Ini Saham Termoncer & Terboncos di RI Tahun 2022

Jakarta, CNBC Indonesia – Perdagangan saham di tahun 2022 resmi berakhir pada hari ini, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung kurang menggembirakan di akhir perdagangan tahun 2022.

Read More

Pada penutupan perdagangan Jumat (30/12/2022), IHSG turun 0,14% ke posisi 6.850,62. Padahal pada perdagangan intraday hari ini, IHSG sempat bergerak di zona hijau.

Sepanjang tahun 2022, IHSG melesat 2,93%. Tetapi, penguatan IHSG di 2022 lebih rendah dari 2021, di mana IHSG tahun lalu melonjak 10,08%.

Beberapa saham pun ada yang melesat cukup tinggi hingga lebih dari 100% sepanjang tahun ini. Bahkan hanya dalam kurun waktu setahun saja, ada saham yang sudah melesat hingga lebih dari 1.000%.

Berikut saham-saham top gainers sepanjang tahun 2022.

Saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) menjadi yang terbaik sepanjang tahun ini, di mana saham ADMR berhasil meroket hingga 1.155,56%.

Saham ADMR resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 3 Januari 2022, di mana setelah melantai di bursa, saham ADMR juga sempat melesat berhari-hari.

Selain saham ADMR, dua saham Grup Bakrie juga mewarnai jajaran top gainers sepanjang tahun 2022. Adapun saham Grup Bakrie tersebut yakni PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Saham BUMI melesat karena didukung oleh kenaikan harga batu bara akibat adanya perang Rusia-Ukraina, karena Negara Barat melakukan kebijakan embargo energi dari Rusia, sehingga permintaan akan batu bara melonjak pada tahun ini.

Selain itu, harga gas bumi yang sempat mencetak rekor juga mendorong harga batu bara untuk mencetak rekor tertingginya pada Maret lalu dan hal ini menjadi sentimen positif bagi saham BUMI.

Tak hanya batu bara, harga minyak mentah juga sempat melesat cukup tinggi tahun ini, membuat emiten pertambangan minyak seperti ENRG dan MEDC ikut ketimban ‘berkah’.

Namun, ada juga beberapa saham yang mencatatkan koreksi parah hingga lebih dari 70% sepanjang tahun ini. Adapun berikut saham-saham top losers sepanjang tahun 2022.

Mayoritas top losers di atas merupakan saham-saham bank digital dan bank mini. Di antaranya ada saham PT Bank Jago Tbk (ARTO), saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), dan lain-lainnya.

Adapun saham bank digital yang juga menjadi anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), yakni saham PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) menjadi yang terparah koreksinya sepanjang tahun ini, yakni ambruk 76,44%.

Sedangkan saham ARTO menjadi yang terparah kedua setelah saham AGRO, yakni anjlok 78,53%.

Sepanjang tahun ini, IHSG hanya berhasil melesat 2,93%. Padahal tahun lalu, IHSG berhasil melonjak 10,08%. Tekanan global akibat melonjaknya inflasi, kenaikan suku bunga, dan perang Rusia-Ukraina menjadi penyebab IHSG kurang maksimal tahun ini.

Pada awal tahun ini, gejolak pasar sudah cenderung dimulai setelah bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) berencana mengubah sikap dovish-nya menjadi bersikap hawkish, dengan menaikkan suku bunga dan terus mengurangi quantitative easing (QE), sehingga era easy money resmi berakhir pada tahun ini.

The Fed sudah menaikkan suku bunga acuannya hingga 425 basis poin (bp) sepanjang tahun ini, di mana kenaikan 75 bp sudah dilakukan selama empat kali beruntun.

Inflasi yang masih panas menjadi alasan utama The Fed untuk bersikap hawkish. Hingga November 2022, inflasi di AS masih cukup tinggi yakni mencapai 7,1%, masih cukup tinggi dari target yang ditetapkan yakni di 2%.

Bahkan pada tahun ini, inflasi AS mencapai puncaknya yakni 9,1% pada Juni lalu, menjadi yang tertinggi dalam 41 tahun terakhir atau sejak 1981.

Tak hanya di AS saja, mayoritas banyak negara juga mengalami inflasi yang meninggi, terutama di Zona Eropa, di mana ada inflasinya yang sudah menyentuh belasan persen.

Inflasi yang tinggi disebabkan karena harga komoditas yang menyentuh rekor tertingginya, terutama harga minyak dan pangan, akibat adanya perang Rusia-Ukraina.

Keputusan Rusia untuk menyerang Ukraina mendapatkan pertentangan besar dari kelompok Barat. Aliansi yang terdiri dari AS, Inggris, Uni Eropa (UE) dan sekutunya memutuskan untuk memberikan sanksi terhadap Moskow (Rusia), salah satunya adalah embargo energi.

Hal ini kemudian menimbulkan lonjakan harga energi yang tinggi, utamanya di wilayah Eropa. Ini dikarenakan ketergantungan Benua Biru terhadap sumber energi dari Moskow sebelum perang berlangsung sehingga peralihan Eropa untuk mencari sumber baru di luar Rusia telah menimbulkan gejolak harga.

Tak hanya energi, perang juga membawa krisis pangan. Ukraina dan Rusia diketahui merupakan salah satu lumbung pangan dunia. Kedua negara yang saling bertempur itu memproduksi biji-bijian seperti gandum dan jagung.

Peperangan keduanya pun telah mengganggu jalur distribusi pangan bagi dunia, utamanya negara-negara seperti Timur Tengah dan Afrika. Pasalnya, wilayah itu cukup bergantung dari pasokan keduanya.

PBB mengatakan perang itu kemudian mengancam sebagian besar populasi dunia. Ini diperparah fakta bahwa beberapa belahan bumi juga masih bergulat dengan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

“Krisis tersebut telah menyebabkan badai sempurna gangguan terhadap pasar pangan, energi, dan keuangan global yang “mengancam akan berdampak negatif terhadap kehidupan miliaran orang di seluruh dunia,” kata PBB seperti dikutip CNBC International.

“Sebanyak 1,7 miliar orang “sangat terpapar” pada efek berjenjang dari perang Rusia terhadap sistem pangan, energi, dan keuangan global,” tambah keterangan dari Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.

Tak hanya inflasi, kenaikan suku bunga, dan perang Rusia-Ukraina, kondisi Covid-19 di China yang justru makin mengkhawatirkan tahun ini juga turut menghambat IHSG untuk menguat lebih lanjut, setidaknya bertahan di level psikologis 7.000.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Saham Baru CRAB Jadi yang Tercuan, KLIN Masih Lanjut Apes

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts