IHSG Hijau Meski AS Kasih Kabar Buruk, Saham Bank Pesta Pora


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau kembali menguat pada perdagangan sesi I Jumat (12/1/2023), meski sentimen pasar global pada hari ini cenderung mengarah ke negatif.

Per pukul 09:33 WIB, IHSG menguat 0,42% ke posisi 7.250,227. IHSG masih bertahan di level psikologis 7.200 hingga sesi I hari ini.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan sesi I hari ini mencapai sekitar Rp 2 triliun dengan melibatkan 4 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 322.431 kali. Sebanyak 190 saham naik, 242 saham turun, dan 225 saham stagnan.

Secara sektoral, sektor bahan baku dan industri menjadi penggerak IHSG pada sesi I hari ini, yakni masing-masing 0,4%.

Selain itu, beberapa saham juga menopang (movers) IHSG pada sesi I hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi movers IHSG.












Emiten Kode Saham Indeks Poin Harga Terakhir Perubahan Harga
Bank Mandiri (Persero) BMRI 13,82 6.650 3,10%
Barito Renewables Energy BREN 8,82 5.125 1,49%
Bank Rakyat Indonesia (Persero) BBRI 8,81 5.800 0,87%
Bank Central Asia BBCA 5,17 9.650 0,78%
Barito Pacific BRPT 1,96 1.065 0,47%
Bank Negara Indonesia (Persero) BBNI 1,83 5.625 0,45%
Telkom Indonesia (Persero) TLKM 1,17 4.000 0,25%
Astra International ASII 1,13 5.600 0,90%

Sumber: Refinitiv & RTI

Saham perbankan raksasa atau big four menjadi penopang IHSG pada sesi I hari ini, dengan saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi yang paling besar, yakni mencapai 13,8 indeks poin.

Selain BMRI, ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang juga menjadi movers IHSG sebesar 8,8 indeks poin, kemudian PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 5,2 indeks poin, dan terakhir PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 1,8 indeks poin.

Tak hanya itu saja, dua saham Prajogo Pangestu juga kembali menjadi movers IHSG. Adapun tiga saham Prajogo tersebut yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT).

IHSG menguat meski ada kabar kurang menggembirakan dari China dan Amerika Serikat (AS). Dari China, deflasinya pada Desember 2023 memang sudah mulai membaik yakni hanya deflasi 0,3% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya yang deflasi 0,5% pada November 2023.

Namun, China masih mengalami deflasi hingga akhir 2023. Hal ini juga menyebabkan prospek perdagangan ekspor-impor terganggu. Untuk impor China pada Desember 2023 yang akan rilis pada hari ini juga diperkirakan masih akan terkontraksi sebesar -0,5% yoy, menurut penghimpun data Trading Economics.

Di lain sisi, untuk ekspor China pada Desember 2023 diproyeksi akan ada perbaikan dengan pertumbuhan sekitar 0,9% yoy, dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 0,5% yoy.

Dengan begitu, neraca perdagangan China di akhir tahun 2023 diperkirakan bisa membaik atau meningkat ke US$ 76 miliar, dibandingkan bulan November 2023 sebesar US$ 68,39 miliar.

China adalah motor utama ekonomi Asia, mitra dagang terbesar bagi Indonesia, serta salah satu investor asing terbesar di Indonesia. Lesunya ekonomi China tentu menjadi kabar buruk bagi Indonesia.

Selain China, kabar kurang menggembirakan juga datang dari AS, di mana inflasi konsumen (consumer price index/CPI) periode Desember 2023 kembali memanas yakni naik menjadi 3,4% (yoy), dari sebelumnya sebesar 3,1% pada November 2023, Berdasarkan data dari Biro Statisik AS.

Angka ini tentunya lebih tinggi dari konsensus pasar dalam Trading Economics yang memperkirakan CPI AS pada Desember 2023 naik 3,2% (yoy)

Sementara untuk inflasi inti AS periode Desember 2023 justru cenderung turun sedikit menjadi 3,9% (yoy), dari sebelumnya pada November 2023 sebesar 4%. Angka CPI inti juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 3,8%.

Kenaikan CPI AS terjadi karena adanya seasonality natal dan tahun baru. Selain itu, memanasnya konflik di Timur Tengah yang turut menaikkan harga minyak mentah dunia juga berkontribusi menaikkan inflasi Negeri Paman Sam pada akhir 2023.

Memanasnya inflasi AS membuat ekspektasi pasar akan turunnya suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berpotensi memudar. Namun, ekspektasi tersebut justru mengalami kenaikan.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch menunjukkan peluang The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) naik menjadi 71,8%, lebih besar dari peluang pada Rabu lalu yang mencapai 66,1%, tetapi masih lebih rendah dari peluang sebesar 79% pada pekan lalu.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


IHSG Tembus 7.000! BBRI, GOTO, & BREN Jadi Penopang Utama

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts