Disinflasi AS Telah Dimulai, Rupiah ke Bawah Rp 15.100/US$

Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks dolar Amerika (AS) jeblok setelah presiden Fed Powell menyatakan bahwa proses disinflasi telah dimulai. Alhasil mata uang rupiah menguat begitupun dengan rata-rata mata uang Asia lainnya.

Read More

Nilai mata uang rupiah terapresiasi 0,30% ke Rp 15.095/US$ pada penutupan perdagangan Rabu (8/2/2023), melansir data Refinitiv. Sebelumnya rupiah terdepresiasi dua hari hari beruntun terdepresiasi 1,7% ke Rp 15.140/US$.


Penguatan tersebut juga salah satunya ditopang oleh rilis data cadangan devisa Indonesia yang tercatat masih kuat. Dimana akhir Januari 2023 mencapai 139,4 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2022 sebesar 137,2 miliar dolar AS.

Tak hanya sentimen dari dalam negeri. Dari global, Ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell menyatakan bahwa proses disinflasi telah dimulai. Sehingga pasar kembali merespon positif, bahwa masih ada harapan untuk The Fed segera melonggarkan kebijakan moneternya.

“Proses disinflasi, proses di mana inflasi mulai menurun sudah dimulai, dan ini dimulai dari sektor barang yang berkontribusi seperempat ke perekomian. Tetapi jalan masih panjang, dan ini baru tahap paling awal” kata Powell saat berbicara di Economic Club of Washington sebagaimana dikutip CNBC International.

Meskipun begitu, pasar tenaga kerja Amerika Serikat dan iklim bisnis yang masih kuat terus mewanti-wanti pelaku pasar untuk memperhatikan tingkat inflasi Amerika Serikat yang akan dirilis Selasa depan.

Saat ini, Inflasi inti Amerika Serikat berada di level 5,75%. Jika pada rilis inflasi yang akan datang inflasi menurun ini akan menjadi kabar  baik untuk pasar. Namun, sebaliknya jika inflasi inti malah menguat Th Fed bisa saja akan semakin agresif untuk menaikkan suku bunganya.

Bukan tanpa alasan, karena idealnya inflasi bisa terkendali di Amerika Serikat ketika suku bunga berada di atas tingkat inflasi inti nya. Perlu diketahui, suku bunga Amerika Serikat saat ini telah berada di kisaran 4,75 – 5,00%.

Hal ini pun sejalan dengan yang diungkapkan oleh Powell, bahwa The Fed akan terus bertindak sesuai data, yang mana jika data inflasi yang akan dirilis menunjukkan kenaikan, The Fed tak akan segan-segan untuk kembali mengetatkan kebijakan moneternya.

“Kenyataannya kami bertindak berdasarkan data. Jadi jika kita terus melihat data, misalnya pasar tenaga kerja yang kuat atau inflasi yang kembali meninggi, itu akan membuat kami kembali menaikkan suku bunga dan bisa saja lebih tinggi dari yang diprediksi sebelumnya,” ujar Powell.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Kabar Baik dari Amerika Bakal Jadi Petaka Bagi Rupiah!

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts