Investor Tunggu Sikap The Fed, Wall Street Dibuka ‘Galau’

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street dibuka cenderung bervariasi dengan mayoritas melemah pada perdagangan Senin (18/9/2023), seiring investor yang menantikan keputusan suku bunga terbaru dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Read More

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dibuka menguat tipis 0,08% ke posisi 34.647,012. Namun indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite dibuka melemah. S&P 500 turun 0,12% ke 4.445,1, sedangkan Nasdaq melemah 0,3% menjadi 13.666,86.

Investor secara luas mengantisipasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan pekan ini. Trader akan mencoba memahami lebih baik sikap The Fed terhadap inflasi.

Namun, prospek berakhirnya era suku bunga tinggi di The Fed masih belum jelas seiring melonjaknya kembali inflasi AS periode Agustus 2023.

Sebelumnya pada Rabu pekan lalu, inflasi konsumen (consumer price index/CPI) Negeri Paman SamAgustus kembali naik menjadi 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Juli lalu sebesar 3,2% (yoy).

Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI AS pada bulan lalu juga naik menjadi 0,6%, dari sebelumnya pada Juli lalu sebesar 0,2%. CPI bulanan AS sesuai dengan prediksi pasar yang memperkirakan kenaikan menjadi 0,6%.

Adapun CPI inti berhasil melandai sesuai ekspektasi ke 4,3% (yoy), dibandingkan periode bulan sebelumnya sebesar 4,7% (yoy).

Inflasi AS diperkirakan masih sulit turun ke depan karena lonjakan harga minyak. AS adalah konsumen terbesar minyak di dunia sehingga pergerakan harga minyak akan sangat berdampak kepada ekonomi AS.

Per hari ini saja, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) dan Brent mencapai level tertinggi sejak November. Naik hampir 30% sejauh ini pada kuartal ketiga, WTI bersiap untuk mengalami kenaikan harga terbesarnya sejak kuartal pertama tahun 2022.

Harga minyak WTI melonjak 1,27% ke posisi US$ 91,92 per barel. Sedangkan harga minyak Brent melesat 0,92% menjadi US$ 94,79 per barel.

Hal ini karena Arab Saudi dan Rusia pada bulan ini memperpanjang pengurangan pasokan gabungan sebesar 1,3 juta barel per hari (bpd) hingga akhir tahun.

Kendati inflasi masih membandel dan era suku bunga tinggi belum dipastikan kapan berakhir, tetapi pemikiran pelaku pasar juga sepertinya mulai berubah lebihforward lookingdari yang sebelumnya seberapa besar kenaikan suku bunga menjadi seberapa lama The Fed akan memberikan jeda.

Hal tersebut juga semakin didukung dengan data yang ditunjukan CME Fedwatch Tool yang mengukur peluang suku bunga akan ditahan pada level 5,25%-5,50% sudah semakin dominan, yakni mencapai 99%, nyaris 100%.

“Cara The Fed memberikan jeda sangat penting untuk ekspektasi suku bunga di November dan Desember, namun apakah kebijakan tersebut disajikan dengan kecenderungan dovish atau hawkish adalah hal yang paling penting bagi pasar keuangan,” kata Quincy Krosby, kepala strategi global untuk LPL Financial, dikutip dari CNBC International.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Gegara The Fed & Krisis Bank, Wall Street Dibuka Lesu Lagi

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts