Jangan Terlewat! 5 Poin Penting dari Rapat Dewan Gubernur BI

Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia (BI) telah melakukan rapat dewan gubernur (RDG) bulanan pada 18-19 Oktober 2023. Rapat kali ini diwarnai dengan pelemahan nilai tukar.

Read More

Rupiah melemah hingga menyentuh Rp 15.800/US$ pada hari terakhir RDG, atau tepatnya beberapa saat sebelum hasil rapat diumumkan, kemarin, Kamis (19/10/2023). Level ini adalah rekor terendah sejak April 2020.

Saat paparan, BI memberikan kejutan. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan RDG BI telah memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6%. Ini adalah kenaikan kedua dalam tahun ini, sebelumnya BI mengerek suku bunga pada Januari 2023.

Keputusan ini berbeda dengan proyeksi pelaku pasar yang memperkirakan bank sentral RI tersebut masih akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%.

Polling yang dilakukan CNBC Indonesia terhadap 14 instansi/lembaga, 13 di antaranya berekspektasi bahwa BI akan menahan suku bunganya, sementara hanya satu lembaga memperkirakan kenaikan suku bunga sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6,0%.

Untuk mengetahui lebih lanjut hasil RDG BI Oktober 2023, berikut ini rangkumannya:

1. Demi jaga rupiah

RDG BI pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75%.

Perry menegaskan kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak mengingat tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk mitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor atau imported inflation sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3 plus minus 1% pada 2023 dan 2,5 plus minus 1% pada 2024.

2. Instrumen Baru SVBI & SUVBI

BI mengeluarkan instrumen baru untuk menarik aliran modal asing (inflow), yaitu Penerbitan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).

“Penerbitan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter yang pro-market untuk pendalaman pasar uang dan mendukung upaya menarik portfolio inflows, dengan mengoptimalkan aset surat berharga dalam valuta asing yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying,” papar Perry.

Tenor dalam instrumen ini, yaitu SVBI adalah 1,3,6,9 dan 12 bulan. Sementara SUVBI 1,3 dan 6 bulan. Implementasinya akan dimulai pada 17 November 2023. SUVBI dan SVBI itu bisa diperdagangkan di pasar sekunder dan boleh juga diperdagangkan dengan non residen.

“Suku bunganya juga akan mekanisme pasar sehingga akan menarik bagi pasar. Maka bisa mendorong inflow,” tegas Perry.

3. DP 0% Diperpanjang

Dalam RDG kali ini, BI juga memutuskan untuk melanjutkan pelonggaran Rasio Loan To Value (LTV) untuk Kredit Properti dan Rasio Financing to Value (FTV) untuk Pembiayaan Properti menjadi paling tinggi 100%, serta ketentuan uang muka kredit pembiayaan bermotor paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraan bermotor baru.

Kebijakan ini akan berlaku hingga Desember 2024 mendatang. Nantinya, kebijakna ini diharapkan bisa memacu penyaluran kredit.

4. BI Waspada Inflasi RI

BI mencermati sejumlah risiko yang dapat menimbulkan tekanan pada laju inflasi Tanah Air.

Perry mengatakan salah satu ancaman yang dilihat adalah dampak kenaikan harga energi dan pangan global dan tekanan depresiasi nilai tukar terhadap harga-harga barang impor atau imported inflation.

“Untuk itu, BI terus perkuat bauran kebijakan moneter dan penguatan sinergi pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan inflasi tetap terkendali sesuai sasaran 3% plus minus 1% 2023 dan 2,5 plus minus 1% pada 2024,” kata Perry.

Menurutnya, BI terus melakukan inovasi untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dalam memastikan inflasi terkendali dan nilai tukar tetap stabil.

5. Pesan buat perbankan RI

Perry meminta perbankan untuk semakin gencar menyalurkan kredit, meskipun BI menaikkan suku bunga acuan BI-7 day reverse repo rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6%.

Sebab, dia menegaskan, kenaikan suku bunga acuan itu diiringi dengan berbagai kebijakan BI yang mendorong banjirnya likuditas di perbankan, seperti melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM).

“Tapi janji loh para bankir untuk salurkan kredit loh, jangan ditaruh di SBN,” ucap Perry.

Menurut Perry, KLM yang telah diberlakukan sejak 1 Oktober 2023, akan menambah likuiditas di perbankan sebesar Rp 50 triliun. Hingga saat ini, Pada awal implementasinya per 5 Oktober 2023, KLM telah memberikan tambahan likuiditas pada 120 bank sebesar Rp 28,79 triliun, dari Rp 108,15 triliun menjadi sebesar Rp 136,94 triliun.

“120 bank sudah memanfaatkan. Tambahannya Rp 28,79 triliun, tambah likuiditas dari sekitar Rp 50 triliun. Jadi masih ada Rp 20 triliun dimanfaatkan perbankan,” ungkapnya.

Selain itu, untuk kebijakan penurunan rasio PLM yang berlaku sejak 1 Desember 2023 untuk mendorong kredit atau pembiayaan bagi pertumbuhan ekonomi nasional menurutnya akan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 81 triliun, karena selama ini kewajibannya adalah 6% harus di simpan di sekuritas berkualitas tinggi seperti SBN, namun kini hanya diwajibkan 1%.

“Sekarang DPK sekitar Rp 8.100 triliun, jadi kalau 1% itu sekitar tambahan likuiditas Rp 81 triliun. Lagi-lagi kami mohon para perbankan tambahan dari Rp 30 triliun KLM, Rp 81 triliun dari penurunan PLM,” paparnya.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Suku Bunga AS Diramal Naik 2 Kali Lagi, BI Mau Ikutan?

(haa/haa)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts