Dibuat Deg-Degan Sama Pengangguran AS, Rupiah Merana

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah inflasi Indonesia naik dibandingkan periode sebelumnya dan sikap wait and see jelang pengumuman data pengangguran AS malam nanti.

Read More

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,07% terhadap dolar AS di angka Rp15.235/US$ pada hari Jumat (1/9/2023). Penguatan rupiah terhadap dolar AS ini mematahkan tren penguatan sejak Senin pekan ini. Sedangkan indeks dolar AS (DXY) justru mengalami pelemahan sebesar 0,11% ke posisi 103,51.

Secara mingguan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pekan ini menguat sebesar 0,36%. Penguatan pekan ini mematahkan tren pelemahan rupiah yang terjadi sejak 17 Juli secara mingguan, termasuk pelemahan sebesar 0,07% pada pekan lalu.



Pelemahan rupiah salah satunya disebabkan oleh meningkatnya inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan pada Agustus 2023 mencapai 3,27%. Inflasi ini lebih tinggi dibandingkan inflasi Juli 2023 sebesar 3,08%.

Jika dibandingkan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 institusi memperkirakan inflasi Agustus 2023 secara tahunan akan menembus 3,36% (year on year/yoy). Dengan kata lain, inflasi aktual lebih rendah dibandingkan konsensus pasar.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini mengatakan tingkat inflasi tahunan ini disumbang oleh transportasi yang meningkat 9,65% dengan andil 1,18%. Posisi kedua ada kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan beras sebagai pendorong. Inflasi beras pada Agustus 2023 tercatat sebesar 0,41% dan rokok kretek filter dengan andil sebesar 0,21%, serta bawang putih 0,08%.

Inflasi (yoy) mengalami kenaikan dibandingkan periode sebelumnya, namun hal ini masih sesuai target Bank Indonesia untuk inflasi 2023 yakni dikisaran 2-4%.

Meskipun terjadi pelemahan nilai tukar rupiah pada hari ini, tetapi Gubernur BI Perry Warjiyo tetap meyakini bahwa rupiah dapat mengalami penguatan khususnya di tahun 2024. Perkiraan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang telah ditetapkan BI untuk 2024 di kisaran Rp 14.600-Rp 15.100 per dolar AS.

Terdapat tiga hal yang Perry ungkapkan agar rupiah dapat menuju level optimistis Rp 14.600 per dolar AS, yakni potensi DHE yang mampu memperkuat cadangan devisa berkat regulasi dalam PP Nomor 36 Tahun 2023, kedua bilamana suku bunga Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed), yakni Fed Fund Rate (FFR) tak lagi naik hingga 2024, serta ketiga yaitu intervensi BI jika diperlukan.

Beralih ke faktor eksternal, saat ini ekonomi AS mengalami kelesuan dalam beberapa hal.

Data payrolls ADP menunjukkan pengusaha swasta menambah 177.000 pekerjaan pada Agustus. Jumlah tersebut jauh di bawah angka revisi pada Juli yaitu 371.000. Itu juga meleset dari perkiraan Dow Jones sebesar 200.000.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2023 menjadi 2,1% (secara tahunan) dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,4%.

Sedangkan jumlah lapangan pekerjaan baru JOLTS turun 338.000 menjadi 8,83 juta pada Juli 2023. Jumlah tersebut adalah yang terendah sejak Maret 2021 dan di bawah ekspektasi pasar sebesar 9,47 juta.

Jumlah warga AS yang mengajukan klaim pengangguran juga turun menjadi 228 ribu pada pekan yang berakhir pada 26 Agustus 2023, dari 232 ribu pada pekan sebelumnya.

Namun hal berbeda dari laporan Personal Consumer Expenditure (PCE) yang mengalami kenaikan menjadi 3,3% (yoy) pada Juli 2023, dari 3% pada Juni.

Kenaikan PCE ini tentu saja membuat pelaku pasar khawatir. Dengan PCE yang naik maka ada kemungkinan laju inflasi AS masih kencang ke depan. Alhasil, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) sulit melunak.

Investor pada hari ini atau Jumat malam waktu Indonesia juga akan mencermati data ekonomi AS terkait data tenaga kerja lagi yaitu angka pengangguran dan non-farm payroll untuk Agustus. Pelaku pasar memperkirakan tingkat pengangguran akan naik menjadi 3,8% pada Agustus dari 3,5% pada Juli. AS juga akan mengumumkan data non-farm payroll untuk Agustus.

Ketidakpastian jadi meningkat lagi di tengah penantian dua data tersebut karena ini menjadi pertimbangan utama bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) dalam menentukan kebijakan suku bunga pada September ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Ramai Negara ASEAN “Buang” Dolar AS, Rupiah Bisa Makin Jaya?

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts