Inflasi Turun ke Target BI, Rupiah Malah Dibuka Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia – Pada perdagangan hari ini, Selasa (4/7/2023) nilai tukar rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah 0,10% menjadi Rp15.035/US$. Pelemahan ini melanjutkan pergerakan hari sebelumnya yang juga turun sebesar 0,2% secara harian menjadi Rp15.020/US$ di pasar spot. Walaupun begitu, sejak awal tahun pergerakan rupiah masih terpantau menguat sebesar 3,44%.

Read More

Disinyalir pergerakan rupiah yang melemah terhadap dolar AS karena dari dalam negeri rilis data inflasi yang lanjut melandai. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi RI pada Juni 2023 sebesar 0,14% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 3,52% secara tahunan (year-on-year/yoy).

“Inflasi terjadi sebesar 0,14%,”kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (3/7/2023). Sebagai catatan, inflasi Mei tercatat 0,09% (mtm) dan 3,0% (yoy). Inflasi inti tercatat sebesar 2,66%.

Hal ini menjadi potensi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunganya lebih awal, menurut beberapa ekonom. Inflasi di Asia Tenggara berangsur-angsur mereda sejak mencapai puncaknya September lalu sebesar 6%.

Kebijakan BI yang sudah agresif menaikkan suku bunga lebih awal mencapai mencapai 5,75% berdampak pada pengendalian harga lebih awal. BI yang menetapkan target inflasi di kisaran 2%- 4% memicu spekulasi bahwa suku bunga akan segera diturunkan.

Potensi penurunan suku bunga yang akan dilakukan oleh BI menjadikan kekhawatiran pasar. Penurunan suku bunga akan memicu mata uang rupiah semakin tertekan terhadap dolar AS.

Namun, terdapat dampak positif dari potensi pemangkasan suku bunga ke depan yaitu perekonomian akan bergejolak, biaya pinjaman akan lebih murah, sehingga akan memicu permintaan rupiah.

Selain itu, tingginya pertumbuhan ekonomi juga berpotensi mendorong peningkatan minat aset keuangan seperti saham. Hal tersebut mendorong dana asing masuk dan mata uang tetap berpotensi menguat dalam jangka panjang.

Kendati demikian tekanan global masih perlu diwaspadai pelaku pasar mengingat data NBS pada Jumat lalu (30/6/2023) menunjukkan PMI manufaktur China per Juni masih berada zona kontraksi atau di posisi 49, walaupun sedikit membaik dibandingkan bulan sebelumnya di angka 48,8.

Kondisi sama juga terjadi di AS yang mana manufaktur-nya masih terkontraksi, menurut S&P Global Manufacturing Index per Juni 2023 berada di 46,3. Nilai tersebut turun dibandingkan periode bulan sebelumnya di 48,4

Kebijakan the Fed juga masih dinanti pasar pada Kamis pekan ini akan ada FOMC minutes. Risalah atau poin-poin penting menjadi yang diperhatikan karena bisa memberikan panduan lebih jelas terhadap kebijakan moneter the Fed yang diperkirakan masih hawkish atau bisa menaikkan lagi suku bunga hingga dua kali lagi di sisa tahun ini.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Video: Harap Tenang! Ini Sentimen Pendorong Penguatan Rupiah

(tsn/tsn)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts