Ekonomi Jepang Redup, Mayoritas Bursa Asia Ditutup ‘Berdarah’

Jakarta, CNBC IndonesiaBursa saham Asia-Pasifik terpantau ditutup mayoritas terkoreksi pada perdagangan Kamis (17/8/2023), hanya Shanghai Composite yang berada di zona hijau. Ini terjadi seiring dengan ‘berdarah-darahnya’ bursa saham Amerika Serikat (AS).

Read More

Indeks Nikkei 225 Tokyo anjlok 0,44%, Hang Seng Hong Kong turun tipis 0,01%, Shanghai Composite naik 0,43%, Straits Times Index Singapura ambles 0,45%, KOSPI Korea Selatan terjungkal 0,23%, ASX 200 Australia jatuh 0,68%.

Sebagai catatan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sendiri tak terpapar penurunan tersebut lantaran libur hari ini dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia (RI).

Pada penutupan perdagangan kemarin, Wall Street kompak ambrol di mana Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 0,52% menjadi 34.765,74, indeks S&P 500 menyusut 0,76% ke posisi 4.404,33, kemudian indeks Nasdaq Composite turun paling dalam dari yang lain sebesar 1,15% menuju 13.474,63.

Sektor perbankan masih melanjutkan pelemahan pada indeks S&P 500 sekitar 1%, dengan Bank of Amerika jadi paling laggard menyusut 2,2%. Saham NVIDIA juga terpantau melemah 1%, padahal selama dua hari sebelumnya naik akibat penantian hasil kinerja kuartalan dan perancang chip di minggu depan.

Ambrolnya bursa saham AS juga dipicu seiring risalah hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) menunjukkan sebagian besar pejabat lebih memprioritaskan pertarungan atas inflasi.

“Dengan inflasi yang masih jauh di atas tujuan jangka panjang Komite dan pasar tenaga kerja tetap ketat, sebagian besar peserta terus melihat risiko kenaikan yang signifikan terhadap inflasi dan tetap memerlukan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut,” ungkap risalah dalam pertemuan FOMC.

Hal tersebut makin menambah ketidakpastian di pasar, pasalnya the Fed melawan inflasi dengan menaikkan suku bunga. Oleh sebab itu, sikap bank sentral AS tersebut di proyeksi pasar masih bisa ketat lagi untuk pertemuan selanjutnya di sisa akhir tahun ini.

Hubungan kenaikan suku bunga acuan dengan sikap pasar yang volatile ini karena akan meningkatkan ongkos pinjaman. Dengan begitu, beban perusahaan akan meningkat dan bisa menghambat ekspansi, bahkan bisa sampai menggerus profitabilitas.

Melansir dari perangkat CME FedWatch Tool memperkirakan probabilitas kenaikan suku bunga pada pertemuan the Fed selanjutnya semakin meningkat jadi 88,5% dibandingkan pada 14 Juli 2023 lalu sebesar 83,6%.

Sebagai informasi, the Fed pada bulan lalu telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke posisi 5,25% – 5,00%, merupakan yang tertinggi selama lebih dari 22 tahun dengan target bisa melawan inflasi ke angka 2%.

Hari ini, bursa Asia juga mendapat angin tak sedap dari data neraca perdagangan Jepang.

Jepang membukukan penurunan ekspor bulanan pertama dalam lebih dari 2 tahun, karena permintaan yang lebih lemah di mitra dagang terbesarnya di China dan seluruh Asia meredupkan prospek pertumbuhan ekonomi terbesar ketiga di dunia itu.

Ekspor turun 0,3% pada Juli dari tahun sebelumnya untuk pertama kalinya sejak Februari 2021, menurut data sementara yang dirilis Kamis oleh Kementerian Keuangan Jepang. Ekspor ke Asia anjlok hampir 37%, sementara ekspor ke China berkontraksi 13,4% dalam penurunan bulanan kedelapan berturut-turut, menggarisbawahi besarnya perlambatan di daratan.

“Untungnya saat ini, [kelemahan ekspor China] sepenuhnya diimbangi dengan peningkatan ekspor ke AS dan Eropa, tetapi seperti yang Anda ketahui, ada banyak ketidakpastian terkait ekonomi AS dan Eropa,” Sayuri Shirai, seorang ekonomi profesor di Universitas Keio dikutip dari CNBC International.

Permintaan domestik Jepang tidak menunjukkan perbaikan yang berarti, ditegaskan oleh impor yang merosot 13,5% di bulan Juli. Angka ekspor dan impor sedikit lebih baik dari yang diharapkan, meskipun Jepang mengalami defisit perdagangan sebesar 78,7 miliar yen (539,6 juta dolar), jauh di bawah estimasi median untuk surplus 24,6 miliar yen.

Lonjakan impor telah mendorong pertumbuhan sementara 6% di Jepang pada kuartal kedua, meskipun para ekonom memperkirakan permintaan global akan melemah pada paruh kedua tahun ini.

Perdana Menteri China Li Qiang mengatakan bahwa Jepang akan bekerja untuk mencapai target ekonomi untuk tahun ini. Pernyataannya muncul di balik serangkaian data ekonomi yang jauh dari harapan, yang mendorong para ekonom untuk memperingatkan bahwa China mungkin tidak dapat mencapai target pertumbuhan 5%.

Ditambah dengan permintaan domestik yang goyah, Bank of Japan tidak mungkin memiliki dorongan untuk menjauh dari kebijakan moneter ultra-longgar yang bertujuan untuk mereflasi ekonomi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Was-Was dengan Kondisi AS, Bursa Asia Langsung Kebakaran

(aum/aum)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts