Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru terjadi di tengah ekonomi AS yang bertumbuh di atas ekspektasi pasar.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka di angka Rp15.910/US$ atau menguat tipis 0,03%. Kendati demikian, hanya dalam waktu singkat, rupiah melemah dan menyentuh angka Rp15.920/US$.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 08.52 WIB menguat sebesar 0,03% menjadi 106,63. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (27/10/2023) yang berada di angka 106,60.
Gejolah rupiah hari ini diwarnai oleh hasil rilis data AS kemarin (26/10/2023). Perekonomian AS tumbuh sebesar 4,9% secara tahunan pada kuartal ketiga tahun 2023, terbesar sejak kuartal terakhir tahun 2021, di atas perkiraan pasar sebesar 4,3% dan ekspansi sebesar 2,1% pada kuartal kedua, menurut perkiraan awal.
Belanja konsumen naik 4%, terbesar sejak Triwulan ke-4 tahun 2021 (vs 0,8% di Triwulan ke-2 tahun 2023), dipimpin oleh konsumsi perumahan dan utilitas, layanan kesehatan, jasa keuangan dan asuransi, jasa makanan dan akomodasi, serta barang-barang tidak tahan lama (dipimpin oleh obat-obatan resep), barang dan kendaraan rekreasi.
Jumlah orang Amerika yang mengajukan tunjangan pengangguran naik 10.000 menjadi 210.000 pada pekan yang berakhir tanggal 21 Oktober, di atas ekspektasi pasar sebesar 208.000.
Meskipun naik di atas perkiraan median pasar, hasil tersebut tetap relatif dekat dengan level terendah dalam sembilan bulan dari minggu sebelumnya untuk mempertahankan bukti bahwa pasar tenaga kerja AS berada pada tingkat yang ketat secara historis, selaras dengan pendirian bank sentral AS (The Fed) bahwa suku bunga kemungkinan besar akan meningkat. dipertahankan lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.
Kedua data tersebut cukup memberikan tekanan bagi mata uang Garuda karena terlihat ekonomi AS masih cukup kuat dan panas dan berdampak pada inflasi yang tampak cukup sulit untuk diturunkan.
Selain itu, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun melejit bahkan mencapai 5% pada awal pekan ini yang merupakan posisi tertinggi sejak Juli 2007 dan saat ini US 10 treasury berada di 4,86%.
Kenaikan US Treasury tenor 10 tahun, yang dianggap sebagai tempat berlindung yang aman di tengah ketidakpastian perekonomian dan menjadi acuan biaya pinjaman di seluruh dunia, didorong oleh para investor yang memperkirakan pertumbuhan AS terus bertahan dalam menghadapi siklus kenaikan suku bunga agresif The Fed.
Akhirnya tekanan capital outflow yang terjadi di tanah air. Pekan lalu saja untuk data transaksi 16 – 19 Oktober 2023 yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI), investor asing di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp5,36 triliun terdiri dari jual neto Rp3,45 triliun di pasar SBN, jual neto Rp3,01 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp1,10 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Sementara derasnya capital outflow ini telah terjadi secara beruntun sejak minggu ke-4 September khususnya dalam data transaksi 25-27 September 2023 yang tercatat investor asing di pasar keuangan domestik jual neto Rp7,77 triliun terdiri dari jual neto Rp7,86 triliun di pasar SBN, jual neto Rp2,07 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp2,16 triliun di SRBI.
Kendati demikian, Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa depresiasi yang dialami masih dalam batas aman.
Menurut Jokowi, pelemahan rupiah yang terjadi masih aman untuk berbagai sektor mulai dari riil hingga perbankan. Lebih lanjut dirinya menyebut, depresiasi yang terjadi juga masih aman untuk inflasi.
“Kalau kita lihat presentase depresiasi mata uang kita masih aman,” kata Jokowi dalam pertemuan kemarin, Selasa (24/10/2023).
Selain itu, Jokowi juga menggarisbawahi ekonomi RI yang mampu tumbuh di atas 5% kala ekonomi dunia lain mengalami perlambatan, bahkan ada pula yang terkontraksi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer
(rev/rev)
Sumber: www.cnbcindonesia.com