Ketidakpastian Global Makin Kuat, Dolar Hampir Rp15.900

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) disaat spread US Treasury dan SBN masih sangat tipis dan ketidakpastian global yang masih dominan.

Read More

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.870/US$ atau melemah 0,38% jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin (19/10/2023) yang juga terdepresiasi 0,54%.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.56 WIB menguat sebesar 0,10% menjadi 106,36. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (19/10/2023) yang berada di angka 106,25.



BI telah memutuskan menaikkan suku bunganya menjadi 6% yang mana di luar ekspektasi pasar yakni ditahan di angka 5,75%.

“Dinamika global sangat cepat dan very unpredictable. RDG bulan lalu kami sampaikan dengan informasi terbaru pada saat itu tapi kemudian perubahan cepat,” ujar Perry dalam RDG BI, Kamis (20/10/2023).

Menurut Perry, ada lima perubahan yang menjadi sorotan saat ini. Bahkan perubahan ini telah diakui oleh banyak negara yang hadir dalam Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2023 di Maroko.

Pertama pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat dari perkiraan awal 2.9% menjadi 2,8%. Di samping adanya divergensi pertumbuhan antar negara yang semakin melebar.

Kedua adalah meningkatnya tensi ketegangan geopolitik. Implikasinya paling nyata sudah terlihat pada harga minyak bumi dan pangan. Perry melihat kondisi ini akan memperlambat penurunan inflasi di banyak negara.

Ketiga, suku bunga acuan AS fed fund rate akan tinggi dalam waktu yang lama. Perry juga melihat akan ada kenaikan suku bunga acuan AS pada Desember 2023.

Keempat, Perry menjelaskan kenaikan suku bunga acuan tidak hanya di jangka pendek tapi kebijakan moneter menaikkan suku bunga global jangka pendek. Sehingga US treasury sekarang naik.

Kelima adalah dampaknya, di mana dolar AS begitu perkasa dan melemahkan mata uang banyak negara di dunia, termasuk rupiah. Perry pun mengakui penyebab rupiah terus melemah beberapa hari terakhir.

Sementara spread antara US Treasury dan SBN tenor 10 tahun masih relatif tipis yakni hanya berkisar 217 basis poin (bps). Hal ini yang membuat capital outflow masih cukup deras dari pasar keuangan Indonesia termasuk SBN yang berujung pada tekanan pada nilai tukar rupiah.

Hal tersebut terjadi karena investor menilai US Treasury lebih menarik karena secara rating jauh lebih baik dibandingkan Indonesia dengan kata lain investasi di US Treasury akan lebih aman. Dengan kondisi uncertain saat ini, maka investor akan lebih memilih negara yang lebih aman untuk memitigasi risiko.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Dolar AS Diprediksi Terus Menguat Sampai Akhir Tahun

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts