penyebabsakit.com

Ini Penyebab IHSG Tak Bertahan Lama Hingga Memerah di Sesi II

CNBC Indonesia – Jakarta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini kembali ditutup melemah. Meski sempat bertengger di zona hijau pada sesi I, IHSG tak mampu bertahan dan kembali merosot hingga akhir perdagangan hari ini.

Saat ini sentimen dalam negeri masih minim. Pelemahan IHSG hari ini besar dipengaruhi dari sentimen global.

IHSG ditutup terkoreksi 0.46% ke level 7030.58 di zona merah. Kurva pergerakan IHSG hari ini mengalami fluktuasi sejak sesi I. Titik terendah IHSG berada di level 7030.58 sementara titik tertinggi ada di level 7108.83.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Berdasarkan data dari RTI Business, total volume perdagangan saham pada penutupan sesi II mencapai 21.8 miliar dengan frekuensi perpindahan tangan sebanyak 1.14 juta kali serta nilai kapitalisasi pasar senilai 10.8 triliun

Disaat IHSG melemah, mayoritas saham turut tercatat mengalami koreksi. Statistik perdagangan mencatat ada 260 saham yang melemah, 242 saham melemah dan 201 saham stagnan.

Pada hari Senin, bank-bank China dilaporkan didorong untuk meningkatkan kredit untuk mendukung ekonomi, terutama industri yang telah terpukul lebih keras oleh Covid.

Kekhawatiran bahwa China akan kembali meningkatkan pembatasan Covid-19 setelah melaporkan kematian akibat virus turut membebani pasar. Ini membuat saham energi dan harga minyak lebih rendah. Pedagang juga mencari sinyal lebih lanjut dari Federal Reserve tentang kenaikan suku bunga di masa depan.

Secara terpisah, media lokal China mengutip regulator sekuritas negara itu yang mengatakan negara itu perlu memperbaiki neraca pengembang properti “berkualitas baik”, demikian menurut Reuters.

“Hal itu mengurangi kisah pemulihan ekonomi global yang kami harap akan diantar dengan pembukaan kembali di China,” kata Art Hogan, kepala strategi pasar di B. Riley Financial dikutip CNBC International.

Selain itu, pergerakan pasar finansial tentu saja masih berkaitan dengan suku bunga. Saat ini pelaku pasar cenderung mencari kepastian dengan menimbang-nimbang berbagai pernyataan pejabat elit The Fed.

Pada Senin (22/11/2022), Presiden Fed Cleveland Loretta Mester menegaskan kembali bahwa kenaikan suku bunga akan berlanjut, tetapi mungkin lebih kecil ke depannya.

“Dengan 375 basis poin kenaikan suku bunga Fed sejauh ini, kurva imbal hasil terbalik, lonjakan inflasi, dan harga komoditas masih menjadi bagian dari narasi, kita semua dapat menyimpulkan bahwa kita terlambat dalam siklus ekonomi,” Liz Young, SoFi’s kepala strategi investasi, mengatakan dalam sebuah catatannya.

Hari ini, investor kembali menantikan sinyal pejabat The Fed untuk mendapatkan lebih banyak informasi tentang jalur bank sentral ke depan ketika Presiden Fed St. Louis James Bullard pada pidatonya hari ini.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, probabilitas suku bunga naik 50 basis poin (bps) menjadi 4,25% – 4,5% pada Desember kini sebesar 75,8%, sementara naik 25 bps menjadi 4,5% – 4,75% sebesar 24,2%.

Pasar kembali menebak-nebak, apakah The Fed masih akan terus agresif atau mulai mengendur. Saat pelaku pasar percaya bahwa The Fed akan tetap agresif, perdagangan saham-saham yang rentan terhadap resesi dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi patut dicermati.

Selain The Fed, beberapa bank sentral utama dunia juga mengambil langkah yang sama menaikkan suku bunga agresif. Bahkan, kenyataannya langkah yang diambil bank sentral lah yang membawa perekonomian mengalami kontraksi atau minus dalam beberapa kuartal berturut-turut.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Kabar Pasar Hari Ini, Ada Soal Gosip Dirut BEI yang Baru

(RCI/dhf)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version