Inflasi AS Mendingin, Harga Minyak Kian Panas & Menguat 8%

Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak mentah dunia pekan ini terpantau menguat di tengah isu resesi ekonomi yang diperkirakan akan memakan sepertiga negara di dunia pada 2023 ini. Para pelaku pasar optimis harga minyak mentah dunia mulai pada jalur kebangkitan setelah beberapa bulan terakhir bearish.

Read More

Harga minyak kontrak jenis Brent naik 8,54% secara point-to-point (ptp) dibanding posisi penutupan pekan lalu ke US$ 78,57 per barel. Sedangkan untuk minyak kontrak jenis light sweetatau West Texas Intermediate (WTI) naik 8,26% ke US$ 79,86 per barel pekan ini.



Pada perdagangan akhir pekan Jumat (13/1/2022) harga minyak mentah Brent tercatat US$ 85,28 per barel, naik 1,48% dibandingkan hari sebelumnya. Sedangkan jenis light sweet atau West Texs Intermediate (WTI) menguat 1,87% menjadi US$79,86 per barel.

Pada perdagangan pekan ini, setidaknya ada setitik angin segar pasca inflasi Amerika Serikat (AS) mulai mendingin. Sementara itu China yang mulai mengabaikan kebijakan Zero-Covid­ ­menjadi bahan bakar bagi minyak untuk harganya melaju.

Data harga konsumen AS turun 0,1% menunjukkan inflasi sekarang dalam tren menurun yang berkelanjutan. Hal ini membuat dolar AS jatuh ke dekat posisi terendah dalam 9 bulan karena harapan The Fed akan kurang agresif dengan kenaikan suku bunga.

Bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve/The Fed, kemungkinan akan menaikkan suku bunga targetnya pada pertemuan berikutnya dengan targetkenaikan sebesar 50 basis poin (bps) ke kisaran 4,75%-5,00%, kata HSBC dalam riset.

Sebelumnya Goldman Sachs mengatakan bahwa pembukaan kembali China dapat mengangkat harga minyak sebesar US$15 per barel, karena permintaan China dapat meningkat rata-rata 1 juta bpd antara 2022 dan 2023.

Ekspektasi pertumbuhan yang solid akan memungkinkan grup eksportir minyak OPEC+ lebih “santai” pada semester kedua 2023 dalam hal kebijakan produksi.

“Secara keseluruhan, OPEC ini membatasi risiko penurunan perkiraan harga minyak bullish kami,” kata Goldman Sachs.

Di sisi lain, Pasar juga mengantisipasi pembatasan tambahan pada pasokan minyak Rusia karena sanksi atas invasi ke Ukraina.

Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mengatakan larangan oleh Uni Eropa terhadap impor produk minyak bumi dari Rusia pada 5 Februari bisa lebih mengganggu daripada larangan UE atas impor minyak mentah melalui laut dari Rusia yang diterapkan pada Desember 2022.

Membatasi kenaikan minyak adalah lompatan besar dan tak terduga dalam persediaan minyak mentah AS.

“Selain faktor China dan peningkatan ekuitas baru-baru ini di tengah beberapa pelemahan dolar, kompleks tersebut tampaknya tidak memiliki banyak dorongan bullish, terutama jika dilihat dalam konteks neraca minyak mentah dan produk AS yang transparan,”kata Jim Ritterbusch dari konsultasi Ritterbusch and Associates.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


AS Ingin Jual Cadangan Minyak, Cuannya Buat Investasi EV

(aum/aum)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts