Kisah Imlek & Kebangkitan Crazy Rich RI, Termasuk Jusuf Hamka

Jakarta, CNBC Indonesia – Tahun baru China atau Imlek adalah titik balik kehidupan bagi seluruh orang Tionghoa di muka bumi. Pada momen ini mereka merayakan imlek dengan menjamu para leluhur dan memohon rezeki, kesehatan, dan berkah melimpah. Ini semua dilakukan agar perjalanan hidupnya di tahun mendatang lancar dan bisa makin makmur.

Read More

Kisah-kisah di bawah ini jadi bukti kalau Imlek memang membawa berkah bagi perjalanan karir para konglomerat Indonesia. Tahun baru mereka jadikan pula sebagai ajang penerapan filosofi China. Simak kisahnya!

Surya Wonowidjojo: Bos Gudang Garam

Surya bernama asli Tjoa Jien Hwie. Dia adalah imigran dari China yang tumbuh besar di kota industri rokok Kediri. Pada 1956, Surya memulai bisnis rokok krobot dengan merek Inghwe. Dengan cepat rokoknya laris. Ini terjadi karena Surya membajak jalur distribusi rokok cap 93 milik pamannya, sekaligus tempatnya bekerja dulu.

Kepiawaiannya berbisnis rokok membuat dirinya membentuk PT. Tjap Gudang Garam pada 1958. Rokok pertamanya adalah Gudang Garam Kuning. Raditya dalam Perkembangan Industri Rokok PT. Gudang Garam (2019), menyebut Gudang Garam berhasil memproduksi 50 juta batang rokok pada tahun pertama. 

Selain itu, Gudang Garam juga mengeluarkan rokok filter, bermerek Gudang Garam Internatonal, Mild, dan rokok dengan nama dirinya sendiri, yakni Surya. Keberhasilan ini membuat Joe Studwell dalam Asian Godfathers (2017) menyebut Gudang Garam adalah raja rokok kretek di Indonesia pada 1960-an. 

Tahun 1970-an, bisnisnya makin moncer berkat dukungan pemerintah dan keberhasilan Surya menjaga keontentikan dengan memilih langsung tembakau terbaik. Jerih payah Surya kemudian membuahkan hasil. Kini, Gudang Garam masih eksis dan keluarga Surya masuk daftar orang terkaya di Indonesia.

Liem Seeng Tee: Pendiri Sampoerna

Liem Seeng Tee adalah pendatang dari China. Saat umur 7 tahun, dia tiba di Surabaya. Kehidupannya sangat miskin. Lantas dia berdagang untuk mencukupi kehidupannya. Mulanya dia berdagang di atas kereta Jakarta-Surabaya. Pada 1912, Seeng Tee menikahi Siem Tjiang Nio. Pernikahan inilah yang membawa rezeki melimpah. Tjiang Nio mendesaknya menjadi peracik dan pelinting rokok di pabrik rokok Lamongan.

Seeng Tee setuju. Perintah istri membuatnya sukses. Pada 1913, dia mendirikan usaha rokok Handel Maatschappai Leim Seeng Tee. Perlahan, usaha ini berubah nama menjadi Handel Maatschappij Sampoerna. Majalah Gatra (2000) menyebut produk andalan Sampoena adalah Djie Sam Soe 234. Ada pula rokok bernomor 720, 678, Sampoerna Star, Summer Palace, dan Statue of Liberty.

Dalam menjalankan bisnis, Seeng Tee sangat memperhatikan feng shui. Angka 9 adalah keberuntungan. Maka, tak heran kalau rokoknya bermerek 234 dan 720 yang jika ditotal menghasilkan angka 9. Kata ‘Sampoerna’ pun ada 9 huruf. Berkat ini, bisnis rokoknya semakin maju hingga mampu memproduksi 3 juta linting per minggu di tahun 1940. 

Ciputra: Raja Properti RI

Ciputra bernama asli Tjie Tjin Hoan. Dia adalah arsitek lulusan ITB. Semasa kuliah dia pernah membuka biro konsultan arsitek pada 1957 bernama Daya Cipta. Setelah lulus kuliah, Ciputra terlibat dalam proyek peremajaan Pasar Senen. Ini adalah portofolio pertama Ciputra. 

Menurut Ciputra Quantum Leap (2008), keterlibatan ini mendorong Ciputra mendirikan PT. Pembangunan Jaya, meskipun porsi sahamnya mayoritas dipegang oleh pemerintah. Lewat PT. Pembangunan Jaya, Ciputra juga mengerjakan Balaikota dan Ancol.

Selain itu, berkat kerjasama dengan Sudono Salim, Ciputra menjadi orang penting di balik keberadaan kawasan Pondok Indah dan Bumi Serpong Damai (BSD). Sampai akhirnya dia mendirikan Ciputra Group sebagai konglomerasi bisnis Ciputra.

Dalam bekerja Ciputra selalu menganalogikan dirinya sebagai kuda. Kuda dalam filosofi China sendiri dianggap sebagai hewan yang kuat dan dihormati. Sekaligus juga hewan yang memancarkan energi dan aktif. Karena inilah dia selalu menjadi kuda yang baik, dimanapun tempatnya. 

Eka Tjipta Widjaja: Raja Sawit dari Sinarmas

Eka Tipta Widjaja tumbuh dan besar di Makasar. Sebagai imigran Cina, dia bergadang untuk menghidup keluarga. Mulai dari bisnis kelontong, usaha babi, sampai pangan. Eka menjualnya dari rumah ke rumah. Pada 1957 dia pindah ke Surabaya. Disanalah dia mendirikan CV Sinar Mas yang bergerak di usaha ekspor-impor hasil bumi. Dari situ dia merintis pasar minyak goreng.

Minyak gorengnya terkenal dengan merek Bimoli. Bimoli sendiri adalah singkatan dari Bitung Manado Oil yang didirkan langsung oleh Eka. Dalam sekejap, Bimoli menguasai pasar Indonesia karena tak ada pesaing. Merek-merek lain seperti Filma, misalkan, juga berdiri dari tangan dingin Eka.

Filma bermula dari kerja samanya dengan pengusaha Sudono Salim. Namun, karena sudah tak sejalan Bimoli dilepas oleh Eka dan kini berdiri di bawah Salim Group. Sementara Filma, dan juga Kunci Mas, tetap jadi mesin pendulang uang bagi Eka. Keberhasilan bermain minyak goreng membuat keluarga Eka Widjaya memiliki kekayaan US$ 9,7 miliar atau setara dengan Rp 139,2 triliun

Jusuf Hamka: Penguasa Jalan Tol RI

Pria kelahiran Desember 1957 ini belakangan menjadi perbincangan karena cerita kisah hidupnya yang diceritakan di Youtube. Nama aslinya Alun Joseph. Semasa kecil dia sudah akrab dengan berbisnis. Mulanya berdagang keliling di Jakarta. Ini dilakoninya selama bertahun-tahun dan membuatnya paham seluk-beluk berbisnis.

Awal mula dari titik balik kehidupannya terjadi ketika dia bergabung di perusahaan konstruksi. Mulanya dia ditugasi sebagai supir. Lewat profesi inilah dia berteman dengan banyak orang hingga mengantarkannya bermain di bisnis jalan tol. 

Pemilihan bisnis ini karena dia memandang kalau jalan tol tidak pernah mati. Selalu hidup dan memberikan keuntungan. Beberapa tol di Jakarta dan Jawa ada yang miliknya. Dia mendirikan PT Citra Marga Nusaphala Persada dan meraup untung miliaran dari usaha jalan tol. 

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Natal & Tahu Baru Bakal Bebas Macet? Ini Strategi Jasa Marga

(mfa/mfa)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts