh dari puncaknya 9,1% pada Juni lalu yang merupakan level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir.

Isu resesi dunia tetap akan menjadi penggerak utama pasar finansial global hingga hari ini, termasuk di kawasan Asia-Pasifik.

AS dan Eropa diperkirakan akan mengalami resesi di kuartal I-2023 yang tentunya tinggal menghitung hari.

Median hasil survei dari Reuters menunjukkan kemungkinan resesi terjadi di Uni Eropa sebesar 78%, naik dari survei Oktober lalu sebesar 70%.

Sementara itu ekonom Bank of America memprediksi Negeri Paman Sam akan mengalami resesi di juga di kuartal I-2023, saat produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi 0,4%.

“Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi,” kata ekonom Bank of America, Savita Subramanian, sebagaimana dilansir Business Insider, akhir November lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Sinyal Nggak Enak Buat IHSG Nih… Bursa Asia Loyo Lagi

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts