Harta Prajogo Lewati Hartono, Bukti Saham BREN Kelewat Mahal


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Taipan petrokimia RI Prajogo Pengestu belum lama ini merebut takhta orang terkaya RI. Dirinya sukses melangkahi tiga konglomerat secara bersamaan, yakni pemilik Bank BCA (BBCA) Robert Budi Hartono dan Michael Hartono serta raja batu bara RI pemilik Bayan Resources (BYAN) Low Tuck Kwong.

Kenaikan harta Prajogo ditopang oleh terbangnya secara gila-gilaan harga saham yang dimiliki olehnya. Tahun ini harga saham Chandra Asri Petrochemical (TPIA) tercatat naik 12%, sedangkan Barito Pacific (BRPT) sempat naik nyaris 100% menyentuh harga tertinggi di Rp 1.485/saham walaupun belakangan mulai kembali turun perlahan.

Meski demikian, kenaikan tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dua emiten lain miliknya yang baru mulai melantai tahun ini. Emiten batu bara Petrindo Jaya Kreasi (CUAN) yang ditawarkan di harga Rp 220 per saham kala IPO harganya sempat melambung ke Rp 7.000 per saham, atau terbang 3.081%. CUAN pun kini menjadi salah satu emiten batu bara paling berharga di bursa, melangkahi kapitalisasi pasar raksasa batu bara seperti PTBA hingga ITMG, dengan kinerja keuangan yang jauh di bawahnya.

Terakhir, tentu telur emas milik Prajogo yang mengantarkan dirinya ke kasta tertinggi orang paling kaya di RI datang dari Barito Renewables Energi (BREN) yang kapitalisasinya sempat melonjak Rp 804 triliun, kurang dari dua bulan sejak melantai di bursa. BREN ditawarkan Rp 780 per saham kala IPO dengan kapitalisasi Rp 104 triliun, lalu harganya sempat melonjak 772% ke Rp 6.800 dengan valuasi Rp 909,7 triliun dan hanya kalah dari BBCA milik duo Hartono.

Secara kolektif, keempat saham milik Prajogo pada titik tertinggi tahun ini memiliki kapitalisasi pasar Rp 1.343 triliun atau sekitar seperdelapan kapitalisasi Bursa Efek Indonesia.

Saat ini kekayaan Prajogo tercatat US$ 43,9 miliar atau setara Rp 680 triliun (asumsi kurs Rp 15.500/US$), jauh di atas harta tiga taipan RI terkaya lain.


Apa Daya Pikat Saham BREN?

Investor ramai-ramai menyerbu saham BREN yang bergerak di sektor energi bersih kala IPO. Selain janji potensi bisnis masa depan, investor juga berkaca pada kesuksesan IPO CUAN yang lebih dulu melantai di bursa.

Meski di tawarkan di harga yang sudah mahal – relatif terhadap kompetitor langsung di BEI, PGEO – antusiasme investor tidak terbendung. Hal ini juga terkait dengan minimnya jumlah saham yang dilepas ke publik.


BREN memang di atas kertas telah memenuhi aturan free floating yang diterapkan regulator, namun dari jumlah tersebut mayoritas dimiliki oleh entitas strategis – Jupiter Tiger Holding dan Hill Fund. Sehingga saham beredar di masyarakat jauh lebih kecil lagi.

Karena pasokan saham BREN yang minim di pasar, setiap kenaikan permintaan teramplifikasi secara signifikan dan pada akhirnya ikut mengerek kekayaan Prajogo Pangestu.

BREN Sudah Terlalu Mahal

Saat ini, BREN merupakan emiten paling berharga kedua di bursa melangkahi sejumlah nama besar dengan kinerja cemerlang seperti Bank BRI (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Telkom Indonesia (TLKM) dan Astra Internasional (ASII).

Jika kapitalisasi ditentukan oleh nafsu pasar dan investor, kinerja keuangan benar-benar mencerminkan kondisi bisnis dan seberapa menguntungkan bisnis yang dimiliki.

Hingga akhir kuartal ketiga 2023, laba bersih BREN tercatat Rp 1,31 triliun, di bawah capaian PGEO Rp 2,07 triliun. Padahal valuasi BREN nyaris 20 kalinya PGEO.

Catatan laba BREN sendiri kurang dari 3% yang dibukan oleh BBRI pada periode yang sama, meskipun kapitalisasi pasarnya di atas bank BUMN tersebut.





Saat ini, menggunakan metrik apa pun, saham BREN dapat dikategorikan super mahal. Tapi, secara ajaib harga sahamnya masih melayang di angkasa.

Hingga akhir perdagangan Kamis (23/11/2023) saham BREN diperdagangkan 216 kali nilai buku (PBV) dan 492 kali laba per saham dasar (PER). Sebagai gambaran PBV dan PER PGEO berada di angka 1,51 dan 16,44. Lalu BBRI sendiri memiliki PBV 2,64 dan PER 13,82.

Dari 10 emiten dengan valuasi terbesar di BEI, selain TPIA yang masih mencatatkan rugi, hanya BREN dan Amman Minerals (AMMN) yang harga sahamnya lebih dari 30 kali laba per saham dasar.

Keajaiban dan kenaikan gila-gilaan ini bukan yang pertama dan tentu tidak akan menjadi yang terkahir kali terjadi di bursa. Sebagai contoh Bank Jago (ARTO) pernah mengalami kenaikan harga signifikan dan melewati valuasi Bank BNI, sebelum pada akhirnya harga sahamnya turun signifikan kala performa tidak dapat mengikuti harapan investor.

Pada akhirnya pasar akan menjadi hakim apakah kenaikan signifikan memiliki justifikasi benar atau tidak yang akan menentukan gerak selanjutnya saham bersangkutan di bursa.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Daftar Terbaru 5 Orang Terkaya RI, Harta Prajogo Ngebut

(fsd/fsd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts