Hot Money Bikin Gerak Rupiah Bak Rollercoaster


Jakarta, CNBC Indonesia – Pergerakan nilai tukar rupiah cukup beberapa waktu terakhir kerap kali membuat kaget pasar. Rupiah pada akhir Oktober hingga awal November, sempat hampir menembus level Rp 16.000 per dolar as.

Read More

Namun, rupiah berhasil menghindar dan kembali menguat. Bahkan, nilai tukar rupiah mengawali perdagangan awal pekan ini, Senin (20/11), bertengger di zona hijau dan menguat 0,32% ke level Rp 15.440 per dolar AS.

Selang dua hari, rupiah secara mengejutkan melemah 0,87% ke posisi Rp 15.570 per dolar AS pada pembukaan perdagangan Rabu (22/11/2203). Nilai ini tidak berubah dan rupiah ditutup di level yang sama.

Global Markets Economist Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengungkapkan volatilitas rupiah yang cukup tajam ini disebabkan oleh faktor global. Myrdal pun menambahkan arus hot money turut mempengaruhi pergerakan rupiah ini.

“Jadi kalau sentimennya lagi positif untuk emerging market kita akan lihat rupiah akan menguat tajam. Sementara kalau sebaliknya misalnya ada sentiment kurang baik terutama dari prospek kebijakan the Fed yang hawkish pergerakan rupiah akan melemah. Jadi memang mayoritas secarea umum ini dikarenakan faktor global,” paparnya.

Adapun, dari sisi domestik, Myrdal yakin tidak ada masalah yang berarti karena kalau perkembangan ekonomi Indonesia cukup solid. Selain itu, angka neraca berjalan defisitnya sangat rendah malah kecenderungannya defisitnya menurun untuk kuartal III dibandingkan kuartal II.

“Lalu, pergerakan trade balance kita juga masih surplus, sementara kalau kita lihat dari pergerakan foreign investment atau investasi langsung masih dalam trek pertumbuhan cukup baik,” ungkap Myrdal.




Foto: Bank Indonesia
Bank Indonesia mengklaim pergerakan rupiah sepanjang tahun ini lebih baik dibandingkan peers country.

Dari data Bank Indonesia (BI), volatilitas rupiah terbilang lebih rendah dibandingkan baht Thailand yang mencapai 12,54%, won Korea 13,52%, dan ringgit Malaysia 9,77%. Secara tahun kalender (year to date/ytd), volatilitas rupiah mencapai 8,59%.

Berbeda pandangan, Direktur Keuangan Negara dan Analisis Moneter Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Tari Lestari menyebut ketergantungan Indonesia terhadap ekspor komoditas sumber daya alam membuat rupiah mudah terguncang. Bappenas menyatakan reformasi struktural dibutuhkan agar Indonesia tak lagi bergantung pada ekspor bahan mentahnya.

Menurutnya, moderasi harga komoditas ekspor andalan Indonesia belakangan ini menyebabkan kinerja ekspor negara menurun. Menurut dia, pelemahan kinerja ekspor itu akhirnya berdampak pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

“Kalau terjadi pelemahan ekspor ini artinya permintaan terhadap barang-jasa domestik kita melemah, kemudian permintaan terhadap rupiah ini akan juga menurun dan pada saat kondisi itu terjadi akhirnya nilai tukar rupiah akan terdepresiasi, jadi penurunan ekspor ini akan menurunkan nilai tukar rupiah,” kata Tari kepada CNBC Indonesia, Selasa (22/11/2023).

Tari menjelaskan pengaruh ekspor terhadap nilai tukar akan sangat terasa, terutama untuk Indonesia yang masih sangat mengandalkan SDA. Dia bilang mengandalkan SDA sebagai komoditas ekspor akan berbahaya karena membuat perekonomian menjadi tidak tahan guncangan.

Ketika harga komoditas naik, maka kinerja ekspor akan membaik. Sebaliknya, ketika harga komoditas turun, maka nilai tukar rupiah akan sangat terpengaruh.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Dolar AS Diprediksi Terus Menguat Sampai Akhir Tahun

(haa/haa)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts