IHSG Kembali Lesu, Saham Perbankan Jumbo Jadi Pemberatnya Lagi


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau kembali melemah pada perdagangan sesi I Jumat (26/4/2024), di tengah memburuknya kembali sentimen pasar global.

Per pukul 10:27 WIB, IHSG melemah 0,62% ke posisi 7.111,25. IHSG masih bertahan di level psikologis 7.100 hingga sesi I hari ini. Namun jika koreksi IHSG makin membesar, bukan tidak mungkin IHSG akan kembali ke level psikologis 7.000.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 4,9 triliun dengan melibatkan 7,9 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 458.684 kali.

Secara sektoral, sektor konsumer non-primer menjadi pemberat terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 0,96%.

Beberapa saham juga terpantau menjadi penekan (laggard) IHSG pada sesi I hari ini. Berikut daftarnya.

Saham perbankan raksasa kembali menjadi penekan utama IHSG di sesi I, dengan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi yang paling besar yakni mencapai 18,7 indeks poin.

IHSG cenderung melemah di tengah memburuknya lagi sentimen pasar di global. Hal ini terjadi setelah Amerika Serikat (AS) merilis data pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2024.

Perekonomian AS diketahui hanya tumbuh sebesar 1,6% secara tahunan (yoy) pada kuartal I-2024, dibandingkan dengan 3,4% pada kuartal sebelumnya dan di bawah perkiraan sebesar 2,5%. Ini merupakan pertumbuhan terendah sejak kontraksi pada paruh pertama 2022 lalu.

Perlambatan ekonomi ini bisa menjadi sinyal jika dampak pengetatan suku bunga sudah terasa di ekonomi AS. Namun, data lain berbicara sebaliknya. Salah satunya, tercermin dari data klaim pengangguran mingguan yang turun lagi jadi 207.000 untuk pekan yang berakhir pada 20 April 2024, dibandingkan pekan sebelumnya sebanyak 212.000 klaim.

Klaim pengangguran yang turun ini menunjukkan pasar tenaga kerja AS masih ketat.Hal ini kemudian semakin mengurangi harapan bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed)akan mulai memangkas suku bunga tahun ini.

Dari dalam negeri, Tekanan jual di pasar obligasi tampaknya masih akan berlanjut, menyusul posisi imbal hasil obligasi acuan RI tenor 10 tahun yang melambung.

Berdasarkan data Refinitiv, imbal hasil obligasi acuan RI selama 10 tahun pada penutupan kemarin, Kamis (25/4/2024) menyentuh posisi 7,12%. Ini menjadi posisi tertinggi sejak 27 Oktober 2023 atau enam bulan terakhir.

Perlu diketahui, dalam obligasi pergerakan imbal hasil dan harga itu berlawanan arah. Jika imbal hasil naik, maka harga turun, karena banyak investor jualan.

Kenaikan imbal hasil ini bisa berdampak ke sejumlah hal mulai dari melemahnya rupiah hingga beban bunga utang pemerintah yang membengkak.

Kenaikan imbal hasil SBN tenor 10 tahun sejalan dengan US Treasury di mana imbal hasil tenor 10 tahun juga melonjak ke 4,564% dari 4,598% pada awal pekan ini. Jika imbal hasil US Treasury terus naik maka yield SBN pun akan ikut merangkak naik.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Habis Cetak Rekor IHSG Balik Lesu, Saham Ini Biang Keroknya

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts