It’s Time To Buy, Jangan Ketinggalan Ditunggu Sampai Juni

Jakarta, CNBC Indonesia – Faktanya, taruh uang di pasar saham Indonesia amat menyedihkan dalam lima tahun terakhir. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya memberikan keuntungan balik 1,8% per tahun. Artinya begini; setiap beli saham prorata di Bursa Efek Indonesia sebesar Rp1 juta pada tahun 2017 dan mendiamkan sampai tahun lalu hanya memberi cuan Rp 90 ribu saja, atau rata-rata Rp 18.000 perak per tahun!

Akan lebih merana lagi bila membandingkannya dengan rerata inflasi dalam lima tahun terakhir yang nyaris 3%. Artinya, cuan saham selama lima tahun ini sebetulnya cuma ngimpi. Tak ada bedanya beli saham dengan menabung di bank yang kena biaya admin. Investasi di pasar saham selama lima tahun terakhir itu zonk.

Mau bangkit 2022 tapi tak jadi, IHSG hanya naik 4%, di bawah inflasi 5,5%, alias tetap tekor. Isunya bergeser dari Pandemi Covid-19 pada ketidakpastian global akibat perang Rusia-Ukraina dan suku bunga tinggi di Amerika Serikat yang memicu kekeringan likuiditas dolar AS di pasar keuangan, terutama emerging market. Hal ini diprediksi masih akan menghantui pasar keuangan tahun ini. Apakah ini berarti menyerah saja, pundung dari investasi tahun ini?

The Worst Is Over

Ada beberapa alasan kuat bila tahun ini, terutama semester pertama adalah TIME TO BUY aset investasi keuangan, setelah lima tahun zonk. Alasan utama adalah pandangan bank sentral Amerika Serikat/ the Federal Reserve yang mayoritas ekonom nyaris sepakat tak akan segila 2022 dalam menaikkan suku bunga. Ini merujuk peta dot plot Fed, atau pandangan anggota the Fed tentang suku bunga.

Kesimpulan dari pola gambarnya terang, the Fed akan menaikan suku bunga acuan paling tinggi pada level 5,25%, tahun ini-lihat gambar di bawah; titik yang paling banyak menunjukkan dominasi konsensus dewan anggota Fed. Saat akhir 2022 suku bunga Fed sebesar 4.25% – 4.50%, naik sebanyak 7 kali dari posisi Maret 2022.

Ini artinya, potensi kenaikan tahun ini cuma maksimal 0.75% atau hanya seperenam dari sisi agresivitas dibandingkan tahun lalu-dimana sepertiganya sudah dinaikan bulan Januari lalu. Tinggal 0,50% lagi dan selanjutnya akan mulai melandai pada 2024 dan seterusnya. The worst in over


Foto: CNBC Indonesia Research
Fed dot plot Desember 2022

Maknanya adalah fenomena strongdolar AS yang memperlemah kurs rupiah akan sedikit mereda. Lebih dalam lagi, ada potensi arus balik modal asing ke pasar saham, dan obligasi atau minimal tidak ada lagi tekanan besar aksi jual tahun ini. Posisi Fed yang sudah terang, membuat investor asing akan menyeimbangkan kembali portofolio, dengan mengembalikan sebagian dananya untuk berinvestasi kembali di emerging markets, seperti Indonesia yang menawarkan keuntungan lebih tinggi. Gejala ini sudah terasa mulai akhir 2022, dan berlanjut hingga sekarang.

Contoh nyatanya, telah ada arus deras modal asing ke pasar obligasi negara RI, dimana kepemilikan non residen telah bertambah sekitar Rp50 triliun pada bulan Januari lalu. Nominal ini sekitar lima kali lipat dari arus masuk selama bulan yang sama 2022.

Persepsi risiko investasi di Indonesia di mata investor asing sudah mereda, tercermin dari level credit default swap/CDS Indonesia tenor lima tahun , yang menurun tajam dalam beberapa bulan ini. CDS adalah asuransi gagal bayar investasi, sehingga semakin rendah tingkat yield nya maka semakin rendah pula risiko sebuah negara akan bangkrut. Yield mencerminkan besaran biaya risiko yang biasanya dipakai untuk alat lindung nilai investasi investor asing.



Dari dalam negeri rencana pemerintah untuk menahan dana hasil ekspor (DHE) di rekening bank domestik dapat membanjiri likuiditas pasar keuangan, dan memperkuat ketahanan rupiah. Mata Uang Garuda akan semakin perkasa bila DHE bisa di tahan lebih lama dan wajib dikonversikan ke dalam rupiah. Ini sudah diterapkan lama di Thailand dan Malaysia yang menahan dan mewajibkan konversi 75% DHE ke mata uang lokal.

Sentimen positif telah memayungi rupiah yang impresif di awal tahun dengan penguatan nya sekitar 4,5% (year to date) terbaik keenam di dunia. Akhir pekan lalu, rupiah menutup perdagangan di Rp 14.890/US$ atau level terkuat dalam empat bulan terakhir. Penguatan Mata Uang Garuda masih berpeluang berlanjut di tahun ini, dengan target ke kisaran Rp 14.200/US$. Pemerintah memasang target rupiah di level Rp14,800/US$ tahun ini.

Tekanan mereda terhadap rupiah dari dolar AS juga akan membantu inflasi lebih jinak tahun ini. Sebab, setiap pelemahan suatu mata uang sebesar 10% terhadap dolar AS, akan menyumbang 1% inflasi di dalam negeri. Target inflasi pemerintah sendiri adalah 3,6% dan tampaknya ini sangat mungkin tercapai, sepanjang likuiditas dolar AS aman, dan masalah stok pangan seperti beras dan kebutuhan pokok lain dijaga dengan baik. Presiden sudah berkali-kali menggelar pertemuan dengan menteri terkait soal ketahanan pangan.

Ban Serep Made in India

Permintaan ekspor akan tetap kuat. Meskipun harga komoditas seperti batubara dan tambang mineral lainnya sedang menuju kesembangan baru, atau koreksi dari rekor-rekor tertinggi sejarah pada 2022, namun penurunannya tidak akan drastis. Harga batubara diproyeksikan masih bisa bertengger di atas US$200 per metrik ton, atau empat kali lipat dari dua tahun lalu. Pesta pora penambang emas hitam, dan komoditas lainnya masih belum akan berakhir tahun ini.

Kabar baiknya lagi, ada penyedot baru emas hitam Indonesia, yaitu India yang kini menyalip konsumsi China, atau menandakan RI punya dua bantalan kuat ekspor batubara. Menjadi cadangan bila China nekad meneruskan kampanye rendah emisi karbon. India menggeser Negeri Tirai Bambu setelah ekonomi negara itu merangkak naik, dan terjadi krisis pasokan listrik. Suhu di sana sudah seperti ‘neraka bocor’ 39-45 derajat celcius sehingga mengakibatkan pemakaian daya listrik untuk pendingin ruangan melonjak.

Pembelian batubara Indonesia oleh India tahun lalu mencapai 110 juta ton, meroket 56% dari 2021. India menggantungkan sekitar 70% pasokan listrik dari pembangkit batubara thermal. Ekonomi Negara Bollywood juga masih tumbuh kencang pada tahun fiskal 2022/2023, dimana pada kuartal pertama tembus 13,5%. India juga haus akan batubara metalurgi yang banyak digunakan di industri baja naik tipis 0,8% menjadi 56 juta ton.

Berkebalikan, impor China anjlok 36% dalam tonase dan jeblok 15% dalam nilai uang pada 2022. Ini karena mereka menggenjot produksi batubara lokal hingga 9% lebih banyak dibandingkan 2021. Kendati pembelian China berkurang, Indonesia masih menjadi pemasok terbesar batubara Tiongkok, disusul Rusia dan Mongol.



Selanjutnya, reda pandemi Covid 19 di banyak negara akan membuat permintaan ekspor Indonesia terjaga. Pada alasan itu, pelonggaran kebijakan nol Covid-19 di China juga akan memainkan peranan penting bagi permintaan ekspor Indonesia, sebab mereka tak hanya membeli batubara saja. Sejumlah lembaga bonafide seperti Goldman Sachs memperkirakan ekonomi China akan bangkit pada kuartal kedua tahun ini.

RI Kuat & Patut Optimis

Cara sederhana untuk mengetahui dan mempercayai betapa kokoh fundamental perekonomian RI adalah dengan rumus andalan anak kuliah fakultas ekonomi semester pertama; Y = C + I + G ( X – M). Y adalah perekonomian atau PDB, dimana untuk Indonesia sekarang strukturnya sangat aman, yakni sekitar 80% ditopang domestik berupa sekitar 50% dari konsumsi rumah tangga (C), kisaran 20% dari investasi PMTB (I) dan 10%-an dari belanja APBN (G). Struktur perekonomian RI mirip-mirip dengan negara berpopulasi besar seperti AS, China dan India.

Sisanya, 20% adalah net ekspor/impor (X-M). Pada bagian inilah yang akan terdampak langsung bila ekonomi global tahun ini benar-benar gelap. Tapi, apapun itu porsi ekspor-impor terhadap PDB itu cuma segitu, jadi sebenarnya bila ekonomi dunia minus, atau segelap apapun itu tidak akan banyak berpengaruh. RI aman, tenang saja tetaplah berbelanja. Takut berbelanja dan menahan uang di tabungan justru akan membuat ekonomi Indonesia sakit, sebab 50% lebih nilai PDB di topang oleh belanja Anda-anda.

Bila masih belum yakin, tengoklah data ini. Total nilai X dan M tadi bila disandingkan dengan PDB Indonesia, namanya rasio perdagangan terhadap PDB, dan nilainya untuk Indonesia hanya sekitar 40%. Ini sangat rendah dibandingkan tetangga seperti Malaysia (131%), Thailand (171%) Singapura (330%). Dengan kata lain, kalau permintaan ekspor dunia jeblok akibat ekonomi global gelap yang boncos mereka, bukan Indonesia.

Masih tak percaya juga Indonesia itu sekuat baja? Sebagian millennial dan Gen Z memang can’trelate, tapi Indonesia sudah membuktikan di tengah ekonomi dunia gelap gulita, situasi domestik tetap gagah. Saat itu perekonomian adidaya AS dan Eropa meleleh akibat krisis finansial yang disimbolkan oleh kebangkrutan Lehman Brothers, September 2008. Dampaknya pertumbuhan ekonomi dunia 2009 kontraksi, minus 2,5%. Tapi perekonomian nusantara tetap perkasa, tumbuh 4,5%, tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India dengan inflasi cuma 2,78%, terendah dalam satu dekade.

Nah, apalagi sekarang IMF menaikkan kembali angka proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2023 menjadi 2,9% dari 2,7% pada estimasi Oktober lalu. Ini menandakan perekonomian dunia tahun ini akan lebih aman dari resesi, sebab konsensus ahli ahli ekonomi menyebut resesi terjadi bila global melaju di bawah 2,5%.

Dua sosok pejabat pemerintah yang getol menyuarakan ekonomi dunia gelap sejak tahun lalu, kini juga sudah mulai putar arah. Belakangan baik Presiden Joko Widodo dan Menkeu Sri Mulyani sudah meralat diksi ekonomi global gelap. “Kalau saya lihat dari Managing Director IMF, tone-nya sudah gak terlalu sangat buruk. Terlalu sangat buruk, dulu sangat gelap gulita. Sekarang agak tidak terlalu gelap gulita,” kata Sri Mulyani dalam BRI Microfinance Outlook 2023, Kamis (27/1/2023).

Sementara Jokowi mengatakan “Perkiraan saya pertumbuhan ekonomi (Indonesia) berada di angka 5,3%. Bandingkan negara-negara besar G20, seinget saya kalau gak nomor 1, ya nomor 2 kita di antara negara-negara besar,” ujar dia di acara Mandiri Investment Forum (1/2/2023).

CNBC Indonesia Research sepakat dan optimis dengan proyeksi pemerintah yang memasang target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2023 sebesar 5,3%, lebih tinggi dari proyeksi banyak lembaga internasional yang ada pada rentang 4,7% hingga 5,1%. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3%. CNBC Indonesia Research menilai angka 5,4% tidaklah mustahil dicapai.



Kenapa Ditunggu Sampai Juni?

IHSG berpeluang mencetak all time highlagi di Agustus atau September pada level sekitar 7.350-7.400, sebelum menutup di level 7.150-7.250 pada akhir tahun. Selain fundamental makro ekonomi yang kokoh di atas, secara nilai metrik price-to earnings ratio(PER) IHSG menarik alias undervaluedatau di bawah nilai wajar dibandingkan dengan negara-negara tetangga. PER IHSG murah, cuma 12,32 kali di bawah rerata peersyang 15,02 kali.



Amunisi belanja masyarakat tampaknya akan mendapat tambahan asupan dari rembesan ‘uang politik’ menjelang Pemilu 2024. Catatan historis setiap jelang Pemilu membuktikan demikian, bagaimana duit “promosi suara” para politisi dan partai politik membantu menggerakkan roda ekonomi.

Hitungan Mandiri Sekuritas, ada potensi tambahan uang beredar di masyarakat tahun ini yang salah satu dipicu efek kampanye, sebesar Rp 270 triliun, atau 1,3% PDB.

Lalu, sektor perbankan yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional cukup kokoh dengan net interest margin/NIM sebesar 4,68%, termasuk tertinggi di dunia. “Jadi, perbankan kita aman dan sehat,” kalau kata Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, beberapa waktu lalu.

Prediksi Bank Indonesia pertumbuhan kredit perbankan tahun ini bisa mencapai 10-12% secara tahunan (yoy). Raksasa-raksasa bank Tanah Air juga pededengan kredit bisa naik di kisaran 10,5-10,9% yoy dan laba dikira bisa naik 12-17%.

Saham-saham perbankan, tambang khususnya batubara adalah cor bertulang untuk IHSG tahun ini. Batubara masih akan jaya di kisaran harga US$220-US$280 per metrik ton sehingga dollar DHE masih akan mengalir deras ke kantong-kantong eksportir. Mengapa CNBC Indonesia Research memandang inilah waktu ‘buy’saham sampai dengan Juni, karena ada potensi IHSG mencetak rekor tertingginya pada kuartal ketiga seiring rilis laporan keuangan. Sebelum semuanya jadi mahal, it’s the right time to be greedy.

Pada pasar obligasi, berakhirnya burden sharing-kerjasama pembelian SBN antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan-adalah peluang terbaik mengoleksi imbal hasil atau yieldtinggi saat ini. Pemerintah tahun ini berencana melego Rp713 triliun obligasi negara untuk menutup lubang defisit sebesar 2,84 dari PDB. Lagi pula dengan suku bunga acuan BI7DRR sebesar 5,75% membuat posisi tawar investor untuk mendapatkan kupon dan yield obligasi tinggi jauh lebih besar.

Ini belum ditambah dengan rencana penerbitan obligasi yang masih lumayan ramai. Data Pefindo surat utang korporasi jatuh tempo di 2023 sebesar Rp 126 triliun. Ini berarti akan ada penerbitan lagi di atas nominal itu karena biasanya perusahaan ngutang lagi untuk menutup jatuh tempo atau refinancing, dan yang lain untuk ekspansi.

Sebagai gambaran, obligasi korporasi tenor delapan tahun dengan rating AAA itu sekarang dijajakan dengan bunga kupon di kisaran 8%. Cuan riilnya, setelah dipotong inflasi 3,6%–target pemerintah 2023-sebanyak 4% lebih, jauh lebih bagus dari cuan IHSG beberapa tahun lalu.

Kondisi ini menciptakan low hanging fruit cuan pasar surat utang, sebab ada ketidakseimbangan antara penawaran yang lebih besar dari jumlah pembeli . Inilah sudah diincar oleh investor asing yang sudah kembali meramaikan pasar obligasi negara.

Mereka, sudah memulai pesta belanja di pasar obligasi. Hasilnya yieldsacuan SBN 10 tahun sudah kicep, turun 5 basis point ke level 6,5% di awal bulan ini. Yield turun berarti harga obligasi naik, dan sebaliknya. Biasanya setelah obligasi, dana asing itu merangsek ke saham.

Risiko-Risiko-Risiko

Selalu saja ada risiko yang bisa menggagalkan rencana pesta belanja tahun ini. Tiga besar diantaranya adalah kebijakan operasi moneter the Fed yang sering tak terpantau publik. Selain menaikkan suku bunga acuannya, bank sentral AS juga menggelar operasi pasar dengan menjual triliunan dolar obligasi negara dan aset lainnya. Tujuannya agar uang dolar AS yang beredar di sistem finansial berpindah kantong bank sentral, dan meringankan beban bunga.

Tujuan sama dengan kebijakan suku bunga, yakni menekan inflasi dengan mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat. Efek spiral nya, mengurangi likuiditas dolar di dunia dan bisa membuat fenomena strong dolar AS bertahan lebih lama. Data SeekingAlpha jumlah total dolar AS yang beredar di dunia mencapai US$90 triliun.

Dampaknya tidak boleh dianggap remeh, khususnya bagi emerging markets, karena kalkulasi the Fed menyatakan setiap US$1,5 triliun penjualan asetnya ke pasar setara dengan efek kenaikan suku bunga acuan 100 bp atau 1%. Nah, mereka sudah menjual lebih dari US$500 miliar pada 2022, dan berencana melego lebih dari US$1 triliun tahun ini. Bayangkan bila Fed berubah pikiran bikin great sale, dan di sisi lain pemerintah gagal menahan DHE di dalam negeri, apa kabar rupiah nanti?



Risiko kedua bila pemerintah gagal tegas kepada para eksportir komoditas yang telah dan masih akan berpesta pora cuan dari kenaikan harga untuk menyimpan DHE di bank dalam negeri. Misal, batubara itu naik berlipat, dari kisaran US$ 50 per ton pada medio 2020, jadi kisaran US$400 per ton tahun lalu. Ilustrasi keuntungannya begini, dua tahun lalu eksportir batubara harus menjual 1.400 ton untuk membeli satu mobil Alphard, nah sekarang cuma butuh jual 180 ton saja untuk bisa membelinya.

Publik perlu mendorong dan mengawal regulasi DHE yang terkesan maju mundur. Publik harus di belakang Presiden Jokowi untuk memaksa dana itu disimpan lama dan dikonversikan ke dalam rupiah. Logikanya, mereka tidak diminta berbagi cuan, hanya diminta menyimpan saja di lokasi mereka menambang, masak tidak mau?

Alasan berlindung dibalik kebebasan kepemilikan uang pada UU 24/1999 tentang Lalu Lintas Devisa sudah tidak relevan, dan perlu direvisi karena itu adalah warisan trauma krisis 1998. Dunia sudah berubah, mengapa Indonesia belum? Kegagalan memanfaatkan dana DHE bagi kemakmuran negeri, selain kehilangan momentum membantu pasokan likuiditas perbankan bagi pertumbuhan ekonomi, juga membuat ketahanan cadangan devisa Indonesia di bawah ideal.



Risiko gagal DHE tersimpan dalam negeri mungkin tidak akan banyak mengubah situasi likuiditas dan prospek pertumbuhan ekonomi. Namun, itu membuat Indonesia kehilangan momentum untuk sembuh lebih cepat dan tumbuh lebih baik sebelum era Covid. Fakta miris misalnya, tidak ada satupun bank dalam negeri yang mau membiayai proyek smelter atau pengolahan hasil-hasil mentah tambang, meskipun rekor surplus dagang berjilid-jilid ke 32 disumbang oleh bonanza komoditas.

Risiko ketiga bila Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia gagal mengumpulkan Rp.1200 triliun tahun ini. Komponen investasi adalah 20% dari pembentuk PDB dan target itu dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,3% pada 2023.

Tantangannya adalah tahun ini tahun politik, sehingga membuat banyak pengusaha lebih memilih menahan ekspansi bisnis, terlebih peta politik calon presiden 2024 masih samar. Sementara, investasi asing tentu lebih memilih menaruh dananya di pasar keuangan dulu dari pada langsung ke sektor riil sembari menunggu arah pemulihan ekonomi dunia.

Namun risiko ini seharusnya dapat diminimalisir karena Menteri Bahlil sudah dibekali senjata pamungkas, regulasi sapu jagat Cipta Kerja yang diproses secara kilat lewat mekanisme peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Dengan segudang privilege karpet merah untuk investor tidak ada alasan nominal Rp 1.200 triliun itu tidak tercapai. Sebab, tanpa Cipta Kerja saja, investasi tahun lalu bisa tembus Rp 1.207 triliun, di atas target yang ditetapkan sama dengan tahun ini.

So, tetap optimis ekonomi RI akan lebih baik pada 2023, dan tetap bekerja dan berbelanja seperti biasa, bahkan kalau perlu perbesar pengeluaran agar Indonesia sehat semua. Salam Cuan!

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected] | Muhammad Ma’ruf (head of research). Researcher; Putu Agus (FX strategist), Maesaroh (economist), Tri Putra (equity analyst).

Sanggahan:Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research, divisi penelitian CNBC Indonesia. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau aset sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Masa Depan RI Jadi Taruhan, Ekonomi China Menuju ‘New Normal’

(mum/mum)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts