Larang Eksportir Bawa Kabur Dolar, RI Tetap Anut Devisa Bebas

Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan Indonesia akan tetap menganut kebijakan devisa bebas. Namun, ia memastikan akan ada aturan main yang diterapkan dalam kebijakan ini, salah satunya mengatur tentang devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) yang tidak seharusnya diparkirkan ke luar negeri.

Read More

“Ya artinya kan kita menganut devisa bebas, tetapi devisa bebas kan juga mesti ada aturannya. Dan artinya hasil dari pada kekayaan alam kita kan bentuknya dalam bentuk monetisasi tidak berarti monetisasi itu parkir di luar negeri,” terangnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (11/1/2023).

Aturan mengenai kebijakan penerapan rezim devisa bebas awalnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, yang kemudian diatur lebih jelas di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999. Rezim devisa bebas yakni suatu sistem lalu lintas devisa dimana perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk/residen dan non penduduk/non resident termasuk aset dan kewajiban luar negeri antar penduduk dibebaskan.

Setiap penduduk bebas memiliki dan menggunakan devisa, tanpa adanya pembatasan dalam jumlah pembelian dan penjualan mata uang asing antara penduduk dan atau non penduduk.

Tidak ada kewajiban menjual devisa kepada negara, sehingga penggunaan devisa bebas dimiliki oleh siapapun untuk melakukan kegiatan perdagangan internasional, transaksi di pasar uang dan transaksi di pasar modal.

Namun menurut Airlangga sesuai amanat Undang-Undang, terkhusus untuk DHE SDA negara memang memiliki hak untuk mengatur dan memastikan tindakan pengelolaan kekayaan alam Indonesia akan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. “Karena kalau kembali ke dalam negeri berarti betul-betul kekayaan alam ini digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Jadi itu kita terjemahkan Pasal 33 secara luas,” lanjutnya.

Seperti diketahui, Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas mengatur kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh negara, hal ini tertuang dalam Pasal 33 Ayat (2) dan (3) yang berbunyi

“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” dan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Selama ini, DHE SDA diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019. Dalam aturan tersebut, pemerintah hanya mewajibkan eksportir di sektor sumber daya alam untuk melaporkan dan memasukkan DHE mereka ke rekening khusus di bank persepsi dan melaporkannya ke BI. Jika dalam kurun waktu tiga bulan setelah ekspor DHE belum masuk maka BI akan menghubungi eksportir untuk melakukan pelunasan. Jika sampai bulan ketujuh belum ada pelaporan maka BI akan meminta Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk menerbitkan surat tagihan.

Namun, dengan kewajiban pelaporan ini, eksportir tidak lantas menaruh DHE di dalam bank dalam negeri dalam periode tertentu atau mengkonversinya dari dolar AS ke rupiah. Karena sesuai peraturan, DHE juga tidak diwajibkan untuk mengendap dalam periode tertentu. Padahal menurut Airlangga, pundi-pundi eksportir tersebut seharusnya mampu memperkuat rupiah di tengah tekanan terhadap nilai tukar. “Nah karena kalau devisanya parkir di negara sendiri kayak Thailand itu mewajibkan 3 bulan, nah itu kan bisa memperkuat cadangan devisa kita, dan akan memperkuat kurs rupiah,” jelasnya.

Oleh karena itu, Airlangga mengungkapkan PP Nomor 1 Tahun 2019 itu saat ini sedang dipersiapkan untuk direvisi pemerintah atas permintaan Bank Indonesia. “Dan memang ada permintaan BI PP 1 nya terkait dengan devisa ini direvisi. Nah kami sedang mempersiapkan untuk itu,” pungkasnya.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Rupiah Tertekan! Cek Nilai Tukar Dolar AS di Money Changer

(mij/mij)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts