Konglomerat Ini Pernah Bikin Presiden Soeharto Heran


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Ada cerita menarik pada akhir 1980-an. Kala itu ada satu konglomerat dari Pulau Sumatra yang disebut memiliki ambisi gila oleh Presiden Soeharto. 

Akan tetapi siapa sangka nasib baik justru berpihak kepadanya. Dia kemudian dikenal sebagai pelopor salah satu minuman favorit masyarakat Indonesia untuk berbuka puasa.

Kisah itu bermula saat  Soeharto melakukan kunjungan kerja ke Sumatera Timur. Dalam perjalanannya yang menggunakan helikopter dari Jambi ke Batam, dia terpukau oleh perkebunan kelapa yang membentang luas di Kabupaten Indragiri Hilir.

Di perjalanannya, Presiden Soeharto melihat ada pabrik megah berdiri dikelilingi oleh pohon kelapa dan sungai kecil. Dia menganggap itu adalah harta karun berharga. Setelah sampai di istana, Presiden RI ke-2 itu penasaran siapa pemilik pabrik itu.

Alhasil, dia memerintahkan tangan kanannya, Jenderal Kardono, untuk mencari tahu pendirinya. Lantas, diketahui kalau pabrik dan seluruh pohon kelapa itu milik Sambu Group yang didirikan Tay Juhana atau Tay Jui Chuan.

Soeharto merasa asing dengan nama tersebut karena tak begitu terkenal di ibu kota. Dia penasaran dan ingin menginvestigasi lebih lanjut. Dalam uraian Tay Ciaying dalam Tay Juhana: Pelopor Industri Kelapa (2018), Soeharto memerintahkan Kardono (Ketua PSSI) diminta mengecek, dan Hasrul Harahap yang saat itu menjabat menteri kehutanan untuk melakukan pengecekan.

Kunjungan itu sebagai upaya studi banding untuk melihat keberhasilan Tay menyulap rawa-rawa basah tidak produktif menjadi lahan produktif. Diketahui kala itu dia sudah memasarkan minyak kelapa bermerek ‘Dua Sapi’ yang sudah jadi ‘raja’ di Sumatera.

Setelah mendatangi langsung, para menterinya itu cerita kepada presiden. Bahwa di Sumatera ada pengusaha yang mampu melakukan sulap terhadap lahan. Cerita itu juga dibarengi oleh penyerahan proposal proyek kanal PT Riau Sakti United Plantations, anak perusahaan Sambu Group. Proyek itu berupaya mengubah rawa menjadi lahan produktif berskala besar.

Usai mencermati isi proposal, Soeharto segera mengambil pulpen. “Soeharto memberi tanda “G” pada sampulnya, yang diartikan sebagai “Gila”, tulis Tay Ciaying.

Alasan Soeharto tersebut didasari oleh keheranannya bahwa itu adalah proyek yang tidak masuk akal. Hanya orang “gila” dan nekat yang berani melakukan hal itu sehingga membuahkan hasil nyata.

Melihat Soeharto berkata demikian, Tay malah menganggapnya pujian. Dia malah melanjutkan proyek tersebut dan terbukti membuahkan hasil. Perkebunan kelapanya makin besar dan dia sukses melakukan ekspansi bisnis.

Bahkan pada 1989 dia melakukan terobosan besar dengan membuat produk baru pertama di dunia. Produk itu adalah santan kemasan bermerek Kara. Karena tak ada pemain di santan kemasan, Tay sukses menjadi pengusaha olahan kelapa yang produknya mendunia.

Setelah melalui proses perjuangan tak mudah, produk itu sukses berada di etalase toko-toko di Indonesia dan lebih dari 100 negara di dunia, khususnya Asia. Produknya kemudian menjadi kata ganti penyebutan untuk santan kemasan. Nama Tay kemudian naik daun dan terkenal se-antero negeri. Apalagi usai pabrik Tay juga mempelopori produk Nata de Coco, olahan daging kelapa.

Soeharto berupaya mendekati Tay. Tak lama setelah kunjungan pertamanya ke pabrik Tay pada 1990, Soeharto mengajaknya untuk terlibat dalam proyek Lahan Gambut Sejuta Hektare di Kalimantan.

Kini, sosok Tay bagaimanapun dikenang sebagai pengusaha yang mengabdikan dirinya di industri perkelapaan Indonesia, yang bisa jadi inspiratif bagi kalangan muda dalam mengupayakan sesuatu dari tidak ada menjadi bernilai tambah.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Berkat Bantu Tentara Usir Belanda, Salim Jadi Crazy Rich RI

(mkh/mkh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts