Hakim Salah, Kasus Indosurya Pidana! Ini Alasannya

Jakarta, CNBC Indonesia – Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan mengapa kasus penipuan dan penggelapan dana investasi masyarakat oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya tak bisa dibawa ke ranah perdata.

Read More

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung I Ketut Sumedana, Indosurya dijerat hukum podana karena jumlah nasabahnya yang besar. Terlebih, sebagian besar nasabah sejak awal menyatakan bukan sebagai anggota Koperasi, tapi lebih ke pada korban investasi bodong. Indosurya diketahui tidak memiliki legal standing untuk berpoerasi sebagai Koperasi dengan jumlah anggota dan besaran investasi yang tidak masuk akal.

“Sehingga murni para pelaku tersebut memang sengaja memanfaatkan celah hukum, yang sejatinya adalah penipuan investasi yang berkedok koperasi, terlebih lagi dengan merekrut para nasabah diimingi bunga tinggi,” ujarnya, dikutip pada Selasa, (7/2/2023).

Ketut menambahkan, pemanfaatan celah hukum sengaja dilakukan oleh para pelaku untuk membebaskan diri dari perizinan perbankan dan proses pengawasan OJK. Sedangkan dengan status koperasi yang disandang hanya diwajibkan membuat laporan tahunan ke Kementrian Koperasi dan UKM.

Ketut menambahkan, setelah ditelusuri kondisi keuangan KSP Indosurya tersebut, setelah dihimpun dari masyarakat tidak ada kejelasan reinvestasi yang dilakukan investasi bodong ini. Ada ke cenderungan para pelaku sengaja mengaburkan pembukuan dan jumlah anggota/ nasabah sehingga asset yang dapat diselamatkan pada saat proses penyidikan tidak lebih dari 10% dari kerugian masyarakat sebesar Rp 106 Triliun.

Dengan demikian, para pelaku juga didakwakan tindak pidana pencucian uang karena ada dugaan uang tersebut dikaburkan atau dibawa kabur keluar negeri atau ditempatkan dalam bentuk investasi lain, persepsi inilah harus diluruskan, bahwa apa yang dilakukan KSP Indosurya sudah melenceng dari fungsi dan wadah perkumpulan untuk mensejahterakan anggotanya, apalagi kebanyakan dari nasabah tidak pernah diajak untuk RAT (Rapat Anggota Tahunan) sebagai pemegang keputusan tertinggi dari Koperasi, akan tetapi uang yang dikumpulkan dikelola untuk kepentingan para pelaku.

Ketut menambahkan, apabila kasus tersebut dikaitkan dengan perbuatan perdata, maka gagal bayar dari KSP Indosurya sejak tahun 2020 tidak bisa dikategorikan wanprestasi. Bukan saja karena jumlah yang banyak yang tidak bisa dibayar, tetapi juga penelusuran aset-aset KSP Indosurya sebagian besar tidak diketahui, dan proses PKPU terhadap KSP Indosurya telah dilakukan yang putusannya aset KSP Indosurya agar diserahkan kepada para nasabah, sampai saat ini tidak bisa dilaksanakan karena minimnya aset-aset yang dapat disita.

“Sehingga majelis hakim dalam hal ini sangat keliru menerapkan peraturan perundang-undangan yang memandang kasus tersebut sebagai perbuatan perdata para pelaku sebagai alasan kenapa harus kasasi,” terang dia.

Sebelumnya, Terdakwa Kasus Indosruya Henry Surya didakwa jaksa melanggar Pasal 46 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 juncto Pasal 55 Ayat (1), juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP atau Pasal 378 juncto pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP atau Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Ia juga dijerat Pasal 3, Pasal 4, juncto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberatan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun, lantaran tindakan eks petinggi KSP Indosurya itu bukan merupakan ranah pidana, majelis hakim memutuskan agar Henry Surya dilepaskan dari segala tuntutan jaksa.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Ini Profil Hakim Yang ‘Bebasin’ Penipu Terbesar di RI

(Mentari Puspadini/ayh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts