Inflasi Mulai Terasa, Gerak Bursa Asia Tak di Jalur yang Sama

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Rabu (25/1/2023), di mana beberapa bursa di kawasan tersebut kembali dibuka setelah libur Imlek 2022.

Read More

Indeks KOSPI Korea Selatan dibuka melonjak 1,18% dan Straits Times Singapura melesat 0,91%.

Sedangkan untuk indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,45% dan ASX 200 Australia turun tipis 0,01%.

Sementara untuk pasar saham China dan Hong Kong pada hari ini masih belum dibuka karena masih libur Imlek 2022.

Dari Australia, inflasinya kembali naik pada periode kuartal IV-2022, di tengah harapan pasar yang akan menjadi puncak harga yang tidak terkendali.

Berdasarkan data dari Badan Statistik Australia, inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Australia pada kuartal IV-2022 naik menjadi 7,8% (year-on-year/yoy), dari sebelumnya sebesar 7,3% pada kuartal III-2022.

Sedangkan secara kuartalan, CPI naik sedikit menjadi 1,9% (quarter-to-quarter/qtq) pada kuartal IV-2022, dari sebelumnya sebesar 1,8% pada kuartal III-2022.

Hal ini menandai inflasi tertinggi sejak tahun 1990, meskipun ada harapan bahwa angka yang lebih rendah dari perkiraan di bulan Oktober sebagian didorong oleh pengurangan biaya pengiriman dan perumahan dapat berarti inflasi telah mencapai puncaknya.

“Kenaikan kuartalan yang kuat didukung oleh harga makanan yang lebih tinggi, bahan bakar otomotif dan konstruksi tempat tinggal baru,” kata ABS, dikutip dari The Guardian.

Adapun inflasi tahunan rata-rata yang dipangkas, ukuran inflasi dasar yang tidak termasuk kenaikan dan penurunan harga yang besar, meningkat menjadi 6,9%.

Naiknya harga, terutama harga energi dan makanan telah mendorong serangkaian kenaikan suku bunga sebanyak delapan kali berturut-turut sejak Mei 2022, karena bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia (RBA) menaikkan suku bunga dari tingkat darurat untuk mendorong inflasi kembali ke kisaran target 2-3%.

Meskipun inflasi melambat, tetapi menurut ekonom di ANZ, memperkirakan bahwa RBA kemungkinan akan kembali menaikkan suku bunga 25 basis poin lagi pada Mei 2023 untuk membawa suku bunga menjadi 3,85% sebelum kenaikan berakhir.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung beragam terjadi di tengah cenderung lesunya bursa AS, Wall Street kemarin, setelah sempat ada kendala teknis di awal perdagangan kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,31%. Namun untuk indeks S&P 500 berakhir turun tipis 0,07% dan Nasdaq Composite melemah 0,27%.

Perdagangan sejumlah saham di bursa New York (NYSE) sempat terhenti sesaat setelah pembukaan.

Persoalan teknis disinyalir menjadi sebab dari terhentinya perdagangan sekitar 80 saham. Termasuk di dalamnya adalah saham Walmart, Mastercard, McDonalds, Uber, Wells Fargo, Visa, Exxon Mobil, dan Nike.

Pihak NYSE sudah melakukan penyelidikan atas insiden tersebut. Namun, mereka enggan memberi penjelasan lebih lanjut. Persoalan teknis juga pernah terjadi pada 8 Juli 2015 dan membuat perdagangan di bursa New York terhenti selama beberapa jam.

Di lain sisi, tidak kompaknya bursa Wall Street pada penutupan perdagangan kemarin bertolak belakang dengan sehari sebelumnya di mana semua indeks menghijau.

Indeks ditutup beragam karena earning atau laporan kinerja keuangan perusahaan sejauh ini banyak yang berbeda dari ekspektasi analis.

Dari 72 perusahaan di indeks S&P yang sudah merilis laporan keuangan mereka, 65% ada di atas konsensus.

General Electric telah melaporkan jika pendapatan mereka naik 7,7% pada 2022 dan di atas ekspektasi pasar menjadi US$ 21,8 miliar.

Pendapatan Microsoft juga melebihi ekspektasi pasar. Pada kuartal II-2023 (berakhir di Desember 2022), pendapatan Microsoft mencapai US$ 52,75 miliar, di atas ekspektasi pasar yakni US$ 52,94 miliar.

Analis memperkirakan kinerja keuangan perusahaan indeks S&P akan melandai 2,9% dibandingkan kuartal sebelumnya. Pendapatan juga diperkirakan akan lebih rendah 1,6% dibandingkan perkiraan pada 1 Januari 2023.

“Laporan keuangan belum membawa pasar kondisi bear atau bull. Namun, kami mengakui ada kegelisahan di antara investor, terutama mengenai kapan The Fed akan mengakhiri kenaikan suku bunga,” tutur chief investment officer dari NovaPoint, Joseph Sroka, dikutip dari Reuters.

Selain itu, indikator perekonomian masih menunjukkan data yang saling bertolak belakang. Inflasi AS melandai pada Desember 2022 menjadi 6,5% (yoy).

Namun, data lain seperti tenaga kerja menunjukkan ekonomi AS masih panas dan melaju kencang. Kemarin, S&P Global merilis data flash reading atau perkiraan PMI manufaktur untuk periode Januari 2023.

Data S&P Global menunjukkan PMI manufaktur AS pada bulan ini meningkat menjadi 46,6 pada, dari sebelumnya di angka 46,2 pada Desember 2022. PMI jauh di atas ekspektasi pasar tetapi masih dalam fase kontraksi.

“Kita tengah berada di lereng jalan dalam sebuah siklus earning. Minggu depan diharapkan lebih banyak informasi tentang bagaimana arah pasar ke depan,” imbuhnya.

Pada Kamis pekan ini, AS akan merilis data pertumbuhan ekonomi mereka. Data ini akan menjadi salah satu pertimbangan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam rapat FOMC pada 31 Januari-1 Februari mendatang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Kabar Baik Bagi IHSG, Bursa Asia Menghijau

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts