Ekonomi RI Melambat & PHK Massal Berlanjut, Rupiah Keok Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah membuka perdagangan dengan melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin (12/12/2022). Berdasarkan data Refintiv, rupiah melemah 0,05% ke Rp 15.590/US$. Bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan suku bunga di pekan ini menjadi fokus utama.

Read More

Hasil survei yang dilakukan Reuters pada periode 2 – 8 Desember terhadap 84 ekonom, semuanya memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga 50 basis poin pada Kamis (15/12/2022) dini hari.

Artinya, laju kenaikan suku bunga mengendur dari sebelumnya berturut-turut 75 basis poin.

Hal ini bisa memberikan dampak positif ke rupiah, apalagi jika ada indikasi suku bunga The Fed di tahun depan tidak sampai 5%.

Namun ada kabar buruk dari dalam negeri. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2022 berpotensi melambat. Angkanya bisa di bawah 5% secara tahunan.

“Kita lagi estimasi, tapi kurang lebih di sekitar 5% atau sedikit di bawah 5%,” kata Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu saat ditemui di kawasan DPR RI, Jakarta, Kamis (8/12/2022).

Proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal-IV ini dipengaruhi oleh semakin beratnya tantangan perekonomian pada akhir tahun, terutama dari sisi global. Perlambatan ekonomi global itu menurutnya makin berdampak ke dalam negeri.

Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meramalkan bahwa gelombang PHK tidak akan berhenti. Alih-alih berhenti, dia justru menilai akan ada fenomena PHK besar ke depannya.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melalui keterangan tertulis, dikutip Sabtu (10/12/2022). Menurutnya, penyebab gelombang PHK ini adalah situasi dunia yang kian memburuk dikhawatirkan akan memukul perekonomian dalam negeri dan berujung kepada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dia menilai pemburukan dari dampak Pandemi Covid-19 terhadap perekonomian yang belum berakhir ini semakin diperparah dengan lonjakan inflasi yang tinggi, pengetatan likuiditas dan suku bunga yang tinggi, stagflasi, gejolak geopolitik, climate change, serta krisis yang terjadi pada sektor energi, pangan, dan finansial.

“Tekanan capital outflow, depresiasi nilai rupiah, serta penurunan ekspor dan kinerja manufaktur yang berpotensi meningkatkan PHK menjadi dampak risiko eksternal yang harus mendapatkan perhatian lebih untuk diantisipasi,” tegas Airlangga.

Airlangga bahkan berpendapat, ketidakpastian yang tinggi akibat dari kondisi ini juga telah menempatkan perekonomian global berada dalam pusaran badai yang sempurna, the perfect storm, sehingga mengakibatkan munculnya ancaman resesi global pada 2023.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Dolar Makin Perkasa, Rupiah Terkapar ke Atas Rp 15.000/USD

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts