penyebabsakit.com

Ekonomi RI Tampak Baik-baik Saja, Kok Rupiah Makin Parah?

Jakarta, CNBC Indonesia – Kurs rupiah masih terus tertekan hingga saat ini. Bahkan berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia per hari ini, rupiah telah bertengger di level Rp 15.692 per dolar AS, terus naik dari hari sebelumnya di level Rp 15.687.

Senior Quantitative Analyst Bank Mandiri Reny Eka Putri menjelaskan, melemahnya nilai tukar rupiah ini tak ada alasan lain selain disebabkan tekanan eksternal. Sebab, dari sisi indikator-indikator ekonomi domestik seluruhnya masih terbilang bagus.

“Jadi kalau kita perhatikan saat ini tekanan eksternalnya masih cukup tinggi ya,” kata Reny saat dihubungi Jumat (18/11/2022).

Kinclongnya data-data perekonomian domestik itu diantaranya neraca perdagangan yang sudah 30 bulan berturut-turut dalam kondisi surplus. Hingga Oktober 2022 pun surplusnya sebesar US$ 5,67 miliar, lebih tinggi dibanding posisi bulan sebelumnya US$ 4,99 miliar.

Pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III – 2022 pun sebesar 5,72 persen, lebih tinggi dari posisi kuartal II – 2022 yang sebesar 5,44 persen dan kuartal I – 2022 yang hanya 5,01 persen. Posisi cadangan devisa kata Reny juga masih cukup kuat sebesar US$ 130,8 miliar untuk stabilisasi nilai tukaru rupiah dan pembayaran utang luar negeri maupun impor.

Di sisi lain, BI juga telah bergerak agresif untuk merespons naiknya ekspektasi inflasi dan inflasi inti di Indonesia dengan menaikkan suku bunga acuan hingga kini di level 5,25 persen. Langkah itu juga ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

“Sebenarnya di sini bisa dikatakan justru dapat menjadi penopang ke rupiah, namun ternyata sentimen eksternal itu lebih mendominasi ya,” ujar Reny.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Dengan data-data itu, Reny berpendapat, sebetulnya rentang pergerakan rupiah yang idealnya bergerak di level Rp 15.200 – Rp 15.400 per dolar AS saat ini. Bahkan ini bisa bertahan hingga tahun depan jika kondisi ekonomi global membaik.

Kendati demikian, Reny menegaskan, tekanan eksternal yang mendorong pelaku pasar saat ini untuk terus berburu dolar sebagai salah satu aset yang dikenal dengan safe heaven currency dapat membuat rupiah kian melemah di rentang Rp 15.600 – Rp 15.700 per dolar AS.

Faktor eksternal itu diantaranya tensi geopolitik yang tak kunjung reda, seperti yang disebabkan perang antara Rusia dan Ukraina. Saat KTT G20 berlangsung pun masih terjadi ketegangan-ketegangan bersenjata seperti jatuhnya rudal di Polandia hingga penggunaan senjata nuklir dalam perang.

“Konflik geopolitik, perang Rusia Ukraina, juga belum berakhir. Ini juga ke depannya diperkirakan rantai pasokan globalnya masih akan terganggu, momen inflasi tinggi itu masih akan terjadi,” kata Reny.

Akibat kondisi itu, bank sentral negara-negara maju, khususnya AS terus menaikkan suku bunga acuannya untuk meredam tingkat inflasi. Fed Fund Rate pun kini telah bertengger di level 3,75 persen – 4 persen.

“Kemarin memang sempat terjadi penurunan inflasi AS yang ke 7,7 persen. Itu tapi dinilai hanya sesaat, jadi sebetulnya momen inflasi tinggi itu masih terus terjadi sehingga ke depannya kemungkinan The Fed juga masih akan menaikkan suku bunga,” ujar Renny.

Meski begitu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menekankan, pelemahan rupiah yang kini terus terjadi cenderung masih lebih baik dibanding negara-negara lainnya di kawasan Asia.

Tingkat depresiasi rupiah terhadap dolar AS masih 8,65 persen sepanjang tahun ini hingga Rabu (16/11/2022). Sedangkan negara lain seperti seperti Korea Selatan 10,30 persen (ytd) dan Filipina 11,10 persen (ytd).

“Tekanan terhadap Rupiah sebenarnya masih tergolong ringan dibanding negara EM lain yang banyak pelemahannya sudah double digit,” ujar Sumual.

Namun begitu, Sumual menekankan, selisih antara tingkat suku bunga acuan BI dengan The Fed saat ini memang harus terus dijaga rentangnya. Menurut dia, BI harus terus menjaga daya tarik imbal hasil dalam negeri melalui kebijakan suku bunga itu untuk menjaga stabilitas rupiah.

“Spread antara suku bunga rupiah dan dolar AS harus dijaga tetap menarik di tengah masih berlanjutnya ekspektasi kenaikan Fed rate. Mungkin perlu belasan persen tapi itu akan sangat menekan sektor riil,” kata Sumual.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Rupiah Nyaris Rp 15.000/US$, Begini Suasana Money Changer

(mij/mij)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version