Jakarta, CNBC Indonesia – Potensi penghapusan pencatatan saham atau delisting masih menghantui beberapa saham di Indonesia, di mana saham-saham tersebut masih belum lepas dari jeratan suspensi dari Bursa Efek Indonesia.
Dalam kategori yang terkena suspensi, BEI telah mengelompokkan saham-saham itu ke dalam papan pemantauan khusus. Sekadar contoh, sejak 1 September 2023, BEI sudah memperingatkan delapan emiten yang berpotensi delisting.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir |
Jaya Bersama Indo | DUCK | 176 |
Nusantara Inti Corpora | UNIT | 316 |
Onix Capital | OCAP | 159 |
Tridomain Performance Materials | TDPM | 119 |
Jakarta Kyoei Steel Works | JKSW | 60 |
Eureka Prima Jakarta | LCGP | 114 |
Triwira Insanlestari | TRIL | 50 |
Sri Rejeki Isman | SRIL | 146 |
Sumber:BEI & RTI
Untuk saham SRIL diketahui sudah disuspensi oleh BEI sejak 18 Mei 2021. Alias sudah 30 bulan saham SRIL disuspensi.
“Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka masa suspensi saham PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Perseroan) telah mencapai 30 bulan pada tanggal 18 November 2023,” tulis manajemen SRIL, Selasa (21/11/2023).
Selain itu, mengutip aturan BEI tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) saham di bursa, bursa dapat menghapus pencatatan saham emiten apabila mengalami beberapa kondisi.
Pertama, mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha emiten, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status emiten sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Selain itu, ketika perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
Di lain sisi, emiten yang memiliki kemampuan keuangan idealnya akan melakukan buyback saham sebagai bentuk tanggung jawab kepada investor. Hanya saja, kondisi ideal ini seringkali sulit untuk tercapai, apalagi bagi emiten yang mencatatkan ekuitas negatif.
Investor pun perlu jeli melihat kesungguhan manajemen emiten tersebut untuk tetap melantai di bursa dan melepas suspensi sahamnya.
Di tengah potensi terancamnya delapan saham tersebut dari jeratan delisting, ada satu saham yang memilih untuk di-delisting-kan secara sukarela, yakni emiten pengelola tol Grup Salim yakni PT Nusantara Infrastructure Tbk (META).
Mengutip keterbukaan informasi BEI, manajemen META memaparkan sejumlah alasan perseroan dalam mengajukan rencana go private. META mempertimbangkan aksi korporasi tersebut dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, setelah Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atau Rights Issue di tahun 2010 dan 2018, META tidak melakukan penggalangan dana (capital raising) dari pasar modal dan tidak ada rencana untuk melakukannya di masa depan.
Selanjutnya, kinerja keuangan per 30 Juni 2023 dan 30 September 2023, META merugi. Selain itu, META tidak memberikan dividen kepada pemegang sahamnya setelah tahun buku 2018, serta terdapat rencana pengembangan di anak usaha sektor jalan tol yang membutuhkan pendanaan besar (capital intensive).
Adapun karakteristik usaha tersebut membutuhkan periode yang lama untuk menghasilkan imbal balik investasi (return on investment) dan sebagai akibatnya dapat menambah jangka waktu lebih panjang lagi untuk dapat memberikan dividen kepada pemegang sahamnya.
Dengan rencana go private, pemegang saham META akan memiliki kesempatan untuk menjual kepemilikan saham dengan harga yang wajar dengan tetap mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Digembok 2 Tahun, Produsen Tisu FLMC Mau Ditendang Bursa
(chd/chd)
Sumber: www.cnbcindonesia.com