Kisah Crazy Rich RI Tempo Dulu, Jual Es Batu Punya Harta Triliunan

Jakarta, CNBC Indonesia – Menjadi sosok yang kaya raya adalah impian bagi semua orang. Maka dari itu, tak heran jika banyak orang yang berupaya untuk melakukan apapun demi menambah pundi-pundi kekayaan, termasuk berbisnis.

Tasripin adalah laki-laki asal Semarang, Jawa Tengah, yang berhasil menjadi salah crazy rich di Indonesia berkat berbisnis. Sosok yang lahir di masa penjajahan Belanda ini berhasil mengumpulkan kekayaan senilai Rp7 triliun dari bisnis kulit hewan, penjagalan, dan es batu.

Tasripin diperkirakan lahir pada tahun 1834. Tak banyak cerita dia dari masa kecil sampai pandai berbisnis. Namun, satu hal pasti adalah ia tumbuh besar di Semarang ketika sektor perdagangan sedang bergeliat.

Berbeda dari orang lain, Tasripin adalah salah satu kaum pribumi yang bisa memanfaatkan momentum ini untuk membangun bisnis dan memupuk kekayaan. Selama hidup Tasripin disebut memiliki tiga lini bisnis, yakni:

Bisnis Kulit Hewan

Kulit hewan dipergunakan untuk pembuatan kulit tas dan sepatu yang sangat digemari pada masanya. Tokoh pers era kolonial, Tirto Adhi Soerjo, dikutip sastrawan Pramoedya Ananta Toer dalam Sang Pemula (2003) pernah menyebutkan bahwa Tasripin adalah pengusaha kulit termahsyur di Semarang.

Usaha Tasripin tercatat jadi salah satu serikat dagang milik kaum pribumi yang sukses meski belum tercatat sebagai badan hukum.

Bisnis Penjagalan Hewan

Berkaitan dengan bisnis kulit, Tasripin juga punya usaha penjagalan hewan. Dalam laporan De Locomotief (21/3/1902), ia tercatat memiliki rumah potong hewan di daerah Karang Bidara dan Kampung Beduk, Semarang.

Kepemilikan rumah potong hewan tentu memudahkan langkah Tasripin berbisnis. Pasalnya, ia jadi mudah mengakses kulit-kulit dari domba, kerbau, dan sapi untuk keperluan pengolahan kulit.

Bisnis Es Batu

Pada zaman dahulu yang tidak ada kulkas, es batu adalah “primadona” yang berguna bagi masyarakat di iklim tropis. Maka dari itu, tak heran jika es batu Tasripin laris manis di pasaran. Mengutip laporan De Locomotief (25/7/1902), pabrik es Tasripin berdiri di daerah Ungaran, Semarang.

Pada akhirnya, ketiga bisnis tersebut membuat Tasripin kaya raya. Setiap bulannya, ia bisa meraup 30-40 ribu gulden. Alhasil, Tasripin dan keluarga punya banyak rumah dan tanah di beberapa wilayah Semarang. Ia tercatat juga pernah memiliki emas dan banyak surat berharga lain.

Namun, perjalanan Tasripin berakhir pada 1919 atau saat ia wafat. Menurut koran De Nieuwe Vorstenlanden (8/9/1919), harta kekayaan Tasripin dikonfirmasi oleh saudaranya mencapai 45 juta gulden.

Sebagai perbandingan, pada zaman itu harga satu liter beras hanya 6 sen. Jadi, dengan uang 45 juta gulden, Tasripin bisa membeli 750 juta liter beras. Jika hari ini satu liter beras harganya Rp10 ribu maka nilai harta Tasripin kala itu setara Rp7 triliun di masa kini.

Tentu saja, tak semua orang di masa kolonial bisa seperti itu. Orang Belanda atau Eropa pun jarang yang bergelimang harta. Apalagi masyarakat pribumi yang mayoritas berada di bawah garis kemiskinan. Atas dasar inilah, Tasripin dianggap orang terpandang dan jadi salah satu crazy rich di masa kolonial.

Lalu kemana bisnis Tasripin setelah ia meninggal?

Beberapa sumber menyebutkan bahwa seluruh bisnis Tasripin diteruskan oleh keluarganya. Dalam penelusuran, bisnis Tasripin masih eksis di era setelah kemerdekaan. Satu-satunya bukti terlihat pada pewartaan de Locomotief (24/3/1948) yang menyebut perusahaan bernama Tasripin Concern. Dalam pemberitaan, Tasripin Concern tercatat masuk dalam Pusat Persatuan Dagang Indonesia.

Namun, setelah itu tak ada lagi kabar soal bisnisnya, termasuk soal kemana larinya seluruh harta kekayaannya.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Crazy Rich Palsu Bisa Nipu Rp 435 M, Kok Bisa?

(fsd/fsd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts