Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambles pada akhir perdagangan Kamis (26/10/2023), di tengah memburuknya sentimen pasar global menjelang rilis data pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal III-2023.
IHSG ditutup ambruk 1,75% ke posisi 6.714,52. IHSG pun terkoreksi kembali ke level psikologis 6.700, setelah kemarin bangkit ke level psikologis 6.800.
Nilai transaksi IHSG pada hari ini mencapai sekitar Rp 10 triliun dengan melibatkan 18 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 153 saham terapresiasi, 397 saham terdepresiasi dan 200 saham stagnan.
Beberapa sektor menjadi pemberat IHSG, dengan sektor teknologi menjadi pemberat terbesar IHSG pada hari ini, yakni mencapai 3,02%. Selain teknologi, sektor keuangan dan industri juga menjadi pemberat besar yakni masing-masing 2,55% dan 2,39%.
Selain itu, beberapa saham juga turut menjadi pemberat IHSG pada akhir perdagangan hari ini, berikut daftarnya.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bank Rakyat Indonesia (Persero) | BBRI | -29,65 | 4.920 | -4,93% |
Telkom Indonesia (Persero) | TLKM | -14,00 | 3.480 | -3,33% |
Bank Mandiri (Persero) | BMRI | -13,66 | 5.700 | -2,56% |
Bank Central Asia | BBCA | -10,38 | 8.725 | -1,69% |
GoTo Gojek Tokopedia | GOTO | -6,18 | 57 | -5,00% |
Merdeka Copper Gold | MDKA | -3,35 | 2.300 | -4,96% |
Sumber: Refinitiv
Adapun IHSG ambles karena sentimen pasar global kembali memburuk setelah adanya indikasi bahwa perekonomian AS semakin kuat dan membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan sulit untuk mengubah sikapnya menjadi lebih dovish.
Pasar global berekspektasi bahwa pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal III-2023 (quarter-on-quarter/qoq adv) diperkirakan naik menjadi 4,3% (qoq), dibandingkan pada kuartal II-2023 yang sebesar 2,1%.
Ekonomi AS yang masih kuat didukung dengan pertumbuhan ekonomi kuartal nya yang berpotensi meningkat membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS kembali meningkat pada perdagangan kemarin.
Yield Treasury bertenor 10 tahun naik hampir 11 basis poin (bp) menjadi sekitar 4,95%, menjadi yang tertinggi sejak 2007 silam.
Kenaikan yield Treasury membuat selisih (spread) dengan yield Surat Berharga Negara (SBN) makin menyempit, membuat investor asing mencatatkan capital outflow yang terus-menerus terjadi di Indonesia.
Lonjakan yield US Treasury berimbas pada yield SBN. Yield SBN tenor 10 tahun melonjak ke 7,26% pada hari ini.
Jika dikalkulasikan, selisihnya yakni 229 basis poin (bp) yang mana angka ini cukup sempit dan membuat investor berbondong-bondong keluar dari pasar domestik.
Di lain sisi, perekonomian Negeri Paman Sam yang semakin kuat membuat The Fed akan masih bersikap hawkish dalam waktu yang lebih lama.
“The Fed mengambil langkah dengan hati-hati dan para pembuat kebijakan akan membuat keputusan mengenai sejauh mana kebijakan tambahan akan diperkuat dan berapa lama kebijakan akan tetap bersifat restriktif berdasarkan totalitas data yang masuk, prospek yang berkembang, dan keseimbangan risiko, kata Ketua The Fed, Jerome Powell di Economic Klub New York.
The Fed mempertahankan kisaran target suku bunga dana federal pada level tertinggi dalam 22 tahun sebesar 5,25%-5,5% pada pertemuan September 2023.
Sementara para pelaku pasar melihat The Fed masih akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan 1 November mendatang. Menurut perangkat Fedwatch, pasar meyakini 97,5% The Fed tetap mempertahankan suku bunga.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Awal Pekan IHSG Merana, 7 Saham Ini Jadi Biang Keroknya
(chd/chd)
Sumber: www.cnbcindonesia.com