Ekonomi AS Pulih, Tapi Perbankan Raksasa Kok PHK! Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia – Raksasa perbankan di Amerika Serikat (AS) terus melakukan pemangkasan karyawan, meski perekonomian AS membaik tercermin dari melandainya inflasi dan bangkitnya ekonomi AS dari resesi teknikal. Apa penyebabnya?

Sejak perang Rusia-Ukraina mencuat pada 24 Februari silam, berdampak pada perekonomian negara di seluruh dunia, tidak terkecuali Amerika Serikat (AS). Melonjaknya harga energi dan komoditas membuat angka inflasi pun tidak terbendung.

Read More

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan angka inflasi AS sempat menyentuh puncaknya pada Mei lalu di di 9,1% secara tahunan (yoy). Akibatnya, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya untuk membawa angka inflasi ke target Fed di 2%.

Di sepanjang tahun ini, The Fed tercatat telah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 425 bps dan mengirim tingkat suku bunga The Fed berada di 4,25%-4,5%.

Bahkan, Fed telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 bps sebanyak empat kali berturut-turut tahun ini, mendorong biaya pinjaman ke level tertinggi baru sejak 2008.

Keagresifan Fed tersebut nyatanya membuahkan hasil. Saat ini, angka inflasi AS pun mulai melandai.

Departemen Tenagakerja Amerika Serikat (AS) pada Rabu (14/12/2022) telah merilis angka inflasi yang diukur dari Indeks Harga Konsumen (IHK) per November 2022 yang berada di 7,1% secara tahunan (yoy). Melandai dari bulan sebelumnya di 7,7% yoy. Hasil itu sekaligus menandai penurunan inflasi selama 5 bulan berturut-turut.

Angka inflasi tersebut juga berada di bawah konsensus analis Reuters dan Trading Economics yang memprediksikan angka inflasi akan berada di 7,3% secara tahunan.



Di sisi lainnya, keagresifan Fed tersebut membuat pertumbuhan ekonomi Negeri Star and Stripes sempat memasuki resesi secara teknikal karena mencatatkan pertumbuhan PDB minus secara dua kuartal beruntun.

US Bureau of Economic Analysis melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal I-2022, terkontraksi 1,6% (quarter-to-quarter/qtq). Lalu pada kuartal II-2022, ekonomi Negeri Paman Sam kembali terkontraksi 0,9% qtq.

Namun, pada kuartal III-2022, PDB AS sukses keluar dari zona resesi. PDB AS kuartal III-2022 mencapai 2,6%. Angka tersebut juga mengalahkan perkiraan pasar yang diprediksi hanya 2,4%.


Kendati AS berhasil bangkit dari resesi teknikal, tapi tampaknya pertumbuhan yang positif tersebut belum mampu untuk mendorong industri perbankan. Pasalnya, tingginya tingkat suku bunga acuan Fed tentu akan berimbas pada tingkat suku bunga perbankan. Sehingga, ketika tingkat suku bunga tinggi, jumlah orang yang mengajukan kredit akan menurun dan menggerus kinerja perbankan.

Selain itu, beberapa analis terkemuka memprediksikan bahwa resesi akan terjadi di AS pada tahun depan. Salah satunya, ekonom Bank of America memproyeksikan bahwa AS akan mengalami resesi di kuartal pertama tahun depan saat PDB terkontraksi 0,4%.

“Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi,” kata ekonom Bank of America, Savita Subramanian, sebagaimana dilansir Business Insider.

Akibatnya, para pemegang keputusan pun harus memutar cara untuk mempersiapkan perusahaannya untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global tahun depan di tengah tingginya tingkat suku bunga. Maka dari itu, salah satu langkah yang banyak diambil oleh perbankan big caps yakni dengan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Sejatinya, menjelang akhir tahun perbankan di AS biasanya melakukan evaluasi dan memangkas karyawan berkinerja kurang baik. Namun, tahun ini menjadi Gelombang PHK lebih besar.

Berikut daftar perbankan big caps yang melakukan perampingan karyawan:

Citigroup

Dilansir Business Times, Citigroup yang merupakan perbankan investasi asal AS memutuskan akan memberhentikan 50 bankir di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika (EMA).

Sebuah sumber mengatakan bahwa yang akan terdampak dari PHK tersebut merupakan karyawan yang berada di posisi direktur dan direktur pelaksana.

Selain itu, Citigroup juga menutup bisnis perbankannya di Korea Selatan dan mengakhiri perjanjian bisnis di Australia, Filipina, Thailand, Malaysia dan Bahrain.

Goldman Sachs

Seperti diwartakan CNBC International, bank investasi Goldman Sachs berencana memangkas karyawan hingga 8% karena bersiap menghadapi tekanan ekonomi yang lebih keras tahun depan.

PHK tersebut akan terjadi pada setiap divisi di bank tersebut dan diprediksikan akan terjadi pada Januari 2023. Fenomena tersebut terjadi menjelang konferensi untuk para pemegang saham, di mana Goldman Sachs akan mengumumkan target kinerjanya.

Direktur Utama Goldman Sachs David Solomon memberikan pernyataan pada pekan lalu dan mengindikasikan bahwa saat ini perusahaan ingin mengurangi pengeluaran.

“Kami terus melihat hambatan pada jalur pengeluaran kami, terutama dalam waktu dekat. Kami telah menjalankan rencana mitigasi pengeluaran tertentu, tapi akan membutuhkan waktu untuk menyadari manfaatnya. Pada akhirnya, kami akan tetap gesit dan kami akan mengukur perusahaan untuk mencerminkan peluang yang ditetapkan,” tuturnya dikutip CNBC International.

Sebenarnya, Goldman Sachs memang sudah beberapa kali melakukan PHK. Bahkan, perusahaan perbankan investasi tersebut mengembalikan tradisi pemberhentian karyawan tahunan, yang secara historis menargetkan antara 1% dan 5% karyawan yang berkinerja lebih rendah, di posisi di seluruh perusahaan.

Pada September silam, tercatat perusahaan sudah memberhentikan sekitar 500 pegawainya. Namun, dengan adanya rencana PHK pada Januari 2023, maka diprediksikan akan ada 4.000 pekerja yang akan kehilangan pekerjaan.

Morgan Stanley

Pada awal Desember 2022, Morgan Stanley menjadi perusahaan perbankan investasi terbaru yang mengungkapkan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 2% dari total tenaga kerjanya atau setara dengan 1.600 orang. Pengurangan karyawan tersebut menjadi yang terbesar sejak 2019 lalu.

Melansir CNBC International, jumlah karyawan telah melonjak 34% sejak kuartal pertama 2020 hingga kuartal ketiga tahun ini karena akuisisi E*Trade dan Eaton Vance pada 2020 silam. Fenomena PHK tersebut tetap menyisakan tenaga kerja hampir 20.000 karyawan lebih banyak jika dibandingkan dengan sebelum pandemi terjadi.

Para eksekutif pun memberi isyarat kehati-hatian mereka tentang tahun depan dan kemungkinan resesi akan tiba di banyak ekonomi utama dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Awas! Ini Bahaya Yang Mengintai Saat Suku Bunga Acuan Tinggi

(aaf/aaf)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts